Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Catatan Acara Mancing Sastra Komunitas Masyarakat Lumpur

Diperbarui: 25 Mei 2017   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 21 Mei 2017 layak dicatat dalam sejarah Komunitas Masyarakat Lumpur. Sebuah program telah lahir dan diberi nama Mancing Sastra. Bukan pertama kali sebenarnya. Uniknya, Mancing Sastra sebagai sebuah nama mengacu pada pemahaman yang beragam. Kata mancing secara eksplisit berarti mengharapkan perolehan ikan dengan umpan. Namun, mancing juga berimplikasi pada keheningan, harapan akan sebuah kejutan ketika umpan dimakan oleh ikan, dan kepuasan. Memancing tidak lagi hanya soal perolehan. Mungkin “mancing sastra” juga dimaksudkan untuk itu.

Acara ini sebenarnya dimaksudkan untuk membedah karya dalam rangka pengembangan literasi. Sayang implikasi keheningan ada ketika peserta yang hadir paling banyak penyair dan pemerhati “lama”, senior dan pengurus komunitas, wajah-wajah lama: M. Helmi Prasetya, Rozakki, Anwar Sadat, Joko Sucipto, Muzammil Frasdia, Bangkit Prayogo, Suryadi Arfa, dan Putra Mulya Nurjaya. Penulis atau pemerhati “baru” hanya tiga orang. Yang kuingat Cuma Dian Kunfilah. Semuanya mahasiswa. Itu pun hanya anggota komunitas. Tiga dari sekian banyak anggota.

Terlepas dari itu, acara yang diadakan di Pendopo Pratanu, Bangkalan ini berjalan luar biasa. Karya yang dibedah kali ini adalah Cholil Anwar Sedang Sakit sebuah antologi tunggal karya M. Holel Shangsa mahasiswa tahun kedua prodi PBSI STKIP PGRI Bangkalan, anggota Komunitas Masyarakat Lumpur. Pembedah Eko Sapto Utomo. Acara sederhana ini dibuka Agus Alan Kusuma (moderator). Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan penulis tentang karya. Singkat sekali. Maklum dalam tahap belajar. Tujuan mancing salah satunya ini. “Belajar berbicara”.

1-5926585e52937313040d2f9e.jpg

Eko, selanjutnya, membahas kelebihan dan kekurangan buku. Dalam paparannya ia menyampaikan tema sebagai sebuah kekhususan Holel dalam konteks komunitas. Ia mempertentangkan dengan penulis lain yang cenderung “berasyik-asyik” dengan pikirannya sendiri dan tidak “membumi”. Kelemahan buku tersebut, menurut Eko, terletak pada kata-kata “baru” yang diciptakan penulis tanpa memberi penjelasan. Padahal kreasi itu tidak ditemukan di KBBI sebagai perbendaharaan kosa kata bahasa Indonesia.

1-592659149593736b584b76bf.jpg

Selanjutnya, diskusi berjalan dengan panas dan bernas. Nama-nama eropa menggelinding dari audiens. Konsep-konsep berja-Tuhan. Gurauan sesekali menyela diiringi tawa. Maklum sebagian besar peserta berpendidikan pasca-sarjana. Sayang sekali, diskusi yang cemerlang ini tidak dihadiri oleh golongan mahasiswa calon sarjana. Sunguh sayang sekali.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline