Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf Ansori

Mari berkontribusi untuk negeri.

Menilai Kepintaran Anak di Era Media Sosial

Diperbarui: 10 Desember 2019   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: kompas.com

Anak pintar itu seperti apa sih? Pertanyaan itu selalu menggelayut di pikiran saya. Kalau masih ada yang berpikir bahwa anak pintar itu adalah anak yang memiliki nilai rapor terbesar, kok kayaknya tidak 'fair'. Bukankah nilai rapor tidak bisa mengakomodir semua kemampuan anak?

Persepsi Tentang Anak Pintar

Cara kita menilai anak pintar sepertinya masih dari sisi angka-angka di rapor. Tetapi, bagaimana kita menilai kemampuan mereka dimana kemampuannya tidak masuk dalam kurikulum sekolah?

Sebagai contoh, adik saya sudah pintar menjahit tas di usianya yang baru 17 tahun. Di sekolah, tidak ada pelajaran menjahit tas karena tidak masuk kurikulum. Pelajaran itu didapatkan dari saudara saya sebagai pengusaha konveksi.

Lalu, apakah orang-orang akan menilai dia "anak yang kurang pintar"? Apalagi di pelajaran lain nilainya tidak terlalu bagus.

Lalu, bagaimana cara kita menilai anak pintar kalau tidak ada ujian kemampuan anak di luar kurikulum sekolah?

Saya ingat betul bagaimana saya sering disebut sebagai anak pintar ketika masih anak-anak karena nilai rapor saya lumayan bagus. Tetapi, setelah remaja saya jadi tidak tertarik hal yang bersifat akademis makanya nilainya menurun drastis. Saya lebih tertarik hal bersifat praktis seperti menanam sayuran atau beternak domba.

Sekali lagi, bagaimana bisa kita menilai kepintaran seseorang apalagi orang dewasa yang tidak bersekolah?  Makanya, saya mengajak untuk mengubah persepsi kita tentang anak pintar.

Dunia ini begitu luas, banyak hal yang bisa dipelajari. Kepintaran seorang anak tidak bisa ditentukan oleh kita sebagai orang dewasa. Bagi saya, biar dirinya sendiri yang menilai kepintaran itu. Atau, biar saja alam yang menilainya apakah dia bisa 'berkompromi' dengan kehidupannya kelak.

Ya, lingkungan yang menilai kepintaran si anak bisa dengan mudah berubah. Apabila di sekolah makanya dia akan dipuji guru dan teman-temannya. Tetapi, ketika dia sedang berada di rumah? Atau, ketika sedang bermain dengan temannya?

Mari kita bayangkan, seorang anak yang sedang sendirian di tengah hutan. Anggap saja di tersesat ketika sedang bertamasya bersama keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline