Menjadi diaspora di Luar negeri sebenarnya merupakan kebanggaan bagi siapa saja, karena mereka dapat sukses bekerja di luar negeri. Akan tetapi ada pihak-pihak di dalam negeri yang berupaya mengajak agar para diaspora tersebut mau bekerja di institusinya di dalam negeri.
Tentunya dengan tawaran yang menarik agar para diaspora tersebut mau kembali ke dalam negeri. Akan tetapi tidak semua diaspora yang kembali ke dalam negeri mendapatkan penghargaan yang baik.
Tidak jarang penghargaan yang didapat oleh para diaspora tersebut malah menyedihkan, seperti gaji yang tidak dibayar, ingkar janji yaitu beda antara janji yang ditawarkan dan kenyataan yang diterima, bahkan ditipu dengan kasus jual-beli tanah.
Untuk itu para diaspora wajib mempertimbangkan dengan matang tawaran yang diberikan oleh berbagai pihak di dalam negeri ketika mereka akan memutuskan kembali ke tanah air. Apakah tawaran tersebut 'aman' bagi karirnya di kemudian hari, atau tawaran tersebut akan menjadi suatu 'jebakan' yang menyakitkan bagi mereka.
Tulisan ini dapat menjadi sebuah panduan kepada diaspora yang sedang berada di luar negeri yang mendapat tawaran kerja di tanah air. Kadang-kadang para diaspora terpukau dengan pihak yang menawari pekerjaan di dalam negeri seperti tokoh masyarakat, menteri atau pejabat tinggi negara, sehingga mereka cepat mengambil keputusan untuk pindah ke Indonesia, akan tetapi ada beberapa kasus 'pekerjaan' yang ditawarkan di dalam negeri nampak sebagai proyek coba-coba, berjangka pendek dan tidak berkelanjutan. sehingga akan membuat diaspora yang kembali ke tanah air ini kerepotan dikemudian hari.
Tulisan ini tidak hanya untuk para diaspora yang mendapat tawaran untuk kembali ke tanah air, tapi juga tulisan ini dialamatkan kepada para pejabat, pengusaha atau tokoh masyarakat yang berusaha membawa diaspora kembali ke tanah air.
Tulisan ini akan bercerita tentang pengalaman para diaspora yang kembali ke tanah air dan bagaimana nasib mereka setelah bekerja pada lembaga pendidikan yang didirikan oleh Prof. Yohanes Surya.
Sebelum membaca tulisan ini ada baiknya para pembaca membaca beberapa tulisan berikut, yang dapat dicari di mesin pencari internet: Pudarnya impian Yohanes Surya (majalah tempo, 24 Juli 2017); Langkah Yohanes Surya Mengatasi Krisis Universitas Surya (majalah tempo, 26 Juli 2017); Cerita Orang Tua Mahasiswa Soal Beasiswa di Universitas Surya (majalah tempo, 24 Juli 2017); Penjelasan Surya University soal Utang Rp 16 Miliar ke Bank Mandiri (Kumparan News, 27 Juli 2017); Sudah Terlilit Utang, Ahli Fisika Yohanes Surya Dipolisikan Karena Dugaan Penipuan Tanah (29 Juli 2017, Tribunnews.com); Bapak Fisika Indonesia Yohanes Surya Bernasib Memilukan, Dirinya Tersangkut Kasus Dugaan Penipuan (Tribun Timur, 29 Juli 20217); Prahara di Kampus Surya (Pusat Data Dan Analisa Tempo, 2020, ISBN: 978-623-339-911-1).
Sebagaimana diberitakan pada artikel tersebut di atas bahwa Prof. Yohanes Surya pada tahun 2017 akan menyelesaikan masalah tertunggaknya gaji para dosen dan tenaga pendidikan di lembaga milik Prof. Yohanes Surya tersebut, akan tetapi ternyata janji untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak terwujud, utang terhadap gaji dosen dan tenaga kependidikan tidak dilunasi, sehingga para dosen dan tenaga kependidikan mengajukan tuntutan ke pengadilan niaga Jakarta Pusat, melalui Pengadilan PKPU dengan nomor perkara: 168/Pdt.Sus PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Dimana pengadilan memutuskan pada tanggal 23 Agustus 2019, bahwa Yayasan Surya Institute yang didirikan oleh Prof. Yohanes Surya terbukti secara sah dan sederhana, memiliki utang gaji kepada para dosen dan tenaga kependidikan di Universitas Surya dan STKIP Surya, sehingga Yayasan Surya Institute berada dalam kondisi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan harus membayar utang gaji para dosen dan tenaga kependidikan yang bekerja di Universitas Surya dan STKIP Surya.
Akan tetapi Prof. Yohanes Surya dan Yayasan Surya Intitute tidak menjalankan keputusan pengadilan PKPU tersebut untuk membayar gaji-gaji dosen dan tenaga kependidikan yang tertunggak secara tuntas. Oleh karena itu para dosen dan tenaga kependidikan akan melanjutkan perkara tersebut menuju ke pengadilan pailit.