Lihat ke Halaman Asli

Seharusnya Media Juga “Berpuasa”

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1375680119507662294

Oleh : Muhibussabri Hamid Press sumber utama konsumsi informasi masyarakat. Baik yang bersifat nasional atau daerah. Begitu juga press sebagai media cetak atau media online. Kita sangat sangat terbantu dengan adanya media: baik untuk mengetahui info terbaru hingga membaca arus masyarakat dan mencari nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Pada dasarnya media berada ditengah-tengah, mereka sebagai penengah antara sumber berita dan konsumen atau pembaca. Sebaliknya kita juga tidak bisa menafikan, bahwa media juga punya tujuan tersendiri dalam menyajikan berita. Termasuk punya siapa media itu, siapa sponsornya, siapa pengisi rubrik-rubriknya. Aceh sendiri memiliki banyak media. Baik  media cetak atau media online. Beberapa diantaranya media nasional namun mereka masih kalah saing dengan media Aceh sendiri. Bisa jadi karena konsumen lebih terfokus pada info Aceh, atau jangkauan media tersebut sudah meugampoeng/bisa didapatkan dengan mudah. Minat baca media berkembang sangat pesat. Dulu mungkin hanya orang tertentu yang tertarik membaca berita atau hanya orang dewasa yang punya akses dalam konsumsi media online. Berbalik dengan keadaan sekarang, semua kalangan bisa mengakses informasi dari mana saja. Baik itu media cetak, media online bahkan radio meuigoe. Tugas media tidak semata-mata menyajikan berita atau mencari nafkah sebagai pemilik dan pengisi rubrik. Ada fungsi edukasi bagi generasi kita ke depan, fungsi dakwah dalam menjaga stabilitas agama. Juga fungsi sosial untuk menjaga moral ureung Aceh. Keadaan media Aceh kadang membuat panas dingin. Bisa jadi dari suguhan berita, tampilan gambar atau fokus tema. Sangat tidak membuat nyaman. Mungkin bagi sebagian orang tidak terlalu memperhatikan hal seperti itu. Ketika sudah beberapa kali atau berkali-kali dihadapkan dengan gaya seperti ini. Menjadi tugas kita untuk mengingatkan. Betapa miris ketika sejenis koran lampu merah menjadi trend di kalangan muda-mudi. Isinya seputar kehidupan malam yang mejual aib dan syahwat. Bahkan kini tanpa kita tau sudah masuk kerumah kita sendiri. Bayangkan santri dayah saja mudah mengkonsumsi Koran seperti ini. Dengan kebebasan press, undang-undang perlindungan insan press kadang membuat kita bebas menyebarkan berita apa saja. Asal hangat, renyah, up to date, bombastis dan akan di baca banyak orang. Hasil yang kita dapatkan semestinya bersumber dari tempat yang diridhai Allah, agar keluarga terhindar dari malapetaka. Jika hasil yang kita dapat dari menjual syahwat dan nafsu. Lebih baik di jauhkan saja.

Media belum berpuasa

Bulan ramadhan penuh keberkahan. Allah memberikan ekstra kelipatan terhadap ibadah manusia. Tidak bijak jika kita acuh tak acuh dengan karunia tersebut. Beribadah semaksimal mungkin, berdoa sesering mungkin dan bersedekahlah sebanyak-banyaknya. Media juga bisa mencari pahala di bulan puasa. Seperti memperbanyak menyajikan berita berbau Ramadhan. Tidak salahnya sebulan dalam setahun berdakwah. Dijamin media tidak akan rugi. Allah menjanjikan bagi kita. Tentu kita sangat terganggu ketika membaca berita disugukan berita memancing syahwat atau gambar setengah terbuka. Apalagi di bulan Ramadhan ketika kondisi kita sedang berpuasa. Hal semacam ini akan mengurangi pahala puasa, juga mencoreng nilai-nilai keutamaan Ramadhan. Media sebaiknya membatasi gambar dan gaya berita yang berbau syahwat atau mengarah ke nafsu. Demi mencari ridha Allah di bulan istimewa ini. Sebagai pengisi rubrik di media hendaknya kita juga menjaga etika-etika dasar dunia tulis menulis. Menulis kebaikan akan membuat tulisan semakin berkah dan bernilai pahala dengan bisa menjaga etika tersebut. Sebaliknya menulis yang tidak baik akan membuat noda dalam buku amalan dan di akhirat diganjar dengan balasan setimpal. Apalagi bulan puasa, yang kesuciannya harus betul-betul kita jaga bersama-sama. Sudah selayaknya media berpuasa, menjaga nilai religius Agama. Nilai-nilai Islam akan terkotori jika kita tidak menjaga, mendukung dan memapahnya. Menjaga Islam bukan Cuma tugas tengku dan WH, namun tugas kita bersama. Semoga Reepost dari : http://www.ikataceh.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline