Lihat ke Halaman Asli

Muhtolib

Seneng ngopi sambil bermacapat

Menyoal RUU Sisdiknas

Diperbarui: 30 Maret 2022   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ramai dibicarakan terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Banyak media menyuarakan polemik ini, dari mulai isu kata "madrasah" yang dihilangkan, liberalisasi pendidikan, hingga permasalahan pembiayaan yang bersumber dari masyarakat.  Meski RUU Sisdiknas ini belum final, baru tahap uji publik, namun menimbulkan kontroversi yang luar biasa. DPR pun rencana memanggil Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim.

Akhirnya, tidak sedikit publik yang berspekulasi, Kemdikbud seolah anti dengan kata "madrasah", Kemdikbud terlalu terburu-buru, dan spekulasi adanya kepentingan lain dibalik penyusunan RUU Sisdiknas. Terlepas dari itu, saya sepakat bila pendidikan kita seyogyanya hanya bernaung dalam satu payung hukum atau peraturan perundangan. Kita tahu bahwa regulasi pendidikan terbagi dalam tiga undang-undang; UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, UU Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012, dan UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005.

RUU ini menjadi penting untuk dibahas. Hal ini kaitannya dengan penggabungan tiga aturan perundangan pendidikan dan pentingnya negara menjamin pendidikan yang berkualitas dan merata, seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Pengaruh budaya, globalisasi dan kemajuan teknologi meniscayakan adaptasi bagi sebuah regulasi, terutama dalam bidang pendidikan.

Draf RUU Sisdiknas memuat penguatan kualitas pendidikan dalam mewujudkan generasi emas Indonesia 2045. Kualitas pendidikan diartikan sebagai kualitas dari proses sebuah pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri, ruhnya adalah kurikulum. Hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran, pendidik, maupun sarana penunjang. Sedangkan pendidikan berkualitas lebih menekankan pada output dari proses itu sendiri, berkualitas berarti kompeten dan berkarakter.

Kurikulum dalam draf RUU sisdiknas memberikan ruang kepada sekolah untuk berkreasi, melakukan inovasi dan improvisasi terhadap tujuan pendidikan. Hal ini menjadi penekanan dibanding kurikulum pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, Permasalahan di kurikulum draf RUU sisdiknas ini adalah potensi ketimpangan sekolah unggulan dan sekolah biasa. Hal ini berkaitan dengan pemerataan kualitas pendidikan.

Terkait kata "madrasah", secara historis, ada empat macam perundangan dalam pendidikan yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu UU RI No. 4 Tahun 1950, Penpres RI No.19 Tahun 1965, UU RI No.2 Tahun 1989, dan UU RI No.20 Tahun 2003. Kata "madrasah" ini tidak diatur dalam tiga undang-undang sebelumnya, kemudian pada UU RI No.20 Tahun 2003, eksistensi madrasah diakui dalam undang-undang. Hal ini tentu sebuah kemajuan dalam pendidikan, agama yang sarat sentuhan karakter menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional. Pencapaian tujuan pendidikan yang mewujudkan generasi berkarakter akan lebih mudah tercapai.

Selanjutnya adalah pemerataan pendidikan dalam RUU Sisdiknas. Meski dalam RUU disebutkan bahwa setiap warna negara berhak atas pendidikan yang bermutu. Tapi ironisnya,  ada pasal tentang persekolahan mandiri/unggulan. Hal ini bisa memicu eksklusifitas dalam pendidikan. Hanya orang-orang tertentu saja atau orang yang banyak uang yang dapat mengaksesnya. Sangat kontradiktif. Negara menjamin pemerataan pendidikan, tapi tidak dibarengi dengan kualitasnya.

Sebuah penyusunan perundang-undangan tentu mengacu pada aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis. Peraturan yang mempertimbangkan falsafah bangsa, Pancasila dan UUD 1945, melihat kebutuhan masyarakat, bukan kepentingan kelompok tertentu, dan memperhatikan kepastian hukum, terutama penciptaan keadilan pada masyarakat.

Pemerataan dan kualitas menjadi ruh dalam penyusunan RUU Sisdiknas. Pemerataan tanpa mengabaikan kualitas pendidikan, dan pendidikan berkualitas yang bisa diakses dengan merata. Tidak ada eksklusifitas, liberalisme, dan sulitnya akses pendidikan. RUU Sisdiknas perlu menjawab kebutuhan masyarakat dan wujudkan generasi Indonesia emas 2045.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline