Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Rafi Azzamy

Seorang Pelajar

RUU Cilaka : Demo tak Seharusnya ke Kantor DPRD Kabupaten/Kota, Yang Benar Menuju Kediaman Dapil DPR di Tiap Daerah

Diperbarui: 12 Oktober 2020   05:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Katadata

Masih membahas soal demonstrasi, rupa-rupanya topik inilah yang paling lezat disantap publik pada bulan-bulan Omnibus ini. Dimana-mana telah terjadi demonstrasi yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang CELAKA (maksud saya cilaka) oleh Dewan Perwakilan Rakyat, kalau rakyat tak merasa diwakilkan oleh DPR, berarti DPR telah mengalami disfungsi hehe. Oke, lanjut kepada pembahasan kita, agar gak nyeleweng kemana-mana, sebelum memasuki topik utama, saya akan sedikit memberi pengantar untuk arah pemikiran pembaca. 

Demonstrasi adalah sarana bangsa untuk menyalurkan aspirasi, ada yang berlangsung tenang, ada pula yang ricuh dan tidak karuan, yah tergantung bagaimana para demonstran mendapat tanggapan oleh orang-orang kekuasaan. Bila mereka simpati dan peduli, maka rakyat akan senang hati, bila mereka apatis, rakyat-pun anarkis, dari dulu hingga kini yah itu-itu aja lah kejadian demonstrasi ini, variabel efektifitasnya juga tak terlalu banyak konstanta signifikannya. 

Untuk menggali objektifitas penyelesaian dari suatu fenomena (kejadian) dan problematika (permasalahan), kata Descaryes, kita harus mengetahui terlebih dulu asal-usul permasalahannya, saya kasih sebuah Contoh :

Misalkan pada kejadian demonstrasi ini, asal-usul permasalahannya adalah kebijakan RUU Omnibus Law, yang melakukan atau subjeknya ialah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka yang harus disalahkan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Setelah mengetahui asal-usul permasalahan, maka kita dapat memilih metode yang digunakan sebagai sarana penyelesaian, saya kasih Contoh pada permasalahan yang sama lagi :

Setelah kita mengetahui akar permasalahan pada kasus Omnibus ini, kita dapat menggunakan beberapa metode sebagai suatu penanganan :

  1. Yudicial Review, yakni metode peninjauan atas kesalahan-kesalahan undang-undang yang dimungkinkan terjadi pada mendatang, atau bertentangan dengan undang-undang dasar 1945
  2. Demonstrasi, yakni metode menyampaikan aspirasi untuk menggugah empati dari orang-orang konstitusi yang bersangkutan. 

Setelah memilih metode, kita dapat menerapkan sekaligus menguji efektifitasnya terhadap penanganan permasalahan, saya kasih Contoh lagi pada permasalahan yang sama :

  1. Penerapan Yudicial Review, efektifitasnya tak terlalu banyak, karena Mahkamah Konstitusi yang menjadi sarana dapat berpihak, ditambah penguasa dapat menentukan alurnya. 
  2. Penerapan Demonstrasi, asalkan metodenya yang digunakan dapat menjamin, maka efektifitasnya dapat menjadi sangat besar untuk menyelesaikan permasalahan.

Saya akan lebih membahas metodologi rakyat,  yaitu demonstrasi pada tulisan kali ini, karena metode Yudicial Review adalah tugas akademisi,  lebih tepatnya sedikit memperbaikinya agar efektifitasnya sebagai penyelesaihan masalah lebih meyakinkan lagi. 

Apa yang dilakukan oleh para demonstran seperti Buruh, Mahasiswa, Pelajar dan Elemen-elemen bangsa lainnya, terutama yang mendemo kantor DPRD di Kabupaten atau Kotanya untuk menyelesaikan problem RUU Cipta Kerja, saya rasa efektifitasnya meragukan, justru dapat menimbulkan kegagalan dalam penalaran. 

"RUU Cipta Kerja ialah produk DPR pusat tingkat Negara, bukan produk DPRD yang membuat Perda"

Jadi untuk apa demonstrasi kepada DPRD Kabupaten atau Kota? Padahal DPRD sama sekali tak terlibat untuk membuat Rancangan Undang-undang tersebut, disinilah kita memasuki topik utama pada tulisan saya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline