Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zaky Arrasyid

Mahasiswa Universirtas Airlangga

Tantangan Tenaga Kesehatan dalam Menghadapi Demam Berdarah yang Kian Marak

Diperbarui: 18 September 2024   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

TANTANGAN TENAGA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI DEMAM BERDARAH YANG KIAN MARAK

MUHAMMAD ZAKY ARRASYID/191241048

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan global, terutama di negara tropis dan subtropis, dengan peningkatan kasus yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ini terbagi atas 4 macam serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.

Pastinya ada beberapa cara yang berperan untuk memutus penyebaran penyakit ini, seperti perbaikan kualitas kebersihan (sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti selaku vektor penyakit DBD, serta pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita penyakit DBD.

Dalam memutus penyebaran penyakit ini tentunya terdapat tantangan yang tentu tidak mudah. Tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan demam berdarah sangat kompleks, melibatkan berbagai aspek, mulai dari epidemiologi, lingkungan, hingga perilaku masyarakat. Dalam konteks ini, peran kesehatan masyarakat menjadi sangat penting untuk mengatasi tantangan tersebut.

Salah satu tantangan utama dalam penanganan DBD adalah tingginya angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh penyakit ini. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD terus meningkat, dengan lebih dari 390 juta infeksi terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Di Indonesia, misalnya, DBD merupakan salah satu penyakit yang cukup sering mewabah, terutama selama musim hujan. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya DBD dan cara pencegahannya menjadi salah satu faktor yang memperburuk situasi ini.

Lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti juga menjadi tantangan signifikan. Nyamuk ini berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air, seperti bak mandi, tempat penampungan air, dan limbah rumah tangga. Tingginya urbanisasi dan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan meningkatkan risiko penularan DBD. Oleh karena itu, intervensi yang efektif diperlukan untuk mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk dan melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk.

Peran kesehatan masyarakat dalam menghadapi tantangan ini sangatlah krusial. Pertama, edukasi kesehatan harus ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang DBD, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan. Kampanye informasi yang efektif, seperti penyuluhan di sekolah-sekolah dan komunitas, dapat membantu masyarakat memahami pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari tempat-tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk.

Kedua, program pengendalian vektor juga harus dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah fogging atau penyemprotan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa. Namun, metode ini harus diimbangi dengan upaya pencegahan yang lebih mendasar, seperti pengurangan tempat berkembang biak nyamuk melalui program gotong royong masyarakat dalam membersihkan lingkungan.

Ketiga, kolaborasi antar lembaga juga sangat penting. Kesehatan masyarakat bukan hanya tanggung jawab dinas kesehatan, tetapi juga melibatkan pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Dengan membangun kemitraan yang kuat, sumber daya dan informasi dapat dikoordinasikan dengan lebih baik untuk mengatasi masalah DBD secara efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline