Lihat ke Halaman Asli

Televisi dan Gerakan Kita Cinta Bahasa Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Saya memiliki seorang kakak perempuan yang kini berdomisili di Tangerang. Dia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa, yang aktivitas sehari-harinya hanya mengurus rumah, suami, dan ketiga buah hatinya.

Meskipun hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga, kakak perempuan saya sangat memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ia selalu memberikan pembinaan dan motivasi kepada anak-anaknya untuk tidak membudayakan bahasa gaul dalam berkomunikasi.

Ia menyadari betapa sulitnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di zaman sekarang, terlebih di kawasan sekitar ibukota negara kita yang masyarakatnya secara umum banyak menggunakan kosakata bahasa gaul dalam berkomunikasi. Namun demikian, ia tetap yakin bahwa selain dia, masih banyak orang lain yang memiliki kepedulian untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Salah satu cara kakak memberikan pembinaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada anak-anaknya adalah dengan memilih tayangan televisi yang akan ditonton. Ia memberikan izin kepada anak-anaknya untuk menyaksikan hampir semua tayangan film animasi, film serial, maupun film layar lebar asing yang telah di-dubbing ke dalam bahasa Indonesia. Menurutnya, tayangan yang telah disulihsuarakan tersebut hampir selalu menggunakan kosakata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, tayangan film asing yang di-dubbing ke dalam bahasa nasional kita pun cenderung menggukana kosakata yang sopan dan beretika.

Tentu saja, ada juga film animasi asing yang tidak boleh disaksikan oleh anak-anak kakak saya. Yaitu film animasi asal negeri Sakura yang tokoh utamanya adalah seorang anak TK. Meskipun telah disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia, banyak kosakata (maaf) cabul yang kerap terlontar dari dialog sang tokoh utama.

Kakak perempuan saya tidak menganjurkan anak-anaknya untuk menyaksikan tayangan sinetron, infotainment, maupun reality show di televisi. Menurutnya, tayangan-tayangan tersebut tidak menunjukkan penghormatan kepada bahasa Indonesia. Betapa tidak, selain kacau-balau dalam hal tata bahasa, kosakata yang dipergunakan cenderung berasal dari kosakata bahasa gaul, kebarat-baratan, tidak sopan, tidak beretika, bahkan acapkali jorok.

Masalah penggunaan bahasa Indonesia pada tayangan-tayangan televisi komersial kita dapat ditemukan pada sejumlah sinetron. Pada sinetron kolosal berlatar belakang zaman kerajaan beberapa abad silam pun, banyak dijumpai dialog-dialog para tokoh menggunakan tata bahasa dan kosakata bahasa gaul.

Upaya kakak saya membatasi anak-anaknya yang masih belia untuk menyaksikan tayangan-tayangan tersebut di atas tentu ada baiknya. Sebab pakar komunikasi AS, Mc. Guire (1964), mengatakan bahwa anak-anak merupakan khalayak pemirsa labil sehingga mudah melakukan apa saja seperti yang mereka saksikan di televisi.

Dengan demikian, kurangnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada tayangan televisi komersial kita sebenarnya merupakan penyebab banyaknya masyarakat, terutama anak-anak dan generasi muda yang kurang pandai menggunakan bahasa nasional kita dalam berkomunikasi.

Oleh karena itu, sangat diharapkan para pengelola televisi maupun rumah produksi (production house) untuk dapat memproduksi dan menayangkan program-program siaran sinetron, infotainment, maupun reality show yang menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Sebab, jika bahasa yang ditayangkan di layar kaca adalah bahasa yang baik dan benar, tentu masyarakat akan turut berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

Alangkah lebih baiknya jika pemerintah kita juga mengaktifkan fungsi dan peran dewan bahasa sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara-negara lain. Di Arab Saudi misalnya, dewan bahasa mereka aktif menyaring dan melakukan adaptasi atas masuknya bahasa asing (terutama bahasa dari negara-negara Barat) sehingga eksistensi bahasa nasional mereka tetap terjaga. Seperti kosakata dari bahasa Inggris 'telephone' pada mulanya banyak diadaptasi masyarakat setempat menjadi 'tilifun'. Namun oleh dewan bahasa negara tersebut kemudian diganti dengan kosakata asli dari bahasa Arab berupa 'hatif' yang dalam bahasa Indonesia berarti 'bisikan'. Dikatakan sebagai 'hatif' karena pesawan telepon mengeluarkan suara seperti bisikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline