Lihat ke Halaman Asli

Muhtolib

Dosen di STAI Nurul Iman Parung Bogor

Arak-arakan sebagai Tradisi Khataman Al-Qur'an di Purworejo

Diperbarui: 19 Oktober 2023   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pituruhnews.com/2018/07/selain-di-gelar-di-pituruh-arak-arakan.htmlInput sumber gambar

Pada dasarnya tradisi merupakan bagian dari kontruksi sosial budaya masyarakat tertentu dimana terdapat nilai yang dominan, yang akan mempengaruhi aturan dan cara bertindak masyarakat dan aturan dalam bertingkah laku tersebut secara Bersama-sama membentuk pola kebudayaan di dalam masyarakat. Setiap tradisi tersebut memiliki latar belakang nalar kebudayaan dan memiliki makna bagi orang yang hidup dalam tradisi tersebut.

Berangkat dari pengertian tersebut, tradisi Khataman al-Qur'an memiliki kebudayaan dan makna filosofi yang sangat mendalam, jika ditelisik lebih lanjut. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan tradisi pada berbagai suku bangsa baik Jawa, Sunda, Bugis, Minangkabau, dan lan sebagainya. Di Jawa ada salah satu tradisinya yang cukup popular di tengah masyarakat yaitu tradisi Khataman al-Qur'an. Tradisi Khataman al-Qur'an merupakan salah satu tradisi yang cukup ditunggu-tunggu oleh masyarakat di daerah Purworejo Jawa Tengah dan sekitarnya.

Penyebaran agama Islam di Nusantara terjadi sekitar pada abad 9 M, dilakukan secara akulturatif dalam rangka penyebaran agama Islam yang damai (rahmatan lil 'alamin). Dalam sejarah Indonesia Ketika Islam masuk di Nusantara telah melakukan akomodasi dengan tradisi-tradisi lokal. Antara Islam dan tradisi lokal terjadi proses Tarik-menarik bukan saling menghapus dan melenyapkan, namun proses saling memberi dan menerima yang sesuai Islam

 Islam tidak menghilangkan tradisi lokal selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dan Islam juga tidak membabat habis tradisi lokal yang memiliki keterkaitan dengan tradisi besar Islam. Oleh karena itu, Islam yang berkembang memiliki kekhasan tersendiri, dimana Islam menghargai atas tradisi yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Penyebaran agama Islam juga dilakukan melalui dua strategi, yakni melalui perdagangan dan juga melalui pendekatan budaya. Hasil fisik dari proses akulturasi Islam dan budaya lokal juga terbukti misalnya dengan adanya bentuk bangunan masjid Menara kudus, pada bangunan masjid Demak. Mesjid Agung Demak adalah masjid hasil akomodasi Islam dengan budaya lokal, dimana Ranggon atau atap yang berlapis adalah konsep Meru, konsep pra Islam atau konsep Hindu Budha yang terdiri dari Sembilan susun yang dipotong, di zaman sunan Kalijaga menjadi 3 susunan yakni yang melambangkan keberagaman seorang muslim yaitu Iman, Islam, Ihsan.

Begitu juga di masjid- masjid yang ada di jawa tengah, sebut saja misalnya Masjid Agung Purworejo Jawa Tengah. Hal yang menarik tradisi di Purworejo adalah tradisi arak-arakan khataman al-Qur'an, yang biasnya diadakan di bulan maulud, rajab, ruwah (bulan jawa).

 Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Purworejo ini mengenal tradisi arak-arakan khataman al-Qur'an. Tradisi arak-arakan ini dahulunya konon diadakan malam hari dengan dimeriakan atraksi main api, (abit) dan pawai obor. Namun berjalannya waktu di era kebelakang-sekarang, di laksanakan di siang hari. Mengenai kapan dan dimana tradisi tersebut belum ada kepastian sejarah awal munculnya tetapi masih dilestarikan sampai sekarang.

Tradisi arak-arakan Khataman al-Qur'an dilaksanakannya ketika seorang anak sudah menyelesaikan pendidikan baca Al-Qur'an 30 juz. Ia sudah bisa membaca al-Qur'an dengan benar sesuai ilmu tajwid.  Biasanya Setiap orang tua, memasukkan anaknya ke masjid, musholah, atau madrasah TPA mengaji al-Qur'an setelah maghrib. Anak belajar membaca al-Qur'an antara umur 5-12 tahun, setelah dianggap mampu membaca al-Qur'an dengan baik dan selesai mengaji 30 juz, maka kemudian diadakan tradisi arak-arakan khataman al-Qur'an. 

Semua anak yang sudah Khatam, akan diarak (pawai) dengan menaiki Kuda, delman, dan becak. Sementara di era sekarang sudah menjadi kebanggaan di masyarakat menaiki kuda harus yang bisa berjoged, menari (dengan diiringi musik). Anak yang khataman juga harus memakai baju yang dirias dengan meriah bernuansa Islami. Dalam Rangkaian arakan-arakan, anak-anak dipayungi oleh kerabat atau saudaranya dengan gagar mayang (hiasan lidi yang dibalut kertas beraneka warna). Rombongan Mengiringi di belakangnya.  

Dengan iringan musik perkusi dinamakan kencrengan jedor, yakni dengan alat rebana dan beduk kecil dengan lantunan shalawat yang ada di kitab maulid al-Barjanji, ikut meramaikan juga dengan musik Drum band, mengiringi proses arak-arakan keliling kampung dalam rangka silaturahmi dan memberi tahu orang banyak bahwa anak-anak  sudah selesai mengaji 30 juz dan sudah pandai membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. 

Tradisi arak-arakan Khataman al-Qur'an dilaksanakan juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa dan berbangga atas kepandaian anak-anak dalam membaca Al-Qur'an dan suatu harapan orang tua setelah khatam Al-Qur'an mereka bisa berperilaku baik, menjadi anak-anak yang shalih, shalihah dan mengamalkan ilmunya serta menjadi contoh buat adik-adik setelah khatam al-Qur'an berperilaku baik. Setelah selesai prosesi arak-arakan dengan keliling kampung/desa, maka setiap anak akan membacakan al-Qur'an di depan umum, satu persatu mereka mendapat giliran membaca.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline