Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf Ansori

Mari berkontribusi untuk negeri.

Makanan yang Sering Disepelekan, Kini Dirindukan

Diperbarui: 9 Mei 2020   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uluran Pangan (Ilustrasi: Ansor)


Menyaksikan orang Indonesia berebut sekantung beras di TV, begitu menyesakan hati. Negeri yang dikarunia alam indah namun makanan pun seakan sulit diperoleh ketika ada wabah.

***

Apakah karena ada sedikit kesombongan dalam hati kita selama ini karena punya tanah dan laut yang luas, sehingga menyepelekan urusan makanan? Apakah dalam pikiran kita masih tersirat jika urusan makanan hanya tugas para petani miskin di pedesaan? Apakah kita masih berpikir jika mengurus makanan hanya pekerjaan rendahan yang tidak ada dalam "daftar gengsi" masyarakat?

Ketika wabah melanda, betapa kita sangat merindukan keberlimpahan makanan.  Tidak sedikit yang sangat mengharapkan uluran tangan dari orang berpunya, makanan bukan perhiasan.

Mengantri demi mendapatkan jatah beras dan lauk pauk menjadi pemandangan yang mudah ditemui di kala pandemi. Kami, masyarakat kelas bawah, tidak merasa gengsi meminta sebungkus nasi pada Presiden Jokowi karena saat ini itulah yang dibutuhkan.

Apabila ada yang masih berteriak ingin mendapatkan quota internet dengan harga murah, malulah karena masih banyak yang berteriak "kami kelaparan". Jika ada yang menggerutu karena tarif listrik dan BBM tidak turun, malulah pada kami yang masih sibuk mencari "makanan gratisan".

Saya masih berpikir jika kesulitan pangan ketika dibutuhkan sebagai buah dari pikiran kita yang menyepelekan urusan makanan. Dalam budaya kita, urusan makanan tidak diutamakan. Menjadi petani sebagai produsen pangan masih dianggap sebagai profesi yang penuh dengan keterpaksaan.

Memang, kesejahteraan petani menjadi tanggung jawab Pemerintah dan itu masih diabaikan. Tetapi, dalam ekonomi demokratis seperti yang kita anut maka inisitif pribadi malah menjadi ciri khas. Tidak usahlah menunggu uluran tangan Pemerintah untuk membantu mengolah tanah sebagai anugerah.

Bagi saya, segala bentuk kelalaian kita mengurus pangan adalah tanggung jawab bersama. Tidak usahlah menuduh pihak sana-sini seakan mereka salah dan kita tidak salah. Kesalahan bersama kita adalah ketika pikiran sama-sama menganggap remeh urusan makanan.

Saat pandemi, remahan bisa menjadi sangat berharga karena begitu terasa betapa susah mendapatkannya. Ketika berlimpah, makanan dianggap sampah berserakan disana-sini.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline