Lihat ke Halaman Asli

Muis Sunarya

TERVERIFIKASI

Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

Protokol New Normal, Tergesa-gesakah Indonesia?

Diperbarui: 28 Mei 2020   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan Stasiun MRT Bundaran HI di saat new normal kala pandemi Covid-19 (KOMPAS.com/Agus Suparto)

Pemerintah Indonesia bersiap dengan kebijakan baru untuk menerapkan protokol new normal dalam menghadapi virus corona ini di bulan Juni mendatang.

Membaca kabar ini, saya justru bertanya-tanya. Apakah langkah yang akan diambil pemerintah ini tidak tergesa-gesa di tengah semakin meningkatnya korban dampak kahar pandemi Covid-19 di tanah air? Cobalah pikir-pikir lagi.

Di awal perjalanan menghadapi positif virus corona di Indonesia, pemerintah tampak begitu semangat menabuh genderang perang melawan pandemi ini. 

Dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan gencarnya sosialisasi protokol kesehatan menghadapi pandemi, dan jargon "Bersama Lawan Covid-19" adalah bukti keseriusan pemerintah versus virus corona ini. Walaupun hasilnya kini belum begitu maksimal, dan tidak berbanding lurus dengan upaya yang dilakukan, karena berbagai faktor. 

Tapi tugas dan ikhtiar harus terus berlanjut. The show must go on. Tidak boleh menyerah, kecewa, dan apalagi bersikap putus asa, seperti satire kekecewaan yang diperlihatkan oleh para tenaga medis merespons sikap warga masyarakat yang ngeyel berkerumun tanpa mengindahkan protokol kesehatan di saat diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tagar "Indonesia Terserah" .

Suatu negara memungkinkan untuk menerapkan protokol new normal jika sudah memenuhi beberapa ketentuan khusus seperti standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berikut syaratnya:

  1. Negara yang akan menerapkan konsep new normal harus mempunyai bukti bahwa transmisi virus corona mampu dikendalikan.
  2. Negara harus punya kapasitas sistem kesehatan masyarakat yang mumpuni, termasuk mempunyai rumah sakit untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien Covid-19
  3. Risiko penularan wabah harus diminimalisasi terutama di wilayah dengan kerentanan tinggi. Termasuk di panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian.
  4. Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja harus ditetapkan, seperti physical distancing, fasilitas mencuci tangan, etiket batuk dan bersin, dan protokol pencegahan lainnya.
  5. Risiko penularan impor dari wilayah lain harus dipantau dan diperhatikan dengan ketat.
  6. Masyarakat harus dilibatkan untuk memberi masukan, berpendapat, dalam proses masa transisi the new normal.

Inilah keenam poin sebagai konsep new normal versi WHO yang mesti dipenuhi setiap negara yang ingin menerapkan protokol new normal.

Lantas, bagaimana dengan protokol new normal versi pemerintah Indonesia? Sudahkah memadai dan sesuai dengan standar WHO tersebut?

Untuk menggerakkan roda perekonomian di tengah wabah ini, Kementerian Kesehatan mengeluarkan panduan pencegahan, dan penanganan virus corona di lingkungan kerja. Yang tujuannya adalah untuk memutus mata rantai pandemi Covid-19, sekaligus mendorong keberlangsungan perekonomian.

Panduan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Nomor: Hk.01.07/Menkes/ 328/2020 tentang Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Panduan new normal di lingkungan kerja itu, sila baca di sini.

Sesungguhnya panduan ini hampir tidak ada yang baru sebatas berkaitan dengan protokol kesehatan dalam percepatan penanganan pandemi selama ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline