Lihat ke Halaman Asli

Antara HAK dan EGO: Blokade Jalan Umum untuk Kepentingan Pribadi

Diperbarui: 4 Desember 2024   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang makin kompleks, sering kita dapati jalan umum yang tiba-tiba berubah fungsi menjadi arena hajatan, tempat tenda berdiri megah, atau bahkan panggung hiburan. Semua itu dilakukan atas nama "tradisi," "adat," atau sekadar "sudah biasa." Tetapi, pernahkah kita bertanya, hak siapa yang sebenarnya kita ambil?

Seperti kata pepatah, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung." Adat dan tradisi memang harus dihormati. Namun, jangan sampai adat yang dijunjung justru malah merampas hak orang lain yang juga menginjakkan kaki di tanah yang sama. Jalan umum adalah ruang bersama, milik semua orang, dan seyogyanya juga digunakan untuk kepentingan bersama pula.

Dok. Pribadi

Blokade Jalan: Kepentingan Siapa yang Diutamakan?

Pernikahan anak tetangga, pengajian besar-besaran, atau sekadar tasyakuran sering menjadi alasan untuk "menguasai" jalanan. Alasannya? "Toh, warga sekitar tidak ada yang protes." Pernyataan semacam ini sering kali muncul, namun benarkah semua orang benar-benar setuju? Atau mereka hanya diam karena takut dicap "tidak tahu adat"?

Padahal, dampak blokade jalan ini sangat nyata. Jalanan yang ditutup untuk hajatan bisa memicu kemacetan panjang, membuat pekerja terlambat, bahkan menghambat kendaraan darurat seperti ambulans. Apakah kita rela pesta kita menjadi penyebab seseorang kehilangan nyawa karena terlambat sampai rumah sakit?

"Karena nila setitik, rusak susu sebelanga," demikian peribahasa mengingatkan kita. Ego pribadi atau kelompok kecil sepatutnya tidaklah boleh mengorbankan kepentingan yang jauh lebih besar.

Pelayanan Pemerintah: Masih Jauh dari Harapan?

Tidak sepenuhnya salah masyarakat yang terpaksa menggunakan jalan umum untuk mengadakan acara. Sebagian besar dari mereka tidak punya alternatif lain. Gedung serbaguna atau fasilitas publik yang layak sering kali minim atau bahkan tidak ada. Kalau pun ada, biaya sewanya kerap kali tidak ramah di kantong masyarakat biasa.

Di sinilah peran pemerintah seharusnya muncul. Membuat kebijakan yang lebih ramah bagi rakyat kecil, seperti menyediakan gedung serbaguna dengan biaya terjangkau atau bahkan gratis untuk warga. Dengan fasilitas yang memadai, kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi tanpa harus mengganggu hak orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline