Lihat ke Halaman Asli

MUHHAMMAD RISQI

Sebagai mahasiswa

Pengaturan Produk dan Pengawasan Perbankan Syariah Sebelum Lahirnya UU No.21 2008

Diperbarui: 25 September 2024   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Secara filosofis, perbankan syariah adalah lembaga keuangan yang selaras dengan ideologi masyarakat Indonesia, yaitu Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Pancasila memberikan dasar nilai-nilai mulai dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, hingga sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia tidak satu pun dari kelima sila tersebut bertentangan dengan perbankan syariah yang menerapkan prinsip syariah pembagian keuntungan dan kerugian yang juga merupakan salah satu tujuan dari sistem hukum perbankan syariah di Indonesia

Bank syariah secara filosofis tidak hanya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tetapi juga mempunyai landasan yang kokoh berdasarkan hukum Islam yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Kegiatan ekonomi Islam ini dilandasi oleh teori mashlahah yang pada dasarnya merupakan integrasi fikir dan zikir. Dia menggambarkan motif untuk kesederhanaan individu dalam setiap bentuk keputusan konsumen. Dalam hal ini, karena mashlahah bertujuan untuk menghasilkan manfaat, persepsi ditentukan sesuai dengan kebutuhan.

Filosofi keberadaan bank syariah di Indonesia yang berdasarkan al-Qur'an dan hadis tersebut diimplementasikan dalam prinsip berbagi keuntungan dan kerugian yang adil bagi semua pihak, baik bagi nasabah dan juga bagi lembaga perbankan syariah. Hal ini juga sesuai dengan teori hukum yang mengutamakan nilai kemanfaatan dan keadilan. Atas dasar filosofi tersebut, perbankan syariah merupakan lembaga yang sangat ideal bagi bangsa Indonesia, sehingga implementasinya juga seharusnya sesuai dengan landasan filosofi yang mendasarinya.

Pertama, fungsi penghimpunan dana. Dana yang ada di bank tidak semuanya milik lembaga, ada sebagian atau sebagian besar milik nasabah atau masyarakat investor dan ada juga sebagian modal milik bank itu sendiri. Penghimpunan dana bagi bank sudah merupakan kegiatannya yang dilindungi oleh undang-undang, karena itu modal utama bagi bank adalah kepercayaan. Masyarakat akan menaruh uangnya di bank tertentu, bila ia sudah percaya dan yakin bahwa uangnya akan kembali dan sebaliknya masyarakat akan menarik uangnya secara tiba-tiba bila tidak percaya kepada bank itu, sebagaimana terjadi peristiwa tahun 1998 banyak masyarakat yang menarik uangnya dari bank, karena merasa tidak aman uangnya di bank.

Fungsi kedua adalah menyalurkan kredit atau pembiayaan di bank syariah. Dana yang diperoleh dari masyarakat investor, dikelola oleh bank dengan menyalurkan kredit atau pembiayaan. Pada umumnya baik kredit maupun pembiayaan ada dua kategori yaitu ada yang berjangka pendek dan ada yang berjangka panjang. Dalam kontek bank syariah, produk pembiayaan yang dilakukan dengan jangka pendek berupa jual beli murabahah, salam dan istisna, ada juga gadai (rahn), pinjaman murni (qard) dan juga sewa (ijarah), sedangkan pembiayaan dalam jangka panjang pada umumnya melalui mudharabah dan musyarakah.

Jika ditinjau dari aspek yuridis, Undang-undang Perbankan Syariah dan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan merupakan hukum yang baik, karena hukum yang baik adalah hukum yang mempunyai kekuatan yuridis yang memberikan kepastian hukum. Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum unsur penegakan hukum dari Friedman (substansi, struktur dan kultur) penekanan unsur manusia merupakan pelaku utama dalam segala kegiatan untuk mewujudkan keadilan.

Berdasarkan analisis di atas, OJK memiliki beberapa kelebihan dibandingkan BI. Dengan demikian, keberadaan OJK diharapkan dapat bekerja lebih baik daripada BI dalam hal pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Proses globalisasi dalam sistem keuangan dan kemajuan pesat dalam bidang teknologi informasi dan inovasi keuangan telah melahirkan sistem keuangan yang kompleks, dinamis dan saling terkait antara masing-masing subsektor keuangan baik dari segi produk maupun institusi

Peran OJK saat ini lebih sering terdengar kata pertumbuhan dan investasi bodong dari pada roh utama OJK untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan yang kridibel, sehingga punya daya saing tinggi. Bicara pertumbuhan tidak salah, tapi tidak terkesan terlalu condong "menghamba" ke Pemerintah, karena OJK itu independen dengan tugas utama pengawasan di sektor perbankan dan IKNB. Tema-tema OJK tentang pertumbuhan sudah seharusnya dikurangi, karena pertumbuhan bukan tugas pokok OJK Hal yang lebih strategis saat ini adalah OJK harus memperkuat pengawasan dan marwah tujuan didirikannya OJK 9 tahun lalu yaitu menciptakan pengawasan terintegrasi yang efektif dengan tenaga pengawas yang memadai dari sisi jumlah dan kapasitas.

Kesimpulan

Dari uraian dan analisa di atas, penulis menyimpulkan bahwa Pengaturan produk perbankan syariah setelah adanya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK terlihat lebih komprehensif karena memuat beberapa peraturan tambahan terkait produk dan aktivitas baru, pengelolaan risiko produk dan aktivitas baru, penghentian produk dan aktivitas, pemenuhan prinsip syariah dan prinsip perlindungan nasabah. Selain itu juga terdapat beberapa peraturan yang diubah terkait perizinan dan pelaporan produk dan aktivitas baru serta besaran sanksi administratif. Dampak dari pengaturan produk perbankan syariah oleh OJK tersebut akan lebih memudahkan inovasi produk perbankan syariah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline