Puisi: Dikejar Waktu
Dulu. Di masa kecil. Waktu terasa cukup lama. Ketika sekolah, ingin cepat-cepat mentari berada di kepala kita. Horee. Senang pulang.
Setiba di rumah. Mengisi perut, Main, nonton film, jarang tidur siang. Main-main, bebas bersama kawan sebaya. Bebas dari beban. Ceria, happy, dunia terasa dalam genggaman.
Masuk bulan Ramadan. Bulan penuh keagungan, magfirah-pengampunan. Paling bahagia. Santap makanan mewah, di waktu mentari tidur. Tarawih, ramai-ramai, bahagia. Canda kawan seumuran.
Diajarkan praktik keagamaan. Jangan tinggalkan ibadah. Puasa - mengaji - tarawih, nikmat dan bahagia. Di penghujung bulan suci, Idul Fitri. Dapat angpao. Senang, lumayan. Beli mainan. Gembira. Tawa riang bersama-sama. Main bersama.
Kala itu waktu terasa berputar cukup lama. Masa kecil. Tanpa beban, mikirkan diri sendiri. Senang-senang. Main - main. Dunia kecil.
Telah berlalu. Kini, melipat bumi. Waktu cepat berlalu. Di akhir zaman. Manusia berlomba-lomba menimbun harta. Jilat sana - sini. Minta jabatan. Fitnah. Terang-terangan hina agama. Makan anak kandung. Korupsi bangga. Miris.
Kiamat sudah dekat. Dekatkan dengan Tuhanmu. Tobat. Mumpung roh masih bersemayam di jasad berlomba - lomba dalam kebaikan. Dunia tempat singgah. Negeri akhirat nan abadi.
Tak ada kata basi. Jangan nunggu hidayah. Berburulah hidayah, di mana saja. Sadar. Semua di alam fana tidak dilirik. Nggak dibawa. Diambil keluarga. Nggak dibutuhkan saat menghadap Sang Khalik. Hanya amal: Sedekah jariyah - ilmu bermanfaat - anak saleh.
Tabunglah amal-amal. Lihatlah. Banyak nyawa sudah ditarik Tuhannya. Tunggu giliran. Pasti-pasti akan tidur panjang di bumi. Sempit, dihiasi tanah, ditemani cacing-cacing. Lenyap sudah.
Waktu. Hargai waktu. Jangan lalai. Jangan lupakan kewajiban pada Tuhan, keluarga, pekerjaan. Balance. Sempatkan semua itu. Waktu cepat berlalu. Hilang. Tak akan kembali.