Solo, 13 November 2023*
Pengadilan Negeri (PN) Solo menjadi saksi persidangan
kontroversial terkait gugatan terhadap penggugat perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membahas batas usia minimal Capres dan Cawapres. Almas Tsaqibbirru dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai pihak tergugat, harus menghadapi gugatan dari Ariyono Lestari, seorang warga Indonesia dan alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS).Dalam gugatannya, Ariyono Lestari, yang diwakili oleh kuasa hukum Andhika Dian Prasetyo atas nama Tim GIBERAN (Giliran Berantakan), menyoroti kecacatan hukum dalam pemohonan dan gugatan. Andhika menegaskan bahwa Almas mencatut Universitas Negeri Surakarta, yang seharusnya disebut UNS, bukan UNSA.
"Anda dalam uji materiil yang dilakukan Almas, terjadi pengaburan atau pembohongan bahwa dia adalah mahasiswa Universitas Negeri Surakarta, padahal tidak ada. Yang ada Universitas Surakarta atau yang disingkat UNSA," ujar Andhika.
Meskipun surat pemohonan dan gugatan telah direvisi tanpa mencantumkan Almas dari Universitas Negeri Surakarta, Andhika menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kecacatan hukum yang perlu diperhatikan. Meski begitu, Andhika menegaskan bahwa pihaknya siap menghadapi sidang untuk membela hak politik Ariyono Lestari yang dirasa terganggu oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Terfokus pada gugatan terhadap Gibran Rakabuming Raka, kuasa hukum Ariyono mengungkapkan bahwa putusan MK sangat menguntungkan posisi Gibran sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres).
"Dengan putusan MK, sangat diuntungkan. Kami minta kepada KPU untuk menunda atau membatalkan pencawapresan dari Mas Gibran," ujarnya.
Ariyono Lestari, melalui Tim GIBERAN, menuntut ganti rugi sebesar Rp 204 triliun kepada para tergugat. Jumlah ini dihitung dengan meminta ganti tiap-tiap warga negara sebesar Rp 1 juta dikalikan seluruh jumlah pemilih tetap Pemilihan Umum 2024, yakni sebesar 204.807.222 orang. Dana tersebut diharapkan digunakan sebagai anggaran pendidikan untuk memberikan pencerahan mengenai ilmu kewarganegaraan.
Meskipun putusan MK bersifat final dan mengikat, kuasa hukum Ariyono mengutarakan harapan agar putusan tersebut dapat diperkuat oleh keputusan DPR RI. "Masih ada langkah hukum yang harus dilewati, seperti di DPR, sebelum dijadikan dasar KPU untuk penggugatan," ucapnya.
Tim GIBERAN kini menunggu sidang pertama untuk menyampaikan argumen dan bukti dalam menghadapi gugatan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H