Lihat ke Halaman Asli

Muh Azhar Mubarak

Mahasiswa program studi bimbingan dan konseling

Bimbingan dan Konseling pada Ranah Pondok Pesantren

Diperbarui: 21 Oktober 2024   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jika merujuk pada peraturan pendidikan, maka konseling telah memiliki legalitas dan kedudukan yang memadai dan menghendaki hadir pada setiap lembaga-lembaga pendidikan. Sebagaimana yang tertuang pada UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003 yang berhubungan dengan sistem pendidikan nasional sampai pada Permendikbud No.111 Tahun 2014 berhubungan dengan bimbingan dan konseling pada jenjang dasar dan menegah.

Perkembangan konseling umumnya dilakukan oleh bangsa Barat, sebagaimana referensi induk dittemukan pembahasan mengenai teorii dan peraktik konseling yang berwawasan Barat. Dalam konsep Indonesia konseling dipandang berdasarkan pada ranah pendidikan. Sehingga Prof DYP salah satu guru besar bimbingan konseling Uneversitas Negeri Semarang, pada satu kesempatan menegaskan bahwa bimbingan konseling di Indonesia berumah besar pada ranah pendidikan.

Perkembangan waktu terus menuntut utamanya lembaga-lembaga pendidikan untuk mengadopsi dan mengiplementasikan program dan layanan konseling baik jenjang sekolah formal maupun perguruan tinggi. Kebijakan pemerintah, dalam memberikan tempat bagi bimbingan konseling ditanggapi serius, bagi pengelola lembaga. Terlebih pada ranah pendidikan keagamaan.

Pendidikan keagamaan (pesantren), tidak bisa menafikkan kehadiran bimbingan dan konseling. Meskipun pada ranah implementasi masih ditemukan kesenjangan. Poin yang menarik utuk didiskusikan adalah, bagaimana sikap pondok pesantren menerima bimbingan dan konseling yang notabenenya berlandaskan pada falsafah Barat, sementara pendidikan pesantren berfokus pada pemberdayaan keagamaan dan muamalah, yang dipadukan pada konsep konsep keagamaan, meskipun telah ditemukan berbagai pendidikan pesantren yang mengadopsi keilmuan umum sebagai perkembangan pondok pesantren.

Perlu saya menjabarkan bagi kita semua, bahwa ranah bimbingan dan konseling sangat diperhitungkan, terutama bagi kemaslahatan pondok pesantren. Tidak jarang berbagai bentuk ketimpangan yang ditemukan berada pada ranah pondok pesantren, meskipun harus diakui kekuatan kiyai, kekuatan pembina, dan senioritas memiliki kendalih penuh. Tetapi poinya adalah, bagaimana bimbingan dan konseling dapat diterima pada jenjang poendidikan pesantren.

Konsep dan pemetaan konseling islam di Indonesia 

Pemetaan konsep secara teoritik terhadap perkembangan bimbingan dan konseling islam di Indonesia cukup serius. Berdasarkan penulusuran ilmiah, telah melakukan lima kali pertemuan, dimana pada pertemuan pertama di gelar di UII (universitas Islam Indonesia tahun 1985 menjabarkan secara konsep landasan, yang berhak melaksanakan, dan bidang yang dilayani yang berasakan nilai-nilai islam.Pada seminar ke dua masih di kampus yang sama UII, tahun 1987 membahas mengenai, pemantapan batasan bimbingan dan konseling dalam islam, tujuan bimbingan dan konseling islam, ruang lingkup BK islam, kode etik, dan beberapa perinsip dasar, serta pembidangan bimbingan dan konseling islam.

Pada seminar keempat membahas mengenai; kelainan dan krisis pikiran dan karsa membangun, agama sebagai dasar pijakan psikologi, manusia dalam pandagan Alquran dan penerapannya, psikologi islam, psikoterapi berwawasan islam, nafsiologi, pengembagan kurikulum psikologi berwawasan islam, metode kajian, penyadaran korban narkoba dengan pendekatan islam. Pada seminar keempat membahas mengenai; perjalanan organisasi sosial, urgensi dan tugas mendesak asosiasi BKI, pengasan keilmuan BKI berdasarkan uluhiya dan rububiyah serta membahas mengenai makalah para akademisi yang tergabung dalam asosiasi PABKI. Sementara pada pertemuan kelima di Surabaya tepatnya di UIN Sunan Ampel, melakukan perubahan pada identitas organisasi yang semula BKPI berubah menjadi ABKI.

Realita pelaksanaan bimbingan dan konseling di pondok pesantren

Pondok pesantren atau lembaga keagamaan, akahir-akhir ini menjadi sorotan publik. Banyak pertanyaan mendasar mengapa sekelas lembaga agama melakukan bentuk penyimpangan, seperti kerapnya terjadi bullying, kekerasan fisik, pelecehan, terindikasi LGBT, kecemasan, depresi, kebingungan dalam menentukan arah masa depan serta berbagai bentuk ketimpangan lainya. Sebagai pemerhati, kita perlu merumuskan langkah strategis, guna meminimalisir bentuk-bentuk ketimpangan yang dapat merugikan lembaga keagamaan. Sayangnya lembaga keagamaan yang ada, belum memperhatikan secara penuh strategi yang dapat dilakukan, seperti langkah preventif dan kuratif, akhirnya pendidikan pesantren lebih memfokuskan kepada tindakan kedisiplinan apabila ditemukan melanggar.

Meskipun lembaga formal dituntut memiliki ruangan dan guru bimbingan dan konseling.Pada realitanya sebagaian besar pesantren masih menganggap sepele, dengan menempatkan guru atau ustad atau ustadzah yang tidak sesui pada spesifikasi keilmuan, sehingga efisensi layanan bimbingan dan konseling tidak maksimal. Pada tulisan ini saya tidak menyalahkan personal peraktisi layanan bimbingan dan konseling pada pondok pesantren, tetapi bagaimana kita menyadari secara substansi. Meliputi fungsi dan tujuan bimbingan dan konseling. Oh iya, terkadang kita melakukan kecelakaan berpikir, dan menganggap layanan konseling dihususkan kepada yang bermasalah saja. Perlu disadari layanan bimbingan konseling tidak sesempit itu, melainkan bagaimana layanan bimbingan dan konseling mampu membawa santri pada rana perkembangan individu, atau kelompok dalam berbagai aspek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline