Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulkifli

Dosen IAIN Palopo

Pengampunan Pajak untuk konglomerat, Beban bagi Rakyat

Diperbarui: 25 Desember 2024   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengampunan pajak atau tax amnesty sering kali dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah defisit anggaran negara, namun kebijakan ini membawa dampak yang tidak selalu adil bagi rakyat, terutama jika lebih banyak memberikan keuntungan kepada konglomerat dan pengusaha besar. Pengampunan pajak pada dasarnya memberikan kesempatan bagi wajib pajak, termasuk konglomerat, untuk membayar pajak terutang dengan tarif yang lebih rendah, atau bahkan tanpa dikenakan sanksi administrasi. Meskipun ini bisa membantu meningkatkan penerimaan negara dalam jangka pendek, namun dampaknya bagi keadilan sosial patut dipertanyakan.

Salah satu dampak negatif dari pengampunan pajak adalah menciptakan ketidaksetaraan antara rakyat kecil dan konglomerat. Konglomerat yang sudah memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya dan penasihat pajak sering kali mendapat manfaat lebih besar dari kebijakan ini. Mereka bisa menyelesaikan kewajiban pajak mereka dengan biaya yang lebih rendah, sementara rakyat kecil yang tak memiliki kemampuan untuk menghindari pajak tetap harus membayar pajak secara penuh tanpa fasilitas seperti itu. Ini bisa memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada.

Konglomerat dan perusahaan besar yang diuntungkan dari pengampunan pajak juga seringkali tidak menunjukkan kepedulian terhadap dampak sosial dari kebijakan ini. Meskipun mereka mendapatkan keringanan dalam kewajiban perpajakan, tidak ada jaminan bahwa mereka akan menginvestasikan kembali keuntungan tersebut dalam bentuk pengembangan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dalam banyak kasus, mereka lebih memilih untuk memindahkan keuntungan mereka ke luar negeri atau menggunakannya untuk memperkaya diri mereka sendiri, tanpa memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan negara.

Selain itu, pengampunan pajak bagi konglomerat sering kali dianggap sebagai bentuk pembiaran terhadap praktik penghindaran pajak yang sudah berlangsung lama. Dalam banyak kasus, mereka yang mendapatkan pengampunan pajak adalah mereka yang sudah lama menghindari kewajiban perpajakan atau bahkan melakukan penggelapan pajak. Pengampunan ini memberi sinyal buruk bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pajak dapat dengan mudah diampuni, yang pada gilirannya mendorong praktik-praktik serupa di masa depan.

Lebih jauh lagi, pengampunan pajak dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan itu sendiri. Jika pajak hanya dianggap sebagai alat yang bisa "dibeli" untuk menghindari kewajiban yang sah, maka kepercayaan masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak bisa menurun. Ini akan semakin mempersulit pemerintah untuk mengumpulkan dana dari rakyat kecil yang sudah membayar pajak dengan jujur.

Dalam konteks ekonomi, pengampunan pajak bagi konglomerat bisa jadi hanya solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar masalah. Sumber utama dari defisit anggaran negara bukanlah kurangnya pengampunan pajak, melainkan ketimpangan dalam sistem perpajakan yang memungkinkan konglomerat dan perusahaan besar untuk menghindari kewajiban mereka. Menggantungkan solusi fiskal pada kebijakan pengampunan pajak hanya akan membuat masalah struktural ini tetap ada.

Pengampunan pajak, meskipun mungkin efektif dalam meningkatkan pendapatan jangka pendek, bisa berbahaya dalam jangka panjang jika tidak disertai dengan reformasi yang lebih mendalam dalam sistem perpajakan. Alih-alih memberikan pengampunan, pemerintah seharusnya memfokuskan diri pada perbaikan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien, sehingga wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan perusahaan besar tidak bisa lagi menghindari kewajiban mereka dengan mudah.

Dari perspektif keadilan sosial, pengampunan pajak adalah kebijakan yang sangat problematik. Di satu sisi, rakyat kecil yang berpenghasilan rendah sering kali dipaksa untuk membayar pajak yang tinggi dan tidak mendapatkan fasilitas atau insentif apapun. Sementara itu, konglomerat dan perusahaan besar, yang memiliki banyak celah untuk menghindari pajak, justru mendapatkan kesempatan untuk membayar pajak dengan harga murah. Hal ini jelas mencerminkan ketidakadilan dalam sistem perpajakan.

Pemerintah seharusnya lebih berfokus pada menciptakan kebijakan yang memberikan insentif kepada wajib pajak untuk membayar pajak mereka secara penuh dan tepat waktu. Sebuah sistem yang transparan dan adil, di mana semua pihak, baik pengusaha kecil maupun konglomerat, membayar pajak sesuai dengan kemampuannya, akan menciptakan keseimbangan yang lebih baik dalam pembangunan ekonomi.

Dampak pengampunan pajak terhadap investasi dan perekonomian juga patut dipertanyakan. Sebagian besar konglomerat dan perusahaan besar yang diuntungkan dari kebijakan ini tidak merasa terdorong untuk berinvestasi lebih banyak dalam negeri. Mereka mungkin lebih tertarik untuk mengalihkan dana mereka ke luar negeri atau memanfaatkan celah pajak untuk mengurangi beban pajak mereka lebih jauh. Dengan demikian, pengampunan pajak tidak selalu menjamin peningkatan investasi atau lapangan pekerjaan yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat.

Salah satu alternatif yang lebih konstruktif adalah dengan mengedepankan reformasi perpajakan yang mendorong pemerataan beban pajak, tanpa memberikan pengecualian khusus kepada segelintir orang kaya. Pemerintah harus memperkuat sistem administrasi pajak dan menghilangkan celah-celah yang selama ini dimanfaatkan oleh konglomerat dan perusahaan besar untuk menghindari kewajiban mereka. Dengan demikian, negara bisa memperoleh penerimaan pajak yang lebih tinggi tanpa mengorbankan keadilan sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline