Lihat ke Halaman Asli

Muhtolib

Seneng ngopi sambil bermacapat

Menyiasati Ancaman Golput di Pemilu 2024

Diperbarui: 23 Maret 2022   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi golput. (DOK KOMPAS/HANDINING via kompas.com)

Ada berbagai alasan seseorang menggunakan hak pilihnya atau tidak dalam pelaksanaan pemilu. Dari alasan idealis hingga pragmatis. Bila tidak menggunakan hak pilih, salahkah? 

Meski punya alasan kuat, karena tidak sesuai dengan visi misi calon atau pemilih tidak punya keyakinan kuat pada calon pemimpin bahwa akan ada perubahan setelah terpilihnya nanti.

Pertanyaan tadi tidak dihukumi benar atau salah, karena bukan sebuah larangan. Itu kan hak politik kita. Golput sering diartikan sebagai  golongan putih. Namun, dalam konteks ini golput tidak bisa disamakan dengan "golongan". Karena lebioh bersifat individu.

Istilah golput muncul pada pemilu 1971 oleh seorang sosiolog sekaligus aktivis, Arif Budiman, Kakak dari Soe Hok Gie. Alasan golput waktu itu karena pemerintah membatasi jumlah partai dan keberadaan partai lain hanya sebagai pelengkap. 

Dari tahun ke tahun, isu golput selalu muncul dipergelaran pemilu. Bila melihat angka golput sejak pemilu 1971, tren-nya cenderung naik. Meski pernah mengalami penurunan, tapi sebagian besar pemilu, angka golputnya naik.

Angka partisipasi pemilih bersumber dari  Ditpolkom Bappenas menyebutkan bahwa rentang pemilu 1971 hingga 1997 golput cenderung relatif kecil, tidak melebihi 10% karena saat itu pemerintah sangat kuat melakukan pressure terhadap partisipan.  

Namun, dalam 3 kurun waktu pemilu terakhir, yakni 2009, 2014, dan 2019 angka golput selalu lebih dari 10%. Secara keberhasilan pemilu, dengan faktor partispasi pemilih, bisa jadi lebih baik pada masa orde baru. 

Angka golput yang melebihi 10% belum tentu pemilu itu menjadi buruk. Amerika yang sudah mapan berdemokrasi, angka golputnya bisa mencapai 40%. Tapi, hal ini tidak bisa menjadi pembenaran bagi siapapun untuk menjadi golput pada pemilu 2024.

Golput, menurut Arif Budiman terbagi dalam tiga kategori; golput murni, golput kecelakaan, dan golput sadar. 

Golput murni diartikan sebagai memilih untuk tidak menggunakan hak pilih karena alasan prinsipil, seperti; masa orba yang hanya boleh memilih 3 parpol saja, partisipan  lebih ditekankan diarahkan pemerintah untuk memilih partai tertentu pada saat itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline