Lihat ke Halaman Asli

Muhimatun Nafiah

UIN Walisongo Semarang

Etika dalam Asesmen Menggali Pentingnya Informed Consent dalam Menjaga Kerahasiaan Alat, Data dan Hasil

Diperbarui: 10 November 2023   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Etika evaluasi menggali pentingnya informed consent dalam menjaga kerahasiaan alat, data, dan hasil. Informed consent merupakan informasi yang diberikan  oleh psikolog atau ilmuwan psikologi kepada calon partisipan mengenai permasalahan yang berkaitan dengan aktivitas yang akan dilakukan sebelum aktivitas tersebut dilakukan.

Berikut adalah beberapa aspek penting dari informed consent:


1. Pentingnya Persetujuan yang diinformasikan
informed consent diperlukan karena setiap calon peserta mempunyai hak untuk mendapat informasi lengkap mengenai tindakan yang akan diambil, risiko yang mungkin terjadi, dan manfaat dari tindakan tersebut. Selain itu, informed consent merupakan bagian penting dalam pencegahan penyalahgunaan informasi.


2. Proses Persetujuan berdasarkan informasi harus diperoleh sebelum penilaian, evaluasi, intervensi, atau layanan diagnostik lainnya. Calon peserta harus menyetujui prosedurnya, dan evaluator harus memberikan penjelasan yang jelas jika ada pertanyaan atau kekhawatiran.


3. Partisipasi aktif
 Melalui informed consent, klien  memahami dengan jelas tujuan dan proses evaluasi sehingga mereka dapat bekerja sama dan berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi. Partisipasi aktif pelanggan dalam proses evaluasi juga dapat membantu memperoleh informasi yang lebih akurat dan bermakna.


4. Penyampaian data dan hasil
 Informed consent juga memerlukan pemberian data dan hasil asesmen. Data penilaian psikologis seperti data alat, jawaban soal, nilai dan catatan psikologis membantu meningkatkan kewenangan peserta ujian. Data penilaian dapat dibagikan kepada para ahli bertujuan untuk tindak lanjut bila diperlukan untuk memastikan kesejahteraan individu yang menjalani tes psikologis.


5. Etika penelitian
 Etika penelitian meliputi menjaga kerahasiaan data, mempertanggung jawabkan hasil, dan memahami batasan kerahasiaan data. Kode Etik Psikologi Indonesia menyebutkan tentang menjaga alat, data dan hasil asesmen.
 Mahasiswa harus  memahami dasar asesmen, penggunaan asesmen, penyampaian data dan hasil asesmen sesuai kode etik, dan menjaga alat, data dan hasil asesmen. Dengan memahami dan menerapkan etika  asesmen, peneliti dapat memastikan bahwa hasil yang diperoleh  benar dan berkelanjutan serta menjaga hubungan yang saling menguntungkan antara klien dan psikolog.


Pentingnya informed consent dalam menjaga kerahasiaan alat, data, dan hasil asesmen dapat dijelaskan oleh beberapa faktor antara lain:


a. penghormatan terhadap hak pengguna dalam menggunakan layanan psikologis.
 Melalui prosedur informed consent, klien mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi aktif  dalam memutuskan apakah akan menjalani asesmen atau tidak. Selain itu, informasi yang diberikan selama proses ini membantu klien memahami secara rinci bagaimana data mereka akan diproses dan digunakan selama proses asesmen sehingga menciptakan transparansi  penting bagi partisipasi mereka dalam proses asesmen.


b. Melindungi privasi data, merupakan elemen penting dalam memberikan persetujuan yang seimbang. Menurut Pasal 24 Kode Etik Psikologi Indonesia, menjaga kerahasiaan alat, data, dan hasil asesmen merupakan suatu kewajiban. Informed consent tidak hanya melindungi informasi tetapi juga memberikan klien pemahaman  komprehensif  tentang tujuan dan langkah-langkah penilaian, sehingga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses tersebut.
Menghindari penyalahgunaan informasi melalui prinsip informed consent, dimana klien mendapat pemahaman yang jelas mengenai penggunaan data dan keamanannya terjamin, sehingga klien dapat berbagi dengan lebih leluasa tanpa khawatir akan penyalahgunaan informasi.


c. Menghindari penyalahgunaan informasi melalui prinsip informed consent, dimana klien mendapat pemahaman yang jelas mengenai penggunaan data dan keamanannya terjamin, sehingga klien dapat berbagi dengan lebih leluasa tanpa khawatir akan penyalahgunaan informasi.


d. Melindungi diri dari potensi masalah hukum dan etika, Informed consent bukan sekedar formalitas tetapi juga merupakan bentuk perlindungan hak konsumen dan nilai etika dalam evaluasi. Dengan memberikan pemahaman yang jelas kepada klien tentang tujuan dan langkah evaluasi, kami membuka pintu bagi kerja sama dan partisipasi aktif mereka dalam proses tersebut.
 Menghargai pentingnya informed consent tidak hanya menjamin kerahasiaan alat, data, dan hasil namun juga menunjukkan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara umum. Hal ini bukan sekedar kepatuhan formal namun juga komitmen terhadap integritas, keadilan dan etika dalam setiap langkah asesmen yang dilakukan.


Referensi
Indonesia, H. P. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
Ningsih, W. (2021). Etika Psikolog dalam Pengumpulan dan Penyampaian Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tinjauan Aksiologi). Jurnal Filsafat Indonesia, 4(1), 53-58.
Pramiari, N. M. A. S., & Perbawa, K. S. L. P. (2022). Informed Consent Dalam Penggunaan Layanan Psikologi Ditinjau Dari Kuhperdata. Jurnal Hukum Mahasiswa, 2(02), 458-471.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline