Setiap perbuatan bani Adam (manusia) untuknya. Kecuali puasa. Sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku. Dan Aku (Tuhan) yang akan memberi balasannya. | Hadis Qudsi
Berdasarkan Hadis Qudsi (firman Tuhan yang redaksi dan narasinya dari Nabi Muhammad) di atas, bahwa puasa adalah salah satu ritual (ibadah) yang sangat berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain. Seperti salat, zakat atau haji, itu semuanya ada semacam seleberasi ritual. Secara kasat mata, semua orang bisa menyaksikannya. Puasa tidak.
Puasa adalah ibadah yang bersifat rahasia, pribadi, dan sangat personal. Hanya orang yang berpuasa itu sendiri dan Tuhannya yang tahu kalau yang bersangkutan sedang berpuasa.
Orang lain, selain dirinya sendiri dan tentu Tuhan, sekadar bisa menerka, dan mengetahui yang tampak, bukan realitas yang sesungguhnya. Apakah ia benar-benar berpuasa, atau sekadar berpura-pura berpuasa.
Karena orang lain bisa saja dikelabui dan dibohongi, apakah ia berpuasa atau tidak. Tapi dirinya dan Tuhan tidak mungkin bisa dibohongi. Jadi orang yang berpuasa diajak dan dituntut untuk bersikap jujur dan yakin akan keberadaan Tuhan. Meyakini di mana Tuhan itu.
Artinya, puasa itu mengajarkan kejujuran, sekaligus keyakinan bahwa Tuhan itu Maha Hadir dan Maha Dekat (Omnipresent). Bahkan Al-Quran menyatakan, bahwa Tuhan itu lebih dekat daripada urat leher (pembuluh darah) kita sendiri (Al-Quran Surah Qaf [50] Ayat 16).
Dan ke mana pun kita menghadapkan wajah kita, di situlah akan tampak wajah Tuhan (Al-Quran Surah Al-Baqarah [2] Ayat 115). Tidakkah kita mengetahui bahwa Tuhan itu Maha Melihat? (Al-Quran Surah Al-'Alaq [96] Ayat 14).
"Dan ketika hamba-hambaKu bertanya tentang Aku (Tuhan), maka katakan (Muhammad) bahwa Aku adalah dekat. Aku akan mengabulkan doa-doa mereka ketika memohon kepada-Ku. Maka perkenankanlah (segala perintah-Ku) dan berimanlah kepada-Ku. Agar mereka selalu berada pada kebenaran." (Al-Quran Surah Al-Baqarah [2] Ayat 186)
Tentang kesadaran spiritual seperti ini, kita bisa becermin pada peristiwa yang terjadi di zaman kepemimpinan Umar Bin Khattab. Diceritakan bahwa ketika Umar Bin Khattab menemui seorang anak gembala di savana yang tengah menggembalakan ratusan kambing milik majikannya.
Sontak terpikir oleh Umar Bin Khattab keinginannya untuk menguji sikap kejujuran dan amanah seorang anak gembala ini. Lalu, Amirul mukminin menyampaikan keinginannya tadi untuk membeli satu ekor saja dari ratusan kambingnya itu.