Lihat ke Halaman Asli

Lebih "Terang Benderang" di Afrika daripada Pulau-pulau di Kepulauan Riau

Diperbarui: 21 Mei 2017   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu sekolah di desa di Kenya Afrika, diterangi listrik tenaga matahari selama 24 jam. (Foto-1, sumber: https://www.worldenergy.org/news-and-media/news/key-players-to-facilitate-high-level-dialogue-at-africa-energy-indaba-2017/)

Mengejutkan, ternyata investasi listrik tenaga matahari di negara negara berkembang (Afrika) mengalahkan negara negara maju (Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Canada). Angkanya sekitar AS$ 150 Milyar (Rp 2 ribu triliun) untuk tahun 2015 saja. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan 25 tahun ke depan, semua sudut (desa) di Afrika akan “terang benderang” oleh listrik.

Itu di desa desa di Afrika, bagaimana pula di pulau pulau di Kepulauan Riau? Ada sekitar 2.400 lebih pulau, dan sekitar 2 ribu pulau pula masih “gelap gulita.” Bahkan di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan,  listrik hanya hidup maksimal 12 jam sehari. Sudah itu, hidup tak selalu 12 jam, lebih banyak mati pula. Selanjutnya, di Afrika 25 tahun nanti, semua desa akan terang. Tapi di Tambelan sudah 27 tahun “gelap paput,” dalam bahasa melayu.

Untuk pendidikan, bandingkan dengan kondisi sekolah di Pulau Pejantan, Tambelan, Bintan, Kepri (lihat foto-2 di bawah). Bukan hanya tanpa listrik, tapi juga tanpa kursi, meja, pintu, dan tanpa jendela. Mungkin lebih buruk dari kondisi kandang hewan di Afrika.

Kondisi sekolah di Pulau Pejantan, Tambelan, Bintan, Kepri. (Foto-2, sumber: KMTI, 2017)

Pemda Kepri selalu “berkoar koar” bahwa SDM Kepri mampu menandingi SDM negara negara yang berbatasan seperti Singapura dan Malaysia. Dengan sekolah yang lebih buruk dari kandang ayam, apakah “koar koar” itu akan atau sudah tercapai?

Program “Saving Life”

Rumah sakit atau klinik atau Puskesmas dianggap sebagai “saving life”, satu satunya tempat untuk menyelamatkan nyawa di Afrika. Sehingga, tanpa ragu, pemerintah negara negara Afrika melengkapinya dengan listrik 24 jam. Maka, dokter atau tenaga medis mampu mengoperasikan peralatan yang ada di semua puskesmas, apakah di desa terpencil, gunung, lembah dan ngarai.  

sumber: cleantechnica.com

Di Kepri, tak hanya puskesmas, kondisi rumah dinas dokterpun sangat memprihatinkan. Bandingkan kondisi rumah dinas dokter di Tambelan, Bintan Kepri (foto 4) dan rumah penduduk di Afrika (foto 5).

Bedanya, rumah dinas dokter di Tambelan listriknya lebih banyak mati (kalau hidup, maksimum hanya 12 jam), sementara rumah penduduk di Afrika listriknya hidup 24 jam, terus menerus. Di depan rumah dinas dokter di Tambelan ada sapu buruk, sedangkan rumah penduduk di Afrika ada dua laptop.

Kondisi rumah dinas dokter di Tambelan, Bintan, Kepri (Foto-4, sumber: Putra Tambelan, 2014).

Persamaan antara rumah dinas dokter di Tambelan dan rumah rakyat biasa di Afrika adalah sama sama “jelek.” Kata banyak orang:”lebih cocok untuk memelihara hantu.”  Seram dan menyeramkan.

Rumah rakyat biasa di Kenya, Afrika, terang 24 jam (Foto-5, sumber : http://remotesolar.blogspot.com/2010/02/desing-considerations-2.html)

Semua negara negara Afrika, mulai dari Utara Afrika, Maroko sampai ke Selatan Tanjung Harapan, Afrika Selatan sangat serius menangani masalah listrik. Semua sumber energi, termasuk minyak, panas bumi, matahari, angin dan sampah dipakai untuk menghasilkan listrik.

Negara Maroko, bahkan sudah ancang ancang untuk ekspor listrik yang berasal dari tenaga matahari pada tahun 2020 (3 tahun ke depan). Angka industry listrik ini tak tanggung tanggung, yaitu AS$ 500 milyar (Rp 6 ribu trilun lebih). Sasaran ekspor adalah semua negara Eropa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline