Ketika membaca surat kabar "The Strait Times," saya terkesima dengan artikel yang berjudul "everyone can live, work and enjoy." Ternyata tentang kota Tanjung Pinang, ibukota propinsi Kepri yang sudah sejajar dengan kota kota dunia seperti Sydney (Australia), Kopenhagen (Denmark) dan Amsterdam (Belanda).
Saya dan istripun tertarik untuk singgah sehari. Dari Singapura, kami membeli tiket ferry langsung menuju pelabuhan Tanjung Pinang. Keluar dari ferry, antre di counter imigrasi. Setelah itu, menuju ke terminal transportasi lokal: banyak sekali pilihan transportasi. Kami memilih LRT (Light Rail Train) menuju ke "Botanical Garden" dan "Mini Zoo." Sepanjang jalan terlihat kota Tanjungpinang yang bersih, dan lalu lintas yang tertib (anti macet).
Terlihat pula taman taman kota yang hijau. Di sebelah taman ada lapangan olahraga volleyball dan sepak bola ukuran sedang. Terlihat pula "foodcourt" antara sudut taman dan lapangan olahraga. Tua, muda, remaja dan anak anak berwajah ceria: ada yang sedang bermain, ada pula yang sedang menikmati secangkir kopi sambil ngobrol akrab.
Di gerbang Botanical garden" dan "Mini Zoo," ada brosur tentang asal hewan dan tumbuhan. Semuanya mewakili kecamatan dan pulau pulau yang ada di propinsi Kepri. Mengejutkan, ternyata ada 350 spesies flora dan fauna langka yang berasal dari Pulau Pejantan, Tambelan. Hasil deskripsi dari "the institute of critical zoologists," Jepang bahwa 350 spesies itu bukan hanya langka, tetapi tidak bisa ditemui di belahan dunia manapun: hanya endemik di Pejantan, Tambelan, Kepri.
Setelah puas memotret sana sini, istri saya singgah di counter oleh oleh. Dia membeli miniatur burung dara berekor panjang yang langka dari Pulau Pejantan, Tambelan. Miniatur itu hasil kerajinan tangan anak muda Kepri. Kelihatan seperti burung asli. Istri saya membeli 5: satu untuk dipajang di rumah, sisanya untuk oleh oleh teman kerja.
Jalan Bawah Tanah
Kami kembali naik LRT menuju ke Laman Boenda, lokasi Gedung "Opera" Gonggong, icon kota Tanjung Pinang. Di depan "Tugu Pensil," LRT berhenti, kami dipersilakan jalan bawah tanah. Mirip di Fokuoka, Jepang, suasana bawah tanah dingin ber-AC dan tentu saja terang benderang. Ada pula fasilitas "moving walkway," untuk yang malas jalan kaki.
Kiri kanan jalan berbaris pertokoan. Di sisi kiri, setiap 20 toko ada "section" tembok transparan terbuat dari kaca. Ukurannya persegi panjang: tinggi 4 meter dan panjang 16 meter. Dari balik kaca, seperti di kota Amsterdam, Belanda, kita bisa melihat laut dan dasarnya. Ikanpun terlihat berenang ke sana ke mari.
Kemudian ada pula aquarium section yang menyimpan ratusan jenis ikan ikan laut dari berbagai pulau di Kepri. Seperti di Kopenhagen, Denmark, ada ikan "listrik." Saya mencoba menyentuh kaca, secara tiba tiba ikan tersebut mengeluarkan aliran listrik. Di sisi kiri aquarium, ada alat pengukur berapa voltase listrik yang dihasilkan oleh ikan tersebut.
Di salah satu toko "duty and tax free shop," istri saya singgah. Dia membeli "binocular" dan "rayban." Dia terkejut, harganya jauh lebih murah seperti yang tertera di online catalog atau amazon.com. Terjadi percakapan berikut:
Istri:"apa ini asli?"