Di kalangan mahasiswa, mengapa kandidat pemimpin organisasi dominasi laki-laki?
Posisi seorang pemimpin saat ini bukan hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sekarang posisi sebagai pemimpin sudah terbuka bagi kalangan perempuan. Dalam sila ke-5 pancasila yaitu "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" menjelaskan bahwa ideologi bangsa menyiratkan kesetaraan hak bagi seluruh kaum, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Struktur organisasi merupakan komponen tersirat dan tersurat yang dapat menunjukkan konteks gender di dalam kepengurusan organisasi. Pada umumnya laki-laki cenderung menduduki jabatan sebagai ketua organisasi, sedangkan perempuan cenderung menduduki bendahara ataupun sekertaris umum. Peran perempuan dalam organisasi masih terkesan minim dalam menduduki jabatan. Jika dilihat dari kesetaraan dan keadilan gender, hal ini masih belum memenuhi syarat. Padahal, dalam konteks gender bukan dilihat dari segi fisik melainkan dilihat dari segi kompetensinya.
Dalam kasus yang terjadi diatas, perlu adanya pemahaman terkait konsep adil gender di kalangan mahasiswa. Mahasiswa merupakan "agent of change"yang dipercayai sebagai generasi penerus bangsa. Pola pikir mahasiswa saat ini semakin kritis terhadap berbagai hal dan mampu untuk menerapkan pikirannya. Maka dari itu, sesama mahasiswa harus saling menjalin kerjasama demi terciptanya sebuah integrasi di bidang organisasi dan tidak membedakan mahasiswa dari segi fisiknya melainkan harus dilihat dari segi kompetensi dan kemampuan dengan berbasis keadilan gender. Dengan demikian kesetaraan dan keadilan gender dapat tercipta dalam organisasi kampus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H