Bagi saya, lumrah saja jika anak seorang pejabat akan meneruskan kepemimpinan Bapa/Ibunya. Mungkin saja seorang anak pemimpin mewarisi kepemimpinan orang tuanya.
Mungkin saja seorang calon pemimpin itu lahir dari keluarga yang mendidiknya dan mempersiapkan anak itu untuk menjadi pemimpin. Dan, saya masih percaya pemimpin bisa lahir dari lingkungan seperti itu. Karena, tidak semua keluarga mempersiapkan anaknya untuk menjadi pemimpin walaupun lingkungan tempat hidup bisa membentuknya.
Kepercayaan saya akan hal di atas, mungkin saja sama-sama dirasakan oleh warga lain. Makanya, ketika anak pejabat yang ingin jadi pejabat, ya didukung saja.
Bukankah, politik itu masalah kepercayaan. Ketika di masa pemilihan warga mempercayakan estapet kepemimpinan pada keluarga pejabat, saya pikir tidak ada yang salah.
Apabila orang lain tidak diberi kesempatan untuk memimpin, mungkin warga belum percaya pada 'calon pemimpin baru itu'. Silakan kita mengemukakan alasan bahwa penyebaran kekuasaan perlu dilakukan. Silakan kita mendebat bahwa kekuasaan jangan terpusat pada segelintir orang, tetapi warga belum tentu menaruh kepercayaan pada orang yang 'tidak biasa' berkuasa.
***
Apabila ada yang menganggap politik dinasti bisa mencederai demokrasi, seharusnya kembali bertanya: apakah demokrasi adalah sesuatu yang "mesti"?
Ketika kita hidup di Nusantara dengan segala hal yang dimilikinya, mengapa harus selalu menilai cara hidup kita dengan nilai-nilai 'impor'. Bukan berarti saya anti konsep politik Barat, tetapi apa salahnya jika kita "modifikasi".
Demokrasi _dalam berbagai pengertiannya_ tidak mutlak harus persis sama dengan sumber aslinya. Amerika memilih Presiden dengan sistem perwakilan tidak persis sama dengan Inggris yang menerapkan demokrasi parlementer. Begitupun negeri ini, jika 'kesepakatan'-nya ialah siapapun boleh menjadi pemimpin di negeri maka kita taati kesepakatan itu.
Saat ini, bukan harus memperdebatkan apakah kesepakatan itu baik atau buruk. Tetapi, sama-sama menjalankan kesepakatan yang telah tertulis dalam Undang-undang yang berlaku.
Lalu, apakah politik dinasti itu bertentangan dengan Undang-undang yang ada?