Lihat ke Halaman Asli

Dek Nara Rakhmatia yang Dipuja dan Dihina

Diperbarui: 3 Oktober 2016   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tayangan berita tentang Dek Nara yang pertama kulihat adalah berita penuh puji dan puja terkait penampilannya beberapa waktu lalu di Sidang Majelis Umum PBB. Saat itu juga, aku berkata dalam hati, “beberapa hari ke depan pasti akan muncul berita tandingannya, berita berisi caci-maki terhadap Dek Nara.”

Jujur, aku termasuk orang yang biasa-biasa saja melihat tayangan berita Dek Nara di Sidang Majelis Umum PBB. Tak ada yang spesial dan bisa kukagumi dari seorang Dek Nara, selain keberuntungannya menjadi salah satu diplomat di negeri ini.

Keberaniaan dan kecerdasannya? Bagaimana mungkin sebuah tayangan video singkat bisa dijadikan dasar kalau Dek Nara berani dan cerdas. Lha wong dia cuma baca teks. Ekspresi dan intonasinya juga terkesan biasa aja.

Bahasa Inggrisnya bagus? Pasti dan sudah seharusnya! Orang yang bahasa Inggrisnya pas-pasan ya pasti tak akan bernasib menjadi diplomat seperti Dek Nara.

Parasnya? Parasnya juga standar untuk bisa disejajarkan dengan artis indo-bule kita. Generasi muda kita pasti lebih tertarik dengan Awkarin dan sejenisnya.

Lalu, apa Dek Nara tak punya kelebihan apapun? Pasti punya! Tapi ya itu, kita harus melihatnya secara proporsional. Pertama, dia cuma disuruh baca teks, kita tak tahu siapa yang mengarang teks yang dibacakan oleh Dek Nara.

Dek Nara tidak pernah ke Papua dan tak punya data riset yang jelas tentang Persoalan Papua dan HAM di Indonesia? Kalaupun punya, pidato yang akan dibacakan tidak akan seperti yang kita harapkan dari seorang Dek Nara yang seandainya punya pengetahuan dan pengalaman segudang tentang Papua dan HAM di Indonesia.

Sebagai seorang diplomat (junior pulak), Dek Nara tak lebih dari sekedar tukang suruh, dalam hal ini tukang suruh baca. Bisa jadi Dek Nara juga tak terlibat sama sekali dalam penulisan naskah pidato tersebut. Dek Nara (entah dipaksa atau terpaksa) harus membaca naskah pidato yang sudah disiapkan sebagai bahan kampanye politik Indonesia di dunia internasional.

Menurut hematku, jadi agak berlebihan juga kalau kita menyerang Dek Nara secara personal. Acting Dek Nara di Sidang Majelis Umum PBB itu tindakan officialPemerintah Indonesia. Karena itu, sekali lagi, Dek Nara cuma seorang tukang suruh. Justeru dalam kasus ini, aku bersimpati dengan Dek Nara yang bernyali pasang badan dan berani malu. Syukur-syukur Dek Nara memang punya pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang Papua dan HAM. Setidaknya, nasionalisme versi Pemerintah RI berhasil dibuktikannya.

Tapi kalau ternyata Dek Nara tidak punya pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang Papua dan HAM, maka saranku semoga dengan kejadian ini Dek Nara bisa mengambi hikmahnya. Mulailah belajar tentang sejarah dan politik Indonesia dari beragam versi yang ada.

Luangkan waktu dan uang untuk liburan ke daerah-daerah konflik di Indonesia. Ikut kegiatan voluntary serviceke daerah-daerah terpencil, terluar dan tertinggal. Dengan begitu, paling tidak bisa menebus rasa bersalah selama mengabdi menjadi diplomat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline