Birunya langit ibukota di Tahun 2020, menandakan adanya sebuah perubahan alam ke arah yang positif, yaitu udara bersih bagi setiap makhluk hidup.
Dasar dari udara bersih bukan semata-mata karena berkurangnya mobilitas manusia di kala pandemi Covid-19. Apabila pandemi tersebut hilang, polusi pun kembali datang. Pandemi ini menjadi pengingat bagi pemerintah untuk fokus kepada transisi energi bersih agar Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada kondisi pasar terhadap energi fosil.
Tidak hanya kebutuhan untuk energi bersih, juga sebagai penanda bahwa Indonesia memiliki ketahanan dan kemandirian energi. Diversifikasi pasokan energi menjadi kunci untuk memastikan ketahanan dan kemandirian energi.
Sumber-sumber energi bersih yang dikembangkan di negara ini masih berjalan lambat ditengah perubahan perilaku konsumen energi dunia. Pada tahun 2020 terjadi penurunan konsumsi energi global secara signifikan, kecuali jenis energi bersih yang mengalami peningkatan. Maka dapat disimpulkan bahwa energi bersih saat ini sedang menjadi tren masyarakat dunia.
Mengapa Indonesia harus memulai untuk mengakselerasi transisi energi terbarukan sekarang ?
Menurut LCOE, IESR tahun 2020, keekonomian energi terbarukan yang semakin kompetitif dapat dilihat dari biaya pembangkitan energi listrik dari energi bersih. Semakin menunda transisi energi terbarukan akan semakin banyak pula aset pembangkit fosil yang semkin terdampar disrupsi harga listrik terbarukan yang semakin kompetitif yang semakin membebani pendapatan nasional.
Disrupsi sektor teknologi terus berkembang, seperti teknologi listrik tenaga surya yang dapat dikembangkan secara modular, desentralisasi dan demokratisasi pembangkit ini dapat mengubah model bisnis kelistrikan Indonesia di masa depan, karena tidak lagi harus bergantung kepada PLN. Teknologi di sektor energi bersih kini terus berkembang, semakin efisien dan kompetitif
Energi bersih sendiri diklaim lebih menopang ekonomi secara berkelanjutan daripada energi fosil karena sumber energinya yang kontinu, bersih, dan tidak pernah habis.
Peran penting Indonesia di panggung internasional dalam pengendalian perubahan iklim. Melalui NDC (Nationally Determined Contribution), Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41 persen bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada 2030.
Target iklim untuk dunia berdasarkan Paris Agreements yaitu menahan panas global 1,5-2°C sampai 2050. Menurut laporan Wood Mackenzie, jika target tersebut tercapai maka konsumsi minyak turun drastis dari 160 juta barel tahun 2019 menjadi 35 juta barel. Badan Energi Internasional (IEA) telah mengeluarkan peringatan untuk menghentikan investasi proyek migas dan batubara dalam rangka mencapai target.
Besarnya prospek energi bersih, harus terus disampaikan hingga menjadi booming seperti yang terjadi pada booming minyak di tahun 1970 an. Apabila Indonesia lebih dahulu bermain dan berinvestasi secara massal di sektor ini akan mendulang keuntungan beberapa tahun kemudian.