Lihat ke Halaman Asli

Muhyiddin

mahasiswa

Tradisi Toleransi Agama dan Perjuangan Melawan Rasisme "PAPUA"

Diperbarui: 30 Juni 2024   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Papua, sebagai sebuah wilayah yang kaya akan budaya dan keanekaragaman alam, merupakan rumah bagi berbagai kelompok etnis yang membentuk masyarakatnya yang unik. Terletak di ujung timur Indonesia, pulau Papua dan Papua Barat menghadirkan pandangan yang memikat tentang kehidupan manusia yang erat terhubung dengan alam.

Masyarakat Papua hidup dalam keberagaman bahasa, tradisi, dan adat istiadat yang kaya. Mereka tinggal di komunitas-komunitas kecil yang sering kali bergantung pada sumber daya alam seperti hutan, sungai, dan lautan untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Pertanian, berburu, dan nelayan menjadi pilar utama dalam kehidupan ekonomi dan sosial mereka. Selain itu, seni ukuir, tarian, dan nyanyian budaya melengkapi kekayaan budaya mereka di setiap daerah.

Meskipun keindahan budaya dan alam Papua begitu menonjol, tantangan-tantangan kompleks juga menyertainya. Masalah akses terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, ketimpangan ekonomi, serta konflik sosial tetap menjadi perhatian serius bagi masyarakat Papua. Kelompok-kelompok tertentu, seperti KKB (kelompok kriminal bersenjata), terus mengadvokasi referendum untuk kemerdekaan Papua, menambah kerumitan situasi sosial-politik di sana.

Jusuf Kalla mencatat bahwa persepsi sebagian masyarakat Papua merasa 'dijajah' menjadi pemicu masalah yang belum terselesaikan, meskipun upaya Pemerintah membentuk Otonomi Khusus (Otsus) dengan anggaran besar. Sayangnya, anggaran ini belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat Papua, melainkan lebih dinikmati oleh kaum elit.

Masalah ekonomi juga mencuat di Papua, dengan harga-harga barang pokok yang mencengangkan, seperti satu batang rokok mencapai 50 ribu rupiah. Kenaikan harga rokok, meskipun kontroversial, didukung oleh beberapa pihak di antaranya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg Aloysius Giyai, yang berpendapat bahwa langkah ini dapat mengurangi dampak negatif rokok terhadap kesehatan masyarakat.

Terkait isu rasisme, masyarakat Papua menghadapi diskriminasi sistemik yang telah berakar sejak Papua menjadi bagian Indonesia pada tahun 1960-an. Diskriminasi ini tercermin dalam akses terbatas terhadap pendidikan, layanan kesehatan, lapangan kerja, dan keadilan, serta perlakuan tidak adil dan merendahkan martabat mereka dalam interaksi sosial dan sistem hukum.

Di tengah dinamika ini, tradisi toleransi agama di Papua tetap kuat, dengan masyarakatnya yang sangat menghargai keberagaman agama. Namun, identitas ke-Papua-an mereka menjadi sensitif, dan serangan terhadap martabat mereka, seperti kasus rasisme di Surabaya yang menyebut mereka sebagai "monyet", telah memicu reaksi kuat dan demonstrasi di Papua.

Menurut Otis Tabuni, seorang intelektual muda Papua, rasisme bukan hanya menyakiti perasaan tetapi juga merendahkan nilai dan posisi orang Papua. Kasus-kasus seperti ini tidak hanya menjadi gangguan terhadap martabat mereka, tetapi juga menunjukkan perlunya upaya bersama dari pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga internasional untuk menegakkan perlindungan hak asasi manusia yang merata bagi semua warga Indonesia, tanpa memandang latar belakang budaya atau etnis.

Dengan demikian, melalui penghargaan terhadap keberagaman budaya dan agama serta perjuangan melawan rasisme, masyarakat Papua berupaya untuk menghadapi tantangan yang kompleks demi mencapai perdamaian dan keadilan yang berkelanjutan di wilayah mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline