Bagi mahasiswa Yogyakarta siapa yang tidak asing dengan angkringan,apalagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tentu sudah tidak asing dengan angkringan AKYT.memiliki tempat yang luas,lahan parkir yang memadai,pelayanan yang ramah serta harga yang terjangkau menjadi ciri khas yang berbeda pada angkringan biasanya, mari berkenalan dengan sosok kreatif di balik angkringan AKYT yang menjadi legenda dikalangan mahasiswa UMY.
Banyaknya bisinis warung makan yang menjamur disekitaran kampus UMY menjadikan para pedagang lebih kreatif dalam menjajakan makanan, apalagi dikalangan mahasiswa yang terkesan doyan makan-makanan yang murah sehat serta mengenyangkan isi perut,hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kalangan pengusaha warung makan yang ada di sekitaran kampus UMY agar lebih kreatif dan pintar dalam menyajikan makanan yang disajikan
Seperti salah satu kisah pasutri asal Yogyakarta yaitu Bapak Suyatno lelaki paruh baya yang genap berusia 58 tahun dan Ibu Sundari sosok istri berusia 48 tahun sekaligus ibu bagi 4 orang anak laki-laki ini awalnya memulai bisnisnya dengan membuka warung makan prasmanan yang menjajakan macam-macam nasi sayur dan lauk-pauk di sekitaran kampus UMY. "saat itu pada tahun 2008 warung makan disekitaran kampus belum banyak to mas tidak seperti sekarang ini dimana-mana banyak yang buka usaha warung makan apalagi yang prasmanan,jadi dulu ibu dan bapak punya ide untuk buka usaha warung makan tapi harus berbeda dengan yang lainnya ya namanya juga usaha to mas harus lebih kreatif"ucap bu Sundari dengan nada yang penuh kasih sayang dari seorang istri dan juga ibu dari 4 orang anaknya yang kini sudah memasuki usia remaja.
Awalnya usaha yang dilakoni pasangan suami istri yang dikaruniai 4 orang anak laki-laki, membuka warung makan pada tahun 2008, "ibu dan bapak berpikiran warung makan yang akan dibuka harus beda dari warung yang biasanya jadi dulu ibu memilih membuka warung makan dengan konsep prasmanan,karna pada saat itu belum banyak yang membuka warung makan dengan konsep prasmanan mas". Ucap Bu Sundari sambil mengenang masa itu.
Namun seiring berjalannya waktu lambat laun disekitaran kampus UMY mulai ramai dengan warung makan dengan konsep yang sama,sehingga dagangan pun mulai terasa sepi,hal ini tidak menjadikan pasutri ini menyerah, saat bisnis warung makan sudah terlihat makin surut dan kebutuhan makin hari makin bertambah karna harus membiayai pendidikan 4 orang anak,Pak Suyatno mulai melirik-lirik bisnis angkringan yang dilakoni tetangganya, ia melihat peluang yang besar untuk beralih dari bisnis warung makan untuk berpindah kepada angkringan yang lebih mudah,sederhana dan juga tidak memberakan istrinya,
Dan benar saja pada tahun 2014 bisnis warung makan Pak Suyatno dan Ibu Sundari ini mulai tutup karna sepi pembeli,namun Pak Suyatno dan Ibu Sundari tidak putus asa mereka mulai lagi dengan merintis bisnis angkringan, berbekal ilmu pengamatan langsung dari angkringan yang ada di lingkungan sekitar dan juga jiwa kreatif serta terampil dari kedua pasutri ini akhirnya sepakat untuk beralih ke bisinis angkringan di pinggiran jalan sekitaran kampus UMY.
Awal-mula membuka angkringan pasangan suami-istri ini bertekad untuk memiliki hal yang baru dan harus berbeda dari angkringan-angkringan lainnya sama seperti bisnis warung makan sebelumnya,dan tercetuslah ide baru untuk menambah kenikmatan makanan yang disajikan sate-sate dan gorengan yang di jajakan di bakar lagi dengan menggunakan bumbu rahasia hasil racikan ibu Sundari,dan benar saja hal itu menjadi tampilan baru dari kalangan mahasiswa UMY pada saat itu,karna angkringan lainnya tidak ada yang yang seperti itu,mas ujar bu Sundari.
Dalam sekali belanja kebutuhan bahan dagangan Ibu Sundari mengeluarkan dana sebesar Rp.1.000.000,00. makanan jenis sate-satean menjadi menu favorit dikalangan mahasiswa,dalam sehari Ibu Sundari bisa memasak 5-10 Kg beras yang dimasak per kloter,sambil menunggu nasi matang beliau memasak menu-menu lainnya seperti sambal teri oseng tempe,gorengan,dan dibantu dengan anak-anaknya yang sepulang dari sekolah menusuk sate-sate,angkringan mulai buka pada pukul 15.30 dan tutup sampai dengan pukul 12.00 malam dalam sehari pendapatan bersihnya kalau lagi ramai bisa mencapai Rp.100.000,00-Rp.400.000,00 Bu Sundari juga mengatakan kalau mahasiswa yang doyannya makan-makanan pedas, menu nasi sambal teri boleh di coba,karena menu yang satu ini menjadi andalan AKYT yang banyak di minati oleh mahasiswa.
Sampai sekarang ini sudah banyak to mas angkringan yang seperti AKYT ujar Bu Sundari,Bu Sundari tidak takut usahanya gagal sama seperti sebelumnya,ia begitu senang walaupun hanya bisnis angkringan namun menjanjikan beliau sangat senang karena AKYT berhasil menampilkan wajah baru dari angkringan dan menjadi inspirasi beberapa angkringan di sekitarnya,berkat angkringan juga ia mampu menyekolahkan 4 orang anaknya,anak pertama kini sudah menjadi anggota kepolisian,dan anak kedua melanjutkan di jenjang pendidikan satpam,dan anak ke tiga dan keempat kini masih duduk dibangku sekolah.
Tak tanggung-tanggung banyak pegiat usaha angkringan lainnya berkunjung ke angkringan AKYT untuk sekedar melihat apa yang beda dari angkringan miliknya ternyata setelah di kaji cara pengolahan sate yang di bakar dengan racikan bumbu rahasia dan juga nasi sambal teri yang pedas menjadi daya tarik pembeli yang berkunjung ke angkringan AKYT ini.
Dan ada juga cerita lucu di balik resep rahasia ini bak cerita tokoh kartun Spongebob, antara Plankton dan Mr Crap ada yang sampai memohon kepada ibu untuk di beri tahu apa resep rahasia dari bumbu yang biasa dibuat oleh Bu Sundari namun demi menjaga ciri khas ibu sundari juga enggan memberi tahu saingannya yang jelas beliau selalu mengatakan "yo harus lebih kreatif yo nek mau di ulik yo rapopo makanannya tapi kalo untuk memberi tahu ya raiso yo mas namanya juga usaha nek aku kasi tahu yo sama saja to mas aku nenggelamin usaha kusendiri apalagi ini bisnis makanan yo toh mas" ucap Bu Sundari dengan logat jawanya yang masih melekat.
Sambil berlinang air mata dan perasaan penuh syukur Bu Sundari kembali bercerita tak terasa bisnisnya sudah 3 kali pindah tempat dari yang awal-mulanya di pinggiran jalan,kemudian berpindah kekontrakan dan kini sudah menetap diatas tanah sendiri ia masih tetap di cari oleh mahasiswa, pesan saya mas kalau anak-anak mau mulai usaha harus tetap gigih dan kreatif mas dengan usaha yang dilakoninya.
Sempat hening sejenak namun Bu Sundari memberitahukan kalau nama AKYT ini singkatan dari Angkringan Pak Yatno dan yang menamainya juga mahasiswa yang sering berkunjung, dan ada juga yang dulunya ngutang ke saya mas karna uang bulannya terhambat jadi saya berikan juga mas karna saya merasa iba dan tak sampai hati kepada anak-anak ini, ya semoga saja mas sambilan usaha bisa beramal ujar bu sundari kepada saya, mahasiswa yang sudah menjadi alumni kadang ada yang kembali berkunjung ke Yogyakarta untuk membayar utang kepada Ibu Sundari bahkan Ibu juga sampai lupa kalau pernah dihutangin oleh mahasiswa tersebut.
Untuk kualitas dagangan Bapak suyatno dan Ibu Sundari selalu menjaganya dengan baik,sejak awal berdiri di pinggiran jalan dan kemudian pindah ke salah satu rumah kontrakan di belakang metro kampus,dan kini menetap diatas tanah sendiri,kualitas rasa masih tetap terjaga dan banyak juga menu-menu tambahan lainnya.bagi siapa saja yang hendak berkunjung ke angkringan AKYT dan tidak tahu alamatnya tidak usah takut sekarang ini AKYT sudah tersedia dilayanan google maps,diakhir perbincangan saya pun pamit undur diri kepada kedua pasangan suami istri yang menjadi inspirasi saya dalam menulis berita feature ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H