Karena informasi yang kita terima tidak tepat, kita sering memberikan penilaian yang tidak tepat pula pada seseorang. Begitulah, ketika linimasa dan media massa dipenuhi 'penilaian' manusia terhadap manusia dimana terkadang timbul stereotip yang justru negatif.
Menilai Seseorang Sudah Jadi Budaya Baru
Saya sering memperhatikan betapa era keterbukaan informasi membawa kita pada serba "sok menilai" seseorang. Apakah keterbukaan informasi seperti sekarang sudah pada taraf "kebablasan".
Subjektifitas yang kita miliki memang sah-sah saja untuk memberikan "cap" begini ataupun begitu pada orang. Namun, subjektifitas itu terkadang tidak disertai informasi yang cukup sehingga terjadi begitu banyak bias.
Akhir-akhir ini netizen Indonesia begitu senang menonton vlog di Youtube atau Instagram yang bertema kehidupan keseharian para pesohor. Ada vlogger yang suka menayangkan kegiatannnya ketika sedang liburan, berbelanja atau sekedar makan siang di restoran ternama.
Menariknya buat saya, justru bukan isi dari vlog itu tetapi komentar netizen yang serba 'maha tahu' dan 'maha benar'. Entah apa yang merasuki sebagian netizen, mereka menonton vlog itu sembari memberikan cacian tanpa dasar.
Penilaian-penilaian ini sudah menjadi bagian budaya 'baru' warga Indonesia. Jari-jemarinya menunjuk orang lain tanpa banyak bermuhasabah diri.
Saya merasa miris juga dengan lahirnya budaya baru ini. Seingat saya, dulu manusia Indonesia tidak sebegitu mudahnya memberikan penilaian pada seseorang. Apalagi tanpa langsung bertatap muka, dimana kita tidak pernah bisa tahu seperti apa sebenarnya orang yang kita nilai itu.
Memahami Orang Dari Sudut Pandang Berbeda
Tanpa pengetahuan yang cukup, sebaiknya kita tidak gegabah memberikan penilaian pada orang. Karena, bisa jadi kita terjebak dalam cara pandang "mayoritas".
Maksudnya, mayoritas orang-orang di sekitar kita memiliki sistem nilai yang jauh berbeda dengan orang yang kita nilai di belahan dunia yang berbeda. Contohnya, pada suatu kultur tertentu hal yang lumrah menggunakan pakaian serba minim di tempat umum. Tetapi, si penilai akan memiliki pemahaman tersendiri karena dia tidak tinggal di kultur yang sama dengan orang yang dinilai.
Dengan lahirnya internet, banyak yang tidak menyadari jika kultur di banyak tempat sungguh berbeda. Karena berada di dunia maya yang sama, kita sering merasa berada di 'dunia yang sama'.