Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf Ansori

Mari berkontribusi untuk negeri.

Pekerjaan Diciptakan Penguasa, Apakah Anda Masih Berpikir Demikian?

Diperbarui: 6 September 2022   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kompas.id

Jika anda lahir dan tumbuh kembang di perkotaan, mungkin pernah menyaksikan fenomena warga desa yang berdatangan ke kota untuk mencari pekerjaan. Sebaliknya, kami warga desa sudah biasa menyaksikan orang dewasa yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota.

Awalnya, saya pikir itu hanya masalah kesempatan yang tidak banyak tersedia di desa. Apalagi kami yang hidup di wilayah pertanian, ketika musim tanam berakhir maka kesempatan kerja itu otomatis hilang. Solusi jangka pendeknya adalah mencari pekerjaan di perkotaan. Ketika pekerjaan tetap sulit didapatkan, bersyukur masih mendapatkan pekerjaan musiman.

Namun, saya mulai berpikir jika fenomena seperti di atas dimulai dari nilai budaya yang kami anut. Kami _warga desa_ masih berpikir jika urusan pekerjaan adalah tanggung jawab penguasa.

Tidak ada dalam pikiran sebagian warga untuk menciptakan pekerjaan. Karena berpikir jika penciptaan hanyalah urusan Tuhan.

Terkadang, kami masih menganggap jika penguasa di Indonesia adalah raja, titisan Sang Penguasa. Di masa raja-raja masih berjaya di Nusantara, warga desa diberi "pekerjaan" untuk mengolah lahan. Petani menganggap jika profesinya sebagai petani adalah "titah" sekaligus  sikap "pemurah" raja.

Jika warga desa tidak bekerja, Pemerintah menjadi pihak yang paling disalahkan. Sebagian besar warga desa masih menganggap jika bekerja semata untuk kebutuhan bukan bentuk kehormatan apalagi aktualisasi diri. Bahkan, bekerja adalah bentuk kutukan sebagaimana dahulu raja mentitahkan para warga untuk mengolah lahan. Kemudian sebagian besar hasilnya diboyong ke istana.

***

Andaikan anda sedang berkendara untuk berangkat kerja, kemudian mendapati ada orang-orang yang berdiri di pinggir jalan. Tanyakanlah, apakah dia sedang menunggu pekerjaan datang?

Ini memang perkara rumit. Mengetahui cara berpikir seorang manusia bukanlah menggali emas di lubang tambang. Itu masih mending karena tampak secara fisik. Menggali kedalam pikiran manusia hanya bisa dilihat dengan kasat mata.

Saya pun hanya mengerti "sekelumit" saja apa yang tengah terjadi di sekitar. Semua yang disampaikan dalam tulisan ini masih bersifat spekulasi. Mungkin saja tidak berdasarkan pada suatu teori. Meskipun kita semua maklum teori hari ini bisa saja berubah di esok hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline