Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Firdaus

Education, Economic and Political Studies

Mengenal Learning Literacy and Numeracy Loss Pendidikan di Indonesia Pre-Post Pandemi Covid-19

Diperbarui: 22 Juli 2023   07:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebelum bank dunia merilis penelitian terbaru dari kelanjutan penelitiannya di tahun 2021 mengenai leaning loss yang terjadi pada pendidikan di Indonesia. Menurut Profesor Lant Pritchett dari Universitas Harvard dan survei yang dilakukan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonom (OECD) di tahun 2016 terkait kualitas pendidikan di Indonesia dalam bidang literasi dan numerasi. Keduanya mengatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia tertinggal 128 tahun dengan pendidikan di negara maju. Hal ini menandakan sebelum mengalami learning loss dalam bidang literasi dan numerasi sesuai rilis penelitian dari bank dunia di bulan Juni tahun 2023 bahwa Indonesia dalam sektor pendidikan memiliki kompetensi atau kualitas yang jauh tertinggal.

Learning loss adalah istilah yang dimaksudkan pada kehilangan kendali (ketidakmampuan individu) dalam penguasaan keterampilan kemampuan proses akademik. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh bank dunia mengenai learning loss yang terjadi di Indonesia selama pandemi covid-19 juga menambah daftar kurangnya kualitas pendidikan di Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan baik secara nasional dan internasional. Hal demikian menjadi alarm yang nyata perlunya akselerasi atau percepatan dalam pemulihan learning loss. Selain itu upaya peningkatan kualitas pendidikan untuk mengejar ketertinggalan dengan negara maju juga harus dilakukan dengan penemuan dan formulasi yang lebih efektif bagi satuan pendidikan yang mengimplementasikannya.

Pada hasil PISA (Programme Internasional for Student Assessment) yang dikeluarkan oleh OECD kinerja literasi pada tahun 2018 turun kembali ke level tahun 2001 setelah mencapai puncaknya pada tahun 2009. Berdasarkan skor TIMSS (Trend International in Mathematics and Science Study) pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat 40 dari 45 negara dan 2015 berada di peringkat 44 dari 49 negara yang di riset. Skor PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), Indonesia berada pada peringkat 41 dari 45 peserta ditahun 2011.

Indonesia mengalami darurat atau urgensi yang sangat mendesak pada literasi dan numerasi yang artinya pendidikan di Indonesia telah lama mengalami learning loss dalam definisi yang lebih luas. Dari sebelum pandemi covid-19 sampai post covid-19 saat ini di tahun 2023, pendidikan di Indonesia masih berhadapan dengan learning loss yang semakin bertambah tingkat kenaikannya. Upaya pemulihan yang terus digencarkan oleh Kemendikbud lewat kurikulum protipe, kurikulum darurat, dan kurikulum merdeka. Selain itu peta jalan pendidikan perlu diselaraskan dengan peningkatan elemen satuan pendidikan dari kebijakan, pengajar, perangkat pembelajaran, fasilitas, dan aksesibilitas.

Hasil rilis terbaru dari bank dunia yang menyatakan bahwa rata-rata learning loss khususnya untuk siswa SD sebesar 11-12 bulan, artinya pandemi berkontribusi cukup tinggi di mana terjadi kesenjangan akses yang kemudian menurunkan kualitas pembelajaran. Seperti menurunnya keaktifan peserta didik saat pembelajaran jarak jauh (PJJ), daya tangkap peserta didik yang berbeda dibandingkan pembelajaran tatap muka, menurunnya semangat belajar peserta didik saat melakukan PJJ, banyaknya peserta didik yang tidak memanfaatkan waktu belajar serta lebih banyak bermain game. Kegiatan tatap muka pun perlahan diberlakukan seiring penurunan pandemic covid-19. Sebuah studi menemukan bahwa pembelajaran tatap muka secara langsung bisa menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik dibandingkan saat PJJ.

Pendamping peserta didik dirumah juga perlu membimbing peserta didik yang masih menempuh pendidikan di bangku sekolah untuk menumbuhkan kebiasaan gemar membaca, melakukan kegiatan yang meningkatkan kreativitas, dan kebiasaan yang bermanfaat sesuai karakteristik masing-masing peserta didik. Sebab peserta didik memiliki waktu yang lebih banyak dirumah daripada di sekolah. Tidak perlu yang mahal dan mewah, banyak yang bisa dilakukan dengan murah untuk meningkatkan kapasitas tersebut bagi setiap peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline