Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Kita Tidak Berpikir Sederhana Saja Menyikapi Tragedi Mina 2015

Diperbarui: 29 September 2015   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru beberapa hari ini saya begitu ingin menulis status atau catatan di Facebook, biasanya sebulan sekali juga belum tentu. Saya pun akhirnya baru kemarin mendaftar jadi kompasianer. Penyebabnya adalah karena saya membaca link, share yang membahas tragedi Mina 2015, tanpa sumber dan kronologi yang jelas dan saling menyalahkan, yang benar-benar mengusik ketenangan saya, karena saya sejak dulu berpikiran kalau sistem prosesi pelemparan di jamarat memang perlu dibantu teknologi dan diterapkan tidak hanya disimulasikan, walau tidak menjamin “tanpa tragedi”, tetapi setidaknya meminimalkan pengulangan terjadi. Mengapa kita semua tidak berpikir sederhana saja, bagaimana kejadian sebenarnya tragedi Mina 2015 tersebut, dengan menanyakan kepada para penyintas( yang mengalami tragedi tetapi selamat) tragedi ini, dari masing-masing negara yang mengalami tragedi tersebut. Dari Indonesia misal bisa ditanyakan ke orang-orang dari rombongan JKS 61 yang selamat dari tragedi tersebut. Kita bisa meminta mereka untuk bersaksi atas nama Allah dan Rasul, untuk menceritakan kejadian sebenarnya, dari pada mengshare atau melink sumber-sumber yang hanya sepotong-potong tanpa kronologi yang jelas, apalagi kalau sumbernya tidak mau disebutkan namanya, namaya saja tidak diketahui bagaimana ia bisa bersumpah atas nama Allah dan Rasul. Coba kalau google map mempunyai data riwayat dan bisa di-zoom sehingga dapat terlihat bagaimana tragedi Mina 2015 tersebut, kita tinggal tanya saja sama google map.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline