Lihat ke Halaman Asli

Sesat Pikir Najwa Shihab

Diperbarui: 18 Agustus 2021   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Selamat Malam, Selamat Datang di Mata Najwa, Saya Najwa Shihab tuan rumah Mata Najwa. Anda wajar kecewa, jengkel, dan marah kepada para pelaku korupsi dana bantuan sosial. Tapi kekecewaan, kejengkelan, dan kemarahan itu tidak membuat para penegak hukum kita lebih serius menghukumnya. Yang terjadi malah pesta discount para pelaku korupsi ditengah pandemi. Mantan Menteri Sosial Juliani Batubara dituntut hanya 11 tahun penjara, untuk korupsi dana bantuan sosial oleh jaksa dari KPK, lembaga yang pernah koar-koar soal hukuman mati bagi para koruptor ditengah pandemi. Dalam waktu berdekatan pengadilan men-discount hukuman untuk mantan Jaksa Pinangki dan buronan Joko Chandra ditingkat banding . Gebyar discount hukuman untuk para koruptor terjadi ditengah pandemi. Inilah yang dipertontonkan didepan publik saat rakyat biasa harus menghadapi kriminalisasi, kekerasan, dan hukuman yang tidak masuk akal, pertanyaan saya dan mungkin juga pertanyaan anda mengapa hukum masih juga tumpul kepada para elit, mengapa para penegak hukum kita tak juga peka bahkan ketika semua sedang kesusahan?  Inilah mata najwa, "Keadilan bersyarat bagi seluruh rakyat Indonesia" demikian judul utama acara Mata Najwa dalam Narasi TV dimana Najwa Shihab sebagai tuan rumahnya (host).  Acara ini selanjutnya berlangsung dalam 7 bagian yaitu : Jaksa Pinangki Korupsi Tapi Koq Masih digaji (Part 1); Trenyuh! Ibu Bawa Bayi ke Penjara karena Masih Menyusui (Part 2); Ironi Rakyat Kecil di Hadapan Hukum (Part 3); Dibalik Tuntutan Ringan untuk Juliani Batubara (Part-4); Warga Gugat Ganti Rugi Bansos: Ini Hak Kami (Part 5); Koruptor Diistimewakan, Komitmen Presiden Dipertanyakan (Part 6); Rakyat Dipaksa Tak Waras Melihat Penegakan Hukum (Part 7)

Dalam beberapa bagian acara tersebut, terlihat jelas telah terjadi sesat pikir (logical fallacy) berupa proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan disebabkan karena pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Sesat pikir yang terjadi bisa jadi bukan tidak disengaja dalam rangka untuk membentuk opini pemirsa.

Tulisan ini selanjutnya akan membedah bahagin-bagian tertertu saja yang didalamnya terjadi logical fallacy (sesat berpikir), sehingga kita bisa menalar acara tersebut secara logic.

Part 1 dan 2

Selain seperti uraian pada paragraf 1, pada sesi ini Najwa Shihab melanjutkan dengan nyiyiran khas Mata Najwa: "Teman-teman, discount selalu diburu. Apalagi kalau nilainya fantastis sampai 60% siapa yang tidak tergiur?. Tapi apa jadinya jika yang yang didiscount adalah hukuman para koruptor?. Gemes ga? Gemes Ga? Sama', dan saya tidak sendirian. Berikut ini ungkapan hati warga dan netizen +62" demikian Najwa Shihab memulai acaranya sambil memperkenalkan Kurnia Ramadhan (peneliti ICW), Boyamin Saiman (Koordinator MAKI).

Ada 3 hal yang menjadi poin yang disampaikan Najwa pada acara ini yaitu (1) Hukuman ringan Jaksa Pinangki dalam kasus Joko Chandra; (2) Hukuman ringan buronan 11 tahun Joko Chandra; dan (3) Tuntutan ringan mantan Menteri Sosial Juliani Batubara dalam kasus Bansos, namun untuk lebih semarak lagi, ditambah oleh Kurnia Ramadhan (4) Mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo yang dituntut dan divonis hanya 5 tahun.

Pada akhir dari sesi ini, sampai pada kesimpulan bahwa tuntutan dan vonis pada keempat kasus tersebut di atas adalah terlalu rendah, menghina rasa keadilan, melukai hati para korban (penerima bansos).

Selanjutnya Tim Mata Najwa menghadirkan Ibu Isma yang divonis 3 bulan dan masuk LP bersama bayinya yang berusia 3 bulan karena masih menyusui, untuk dibandingkan dengan hukuman Jaksa Pinangki yang divonis 4 tahun pada tingkat banding (padahal sebelumnya pada tingkat pertama vonisnya 10 tahun), karena salah satu pertimbangan hakim tingkat banding adalah karena Jaksa Pinangki mempunyai anak kecil. Bahwa Ibu Isma kemudian dibebaskan setelah 2 minggu karena mendapat asimilasi, tidak dipertegas dalam pembahasan ini karena akan melemahkan premis-premis yang telah dibangun sebelumnya.

Poin yang mau disampaikan oleh Najwa Shihab adalah : Kenapa Jaksa Pinangki dihukum menjadi hanya 4 tahun karena pertimbangan punya anak kecil, sementara Ibu Isma dihukum 2 minggu padahal dia juga punya bayi yang masih menyusui? Dengan berbagai argumen Najwa menyampaikan bahwa hukuman 4 tahun bagi Pinangki adalah ringan  (di-discount kata Najwa), sementara hukuman 3 bulan yang kemudian bebas dalam 2 minggu bagi Isma dalah berat karena dia punya bayi yang masih menyusui. Untuk mendukung argumentasi ini selanjutnya gambar-gambar bayi Ibu Isma waktu dalam tahanan juga ditayangkan.

Najwa dengan dibantu dua narasumber-nya kemudiaan menjawab sendiri premis di atas dengan membuat framing bahwa ini terjadi karena Ibu Isma adalah orang kecil, miskin, tidak punya akses pada kekuasaan, sementara Jaksa Pinangki diperlakukan istimewa karena kaya dan punya akses pada kekuasaan. Selanjutnya disimpulkan bahwa demikianlah potret penegakan hukum di Indonesia, tumpul ke atas dan tajam kebawah. Apa istimewanya Jaksa Pinangki dengan hukuman itu (dibandingkan dengan ke-tidak-istimewanya Bu Isma)? Seandainya Jaksa Pinangki punya bayi seumur Ibu Isma, hampir pasti si-bayi ikut juga masuk bui untuk menyusui ibunya, dan sebaliknya bila Ibu Isma punya anak yang seumur anak Jaksa Pinangki, pastilah tidak akan ikut masuk bui, karena sudah tidak menyusu pada ibunya.

Apple to lemonade, demikian perbandingan antara kasus Pinangki dan Ibu Isma. Najwa dkk membandingkan sesuatu yang tidak setara/ perkara berbeda (Jaksa Pinangki perkara Korupsi dan Ibu Isma Perkara UU ITE).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline