Kampung Mandar yang terletak di Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Kampung Mandar ini memiliki letal lokasi yang strategis karena berada pusat kota Banyuwangi, dekat pada Pantai Boom sehingga mudah diketahui oleh wisatawan asing maupun masyarakat lokal sendiri. Kampung Mandar dikenal sebagai dengan tradisi maritim yang kuat, juga memiliki keunikan budaya yang menarik untuk dieksplor. Kehidupan masyarakat Mandar dipenuhi dengan nilai-nilai budayayang diwariskan secara turun-temurun dari leluhur-leluhur sebelumnya. Disetiap sudut kampung Mandar menyimpan cerita, identitas yang kuat sebagai menjaga warisan leluhur yang tetap relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendiri dari Kampung Mandar sendiri berasal dari Sulawesi Selatan sebagai suku Bugis. Tokoh yang dikenal sebagai pendiri Kmapung Mandar sendiri adalah Puang Daeng Kapitan Galak, selain itu ada tokoh yang bernama Mojang Anjang sebagai penyebar agama Islam di Kampung Mandar, yang merupakan kerabat dari Puang Daeng Kapitan Galak. Kondisi geografis kampung mandar ini sangat berdekatan dengan Selat Bali, sebagai ciri atau identitas dari suku Mandar sebagai suku bahari. Sampai saat inipun, masih banyak penduduk kampung Mandar yang bekerja menjadi sebagai nelayan. Terkadang saat para nelayan mendapatkan ikan yang melimpah penduduk mandar mengadakan Petik Laut yang merupakan tradisi adat masyarakat kampung Mandar, yang merupakan bentuk ucapan rasa syukur kepada tuhan atas hasil ikan yang ada di laut yang melimpah.
Tradisi Petik laut ini biasanya dilakukan oleh para nelayan di Kampung Mandar ini di setiap tahunnya, dengan acaranya berupa pelarungan sesaji kepala sapi. Sesaji ini merupakan hasil bumi, makanan, dan simbolis adat yang dipercaya sebagai ungkapan terima kasih sekaligus ungkapan syukur sekaligus doa untuk keselamatan dan keberkahan para nelayan dalam menangkap ikan. Acara petik laut ini dilakukan secara meriah dengan adanya arak-arakan perahu yang telah dihias dengan penuh warna, dan perahunya diisi dengan kepala sapi yang telah dihias juga, juga ada musik dan tarian tradisonal yang ditampilkan dan pastisipasi masyarakat mandar sendiri.
Selain ada pelarung, kegiatan petik laut ini diiringi dengan pertunjukan seni seperti gandrung, jaranan, atau musik tradisional khas Banyuwangi. tidak hanya masyarakat mandar saja yang menghadiri acara petik laut ini ada banyak masyarakat dari luar kampung Mandar juga ikut berpatisipasi atau melihat acara tersebut. Tradisi petik lsut ini tidak hanya sebagai adat dari kampung Mandar juga berperan untuk mempererat sebagai sesama masyarakat kampung Mandar sendiri.
Tradisi adat kampung Mandar tidak hanya petiklaut saja, ada pula tradisi saulak yang dilakukan oleh masyarakat kampung Mandar yang merupakan keturunan Bugis-Mandar. Tradisi saulak ini dilakukan oleh seluruh masyarakat kampung Mandar tanpa memandang agama. Ritual Saulak ini dilaksanakan pada saat akan dikhitan, akan menikah, dan ketika kehamilan mengunjak bulan ketujuh. Beberapa hari sebelum dilakukannya Saulak, akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan tetua adat untuk mempersiapkan sesaji selama proses ritual. Menurut mitos masyarakat kampung Mandar, jika tidak melakukan ritual Saulak ini maka keluarga yang bersangkutan akan menerima malapetaka. Biasanya yang sering terjadi aadalah salah satu dari keluarga akan kerasukan roh buaya Mandar (yang diyakini sebagai roh leluhur).
Satu bulan sebelum diadakannya acara pelaksanaan Saulak ini, warga Desa Kampung Mandar, dan leluhur Kampung Mandar berkumpul dirumah yang akan di Saulak untuk menyiapkan segala sesuatu keperluan yang berhubungan dengan pelaksanaan Tradisi Saulak. Keperluan persiapan berupa colok bambu, lilin, kelapa kuning, tumpeng kecil, minyak Mandar, dan sesaji berupa bunga tiga rupa. Pada saat sebelum pelaksanaan upacara diperlukakn sesaji yang berupa nasi tumpeng yang dikelilingi bunga tiga rupa yang telah disiapkan dan didalam bunga ada rokok yang terbuat dari lintingan jagung oleh masyarakat yang memngikuti upacara tradisi sebelum pergi ke Makam Datuk.
Menurut masyarakat kampung Mandar, sesaji yang berisi bunga tiga rupa, pisang, dan nasi yang dibentuk tumpeng merupakan ungkapan rasa syukur bagi keluarga yang telah dianugrahi oleh tuhan. Pandangan mengenai maksud dari sesaji yang suguhi merupakan sesaji disyarat kepada warga yang akan melaksakan ritual Saulak ini dengan harapam para leluhur juga dapat merasakan nikmat tradisi yang tetap dijalankan oleh warga Desa Kampung Mandar yang terus dilaksanakan oleh generasi-generasi selanjutnya.
Tradisi saulak sendiri merupakan sebuah tradisi yang telah diyakini yang berlangsung secara turun-temurun dari keturunan asli dari suku mandar sejak Kerajaan Blambangan sekitar 1600 sampai saat ini oleh masyarakat kampung mandar yang bertujuan untuk menghormati apa yang telah leluhur tinggalkan, ritual saulak dianggap memiliki nilai suci hingga ritual ini dianggap sangat penting untuk masyarakat suku mandar sendiri, sehingga masyarakat kampung mandar mengaitkan tradisi tersebut dengan ritual tolak bala karena masyarakat mandar meyakini bahwa jika tradisi ini tidak dilaksanakan dengan niat yang baik maka akan menimbulkan bencana yang menimpa masyarakat Mandar.
Mayoritas masyarakat kampung Mandar beragama Islam, akan tetapi samapai saat ini masyarakat kampung Mandar masih percaya da menjalankan tradisi yang ada di kampung Mandar ini yang ditinggalkan oleh para leluhur. Hingga saat ini, kepercayaan tradisi kampung Mandar ini masih ada dan dilaksakan oleh masyarakat kampung Mandar. Menyadari pentingnya mewarisi warisan budaya tradisi, dengan tetap mewarisi dan menjaga tradisi budaya kampung Mandar masyarakat kampung Mandar semakin erat sesama warga desa, mempunyai moral, etika, dan karakter pemimpin yang berkualitas.