Giblartar merupakan wilayah yang berada di perbatasan antara Spanyol dan Inggris. Meskipun berada lebih dekat dengan Spanyol, wilayah Gibraltar justru berada dibawah kekuasaan Inggris. Tentunya hal ini bisa terjadi karena adanya beberapa hal yang melatarbelakangi penguasaan Inggris terhadap Gibraltar. Gibraltar memiliki luas sekitar 6,8 km2. Wilayah ini menjadi saksi bisu berbagai peristiwa sejarah di masa lalu. Nama Giblartar sendiri diambil dari nama seorang pejuang Islam bernama Tariq bin Ziyad yang pada saat itu berhasil dalam memimpin penaklukan benua Eropa dengan mengalahkan pasukan Gothik. Wilayah Gibraltar ditinggali oleh berbagai bangsa, sehingga bahasa yang digunakan juga bermacam-macam mulai dari Inggis, Spanyol, hingga Portugis.
Pada tahun 1704 terjadi sengketa antara Inggris dan Spanyol dengan topik utama perebutan Teluk Gibraltar. Kedua negara ini sama-sama menginginkan Gibraltar agar menjadi bagian dari wilayah kekuasaan negaranya. Perebutan wilayah Gibraltar ini bisa terjadi karena letak strategis Gibraltar yang berada di wilayah maritim dan menjadi penghubung antara Laut Mediterania dengan Samudera Atlantik dan Benua Eropa dengan Afrika (Rahmi, 2019). Pada masa kolonialisme, Spanyol dan Inggris merupakan kedua negara yang sama kuatnya yang hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah wilayah taklukan Inggris dan Spanyol di berbagai penjuru dunia. Hal inilah yang menyebabkan sengketa Gibraltar berlangsung dalam waktu yang lama.
Pada mulanya sekitar tahun 1502, wilayah Gibraltar masih berada dibawah kedaulatan pemerintahan Spanyol. Baru pada saat Laksamana Sir George Rooke berhasil mengalahkan Spanyol dalam Perang Suksesi (1701-1714), Gibraltar pun akhirnya jatuh ke tangan Inggris. Inggris memang sudah sejak lama mengincar wilayah Gibraltar agar segera menjadi wilayah kekuasaannya. Alasan Inggris melakukan perebutan Gibraltar dengan melakukan penyerangan terhadap Spanyol didasarkan oleh kekhawatiran bergabungnya Spanyol dengan Prancis. Menurut Inggris, jika Spanyol bergabung dan membentuk aliansi dengan Prancis, maka keseimbangan Eropa akan memburuk. Oleh karena itu, Inggris akhirnya melakukan penyerangan terhadap Spanyol bersama dengan Belanda (Jordine, 2007). Sengketa pun akhirnya meletus menjadi peperangan yang berlangsung lama yakni lebih dari satu dekade oleh negara-negara besar Eropa pada saat itu.
Peperangan ini pada akhirnya dimenangkan oleh pihak perebut, yakni Inggris dan Belanda. Spanyol pun akhirnya terpaksa melepaskan Gibraltar kepada pihak Kerajaan Inggris. Kepemilikan Gibraltar oleh Inggris semakin diperjelas dengan adanya perjanjian Utrecht pada 1713 yang membahas tentang pemindahan kekuasaan wilayah tersebut kepada Inggris. Namun, Spanyol rupanya masih tidak terima dengan perebutan wilayah Gibraltar yang juga memiliki peranan penting bagi Spanyol. Untuk membalaskan dendam dan berusaha merebut kembali wilayah Gibraltar, Spanyol pun akhirnya melakukan penyerangan kembali pada sekitar tahun 1800-an berupa invasi militer yang dilakukan secara bertubi-tubi. Namun, Spanyol harus kembali berusaha menerima kekalahan setelah kekuatan militernya tidak mampu lagi melawan Inggris dan Gibraltar yang pada saat itu telah dijadikan sebagai pangkalan utama Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
Peperangan pun sementara berakhir pada akhir abad ke-19. Namun, ternyata Spanyol masih tetap ingin memperjuangkan wilayah Giblraltar, sehingga Spanyol kembali melakukan usaha perebutan kembali wilayah Gibraltar dengan pengklaiman secara sepihak atas wilayah Gibraltar ke PBB (Abror & Olivia, 2015). Spanyol mengadu ke PBB bahwa wilayah Gibraltar merupakan wilayah yang masih berada dibawah kekuasaan Spanyol hanya saja Inggris sedang menjajahnya. Pengaduan Spanyol kepada PBB ini ternyata sampai di telinga Inggris. Sehingga, pada 1967 Inggris merasa perlu mengadakan sebuah referendum bersama Spanyol untuk membahas wilayah Gibraltar ini. Harapan Spanyol yang besar kepada Gibraltar ternyata bertepuk sebelah tangan setelah hampir seluruh rakyat Gibraltar justru ingin tetap berada dibawah kekuasaan Inggris. Oleh karena itu, Inggris kemudian melakukan perjanjian dengan Spanyol pada 1985, berupa perjanjian Brussel. Dalam perjanjian ini telah dijabarkan bahwa baik warga negara Spanyol yang berada di wilayah Gibraltar maupun warga negara Gibraltar yang berada di wilayah Spanyol akan diberikan hak yang sama (Cahoon, 2000).
Sebenarnya dari kedua belah pihak negara ini sama-sama menginginkan perdamaian. Akan tetapi, masalah Gibraltar ini selalu saja muncul kembali ke permukaan. Sehingga pada 2002, Inggris dan Spanyol kembali melakukan referendum yang membahas mengenai rencana kedaulatan bersama oleh Inggris dan Spanyol. Namun, lagi-lagi terjadi penolakan dari rakyat Gibraltar. Rakyat Gibraltar sudah muak dengan perebutan wilayah mereka oleh kedua negara ini sehingga Rakyat Gibraltar terjun dan melakukan aksi kampanye serta menjelaskan ketidaksetujuannya terhadap pergantian kedaulatan. Rakyat Gibraltar juga menyatakan bahwa Gibraltar bukanlah wilayah yang diserahkan kepada Inggris dan tidak juga merupakan wilayah yang diklaim oleh Spanyol. Aksi yang dilakukan oleh rakyat Gibraltar merupakan bentuk protes terhadap referendum yang dilakukan tanpa persetujuan rakyat terlebih dahulu.
Akhirnya pada 2005, pemerintah Inggris, Spanyol, dan Gibraltar melakukan suatu pertemuan untuk membahas terkait tindak lanjut sengketa perebutan wilayah Gibraltar melalui pembentukan proses dialog trirateral. Pertemuan dialog ini pun akhirnya membuahkan hasil yang dapat diketahui dari adanya kunjungan dari Menteri Luar Negeri Spanyol, Miguel Moratinos, pada 2009 ke Gibraltar. Hal ini telah menunjukkan adanya perdamaian yang mulai terbangun. Namun, perdamaian ini ternyata tidak berlangsung lama. Sebab, pada 2012 hubungan Inggris dan Spanyol kembali berada ditepi jurang permusuhan setelah Inggris mengirimkan kapal Royal Navy ke wilayah perairan Gibraltar dengan alasan untuk kepentingan latihan militer rutin. Namun, menurut Spanyol, latihan militer hanya digunakan sebagai pengalihan dari tujuan Inggris yang sesungguhnya. Spanyol pun menjadi sangat marah apalagi ditambah dengan adanya penenggelaman 70 blok beton di daerah lepas pantai pada 2013 oleh Gibraltar dengan dalih untuk melindungi populasi ikan yang berada di wilayahnya. Hal bisa ini membuat kemarahan Spanyol bertambah karena penenggelaman blok beton yang dilakukan oleh Gibraltar telah berimbas pada perusakan pukat milik para nelayan Spanyol di sekitar daerah perbatasan. Kedua kejadian ini pun menyebakan merenggang dan memburuknya hubungan Inggris dengan Spanyol.
Hingga kini, wilayah Gibraltar masih berada dibawah kedaulatan Inggris. Pangkalan utama Angkatan Laut bahkan ditempatkan di Gibraltar oleh Kerajaan Inggris. Royal Navy juga telah diperintahkan untuk mempertahankan kegiatan oprasional berupa pertahanan maritim dan keamanan di Gibraltar. Untuk meningkatkan kemampuan respon dan ketahanan Royal Navy, Inggris mengirimkan personil tambahan pada 2014 tepatnya pada buan Februari. Pengiriman personil tambahan ini merupakan cara Inggris untuk menunjukkan kepada dunia bahwa perairan di Gibraltar merupakan perairan Inggris. Harapannya, Spanyol tidak lagi bersikap agresif setelah mengetahui bahwa militer Inggris masih ada dan siap mempertahankan Gibraltar dari usaha perebutan kembali oleh Spanyol. Penyerangan oleh Spanyol bisa saja terjadi kembali dalam waktu yang tidak bisa ditentukan, mengingat Spanyol selalu merasa mendapatkan ketidakadilan dari semua perjanjian dan referendum yang telah dibuat. Akibatnya, Spanyol sering melakukan pembantalan dengan seenaknya dan secara sepihak.
DAFTAR RUJUKAN