Lihat ke Halaman Asli

Rukyat Global = Hisab, Solusi Perbedaan 1 Syawal yang Beradab

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penampakan hilal

Esensi adanya agama dan peraturan adalah pencapaian sebuah keteraturan dan berlangsungnya putaran kehidupan yang harmoni di antara umat manusia. Segala sesuatu bisa menjadi permasalahan yang membahayakan kelangsungan hidup manusia, tetapi pada saat yang sama justru bisa menjadi sebuah titik perdamaian dan “keseragaman global” yang menyejukkan hati. Hidup harmoni ini menjadi cita-cita sejati perjalanan manusia beradab. Mengapa masih saja terjadi perbedaan dalam penentuan awal hari dan bulan dalam diri umat Islam? Terus, bagaimana jika kita umat Islam sudah ada yang tinggal menetap di bulan, akan bagaimana warna umat Islam? Dan jujur, setiap kita bisa saja membesarkan kondisi perbedaan dan membuat persamaan menjadi perbedaan-perbedaan yang tidak terhingga, hingga semua ego dan kehendak bisa dipaksakan kepada siapapun. Berkaitan dengan perhitungan penanggalan, dalam penanggalan Masehi sesungguhnya masih banyak permasalahan dan kekeliruan yang selalu terjadi dan tetap akan terjadi sepanjang masa. Tetapi disebabkan umat manusia menginginkan sebuah komunikasi dan bisa diakui dan diterima oleh semua pihak di dunia ini, maka Kalender Masehi bisa diakui oleh semua orang yang berada di bumi ini, di manapun berada, dengan tetap mengesampingkan nature error yang juga terjadi dalam Kalender Masehi. Dengan berbagai metode yang digunakan, umat Islam memiliki banyak kesimpulan dan hasil dalam penentuan “waktu” sebuah hari bermula. Metode tersebut bisa menggunakan Rukyat, Hisab, Imkan Rukyat dan Rukyat global. Dan apa yang terjadi? Ternyata dengan metode-metode yang digunakan dan dikembangkan umat Islam itu sendiri, justru menciptakan friksi dan perpecahan pemahaman yang menghasilkan perbedaan abadi. Mempertimbangkan bahwa persatuan umat Islam hukumnya wajib, maka metode yang kondusif menciptakan persatuan seharusnya lebih dikedepankan daripada perbedaan yang lebih disebabkan oleh persoalan yang bersifat lokal. Tanpa Hari Arafah, mungkin hasil rukyat dan hisab, apapun hasilnya tidak menjadi persoalan. Akan tetapi umat Islam memiliki Hari Arafah. Di sinilah fokusnya, mengapa persatuan dan persamaan global menjadi lebih esensi daripada metode itu sendiri. Penulis hanya akan membahas 2 metode yang memungkinkan untuk disusunnya sebuah metode penanggalan kalender yang akan membentuk peradaban Islami yang bisa diwariskan ke generasi mendatang, tentang bagaimana membentuk masyrakat Muslim yang beradab, bisa saling berkomunikasi dengan muslim lainnya di bumi manapun. HISAB Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.(wikipedia) Hitungan hisab itu kini bisa diotomatisasi dengan pemrograman dalam komputer. Dengan demikian berbagai kesalahan manusia bisa dieliminasi. Salah satu contoh program komputer yang khusus dikembangkan untuk hisab kalender Hijri adalah software 'Mawaaqit' yang semula dikembangkan oleh Club Astronomi Al-Farghani bersama ICMI Orsat Belanda dan kemudian dilanjutkan di Bakosurtanal. Mawaaqit ini menggunakan algoritma dengan ketelitian yang sangat tinggi, yaitu dari VSOP87, meskipun ada metode yang lebih sederhana. Jean Meeus (1991) menyatakan bahwa dengan teori dan algoritma VSOP87 akurasi yang didapatkan adalah lebih baik dari 0.01'. Untuk bumi, teori ini mengandung 2425 term periodis yang disediakan Buerau des Longitudes (Paris), yaitu 1080 term untuk bujur bumi, 348 untuk lintang dan 997 untuk vektor radius. RUKYAT GLOBAL Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.(wikipedia) Dalam Konferensi Penetapan Awal Bulan Kamariah (Mu‘tamar Ta¥d³d Aw±’il asy-Syuh­r al-Qamariah)di Turki tanggal 26-29 Zulhijah 1398 H yang bertepatan dengan 27-30 Nopember 1978, dikesimpulannya bahwa: 1. Pada asasnya penetapan awal bulan dilakukan dengan rukyat 2. Sah menentukan masuknya awal bulan dengan rukyat di salah satu tempat dan berlaku untuk seluruh dunia (rukyat global), 2. Dan untuk sahnya penggunaan hisab dalam penetapan awal bulan kamariah harus dipenuhi dua syarat, yaitu elongasi minimal 8º dan tinggi bulan minimal 5º. Jadi, Rukyat Global adalah rukyat yang dilakukan di sebuah negeri di bumi, bisa menjadi dasar hukum rukyat untuk seluruh dunia. Rukyat global di sini bukan berarti menggunakan waktu realtime, tetapi masih menggunakan ketetapan hari yang berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya. Bukan berarti jika sudah terjadi hilal di Afrika Selatan, maka lantas di Indonesia seketika itu juga masuk hilal. Tidak seperti itu, akan tetapi dlaksanakan pada hari yang sama. Artinya, jika pada tanggal tertentu sudah terlihat hilal di Afrika Selatan, maka pada tanggal yang sama tersebut di Indonesia masuk hilal. Rukyat Global ini bisa menjadi “jurus pamungkas” dalam menyelesaikan perbedaan dalam kalenderi Islam, terutama menyakut awal hari raya.

Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan gambar di bawah ini:

[caption id="attachment_1360" align="aligncenter" width="300" caption="Penampakan hilal"][/caption]

Pada gambar di atas, bagian yang di arsir merupakan negara atau wilayah negara yang sudah bisa melihat hilal. Melihat gambar di atas, maka metode hisab hasilnya sama dengan rukyat global, sebab meskipun ada negara yang sama sekali belum melihat hilal, ternyata sudah ada wilayah lain di bumi yang sudah melihat hilal. Awal hari raya yang didasarkan hasil rukyat global inilah yang sama dengan hasil hisab. Terbukti banyak negara tidak menggunakan hisab (menggunakan rukyat dari Arab Saudi) memulai hari raya sama dengan Muhammadiyah yang menggunakan hisab. Berdasarkan kondisi kesamaan ini, maka satu-satunya metode yang bisa menyeragamkan awal hari raya bagi Umat Islam adalah Hisab dan Rukyat (rukyat global). Inilah titik temu dan titik damai rukyat dan hisab. Jadi, terhadap perbedaan dan kisruh penentuan awal hari raya di kalangan umat Islam, maka : 1. Janganlah salahkan apapun di dunia ini. 2. Jangan salahkan rukyat, 3. Jangan salahkan hisab, 4. Jangan salahkan bentuk bumi yang bulat, 5. Jangan salahkan jarak antar umat islam yang membentuk matlak yang berbeda-beda, 6. Jangan salahkan kita hidup di Indonesia yang memiliki waktu yang berbeda dengan bumi lainnya, tetapi salahkan diri kita sendiri, karena kita tidak sepakat untuk bersatu dan berjalan bersama-sama. Dari dua metode di atas, akan tetapi, penulis lebih cenderung menggunakan Hisab dalam penentuan tanggal, dengan mempertimbangkan : 1. Jika ada umat Islam ada yang sudah sampai hidup di bulan. Setelah sampai di bulan, lantas apa yang akan dirukyat! 2. Jika seluruh umat Islam ditakdirkan oleh Allah mengalami sakit mata semua, sehingga tidak mampu melihat apapun, termasuk melihat Hilal!. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hisab_dan_rukyat http://elieramadhan.blogspot.com/2011/05/kekeliruan-penganut-rukyat-global.html http://www.muhammadiyah.or.id/id/artikel-penyatuan-kalender-islam-secara-global-bagai-pungguk-merindukan-bulan--detail-18.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline