Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf Ansori

Mari berkontribusi untuk negeri.

Harga Pangan Mahal, Ciri Bangsa Kurang Bersyukur?

Diperbarui: 4 November 2019   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambutan Mentan Syhrul Yasin Limpo di Acara Peringatan Hari Pangan Sedunia di Sullawesi Tenggara (Sumber: antaranews.com)

Hidup di negara Indonesia tercinta ini harus memiliki ketahanan fisik dan mental karena harga pangan mahal. Kalau makanan pokok tidak terbeli, harus siap berhemat. Tapi, kalau sedang banyak uang, hati-hati karena besok lusa nilainya bisa merosot karena makanan pun bisa mahal tiba-tiba.

Hari Pangan Sedunia Bukan Peringatan Belaka

Beberapa hari yang lalu 16 Oktober kita memperingati Hari Pangan Sedunia dimana dalam peringatannya dipusatkan di Sulawesi Tengah. Peringatan ini sudah biasa dilakukan setiap tahun, namun sayang nampaknya lebih banyak seremonial belaka.

Indikasinya jika hari pangan sekedar seremonial belaka, ya bangsa kita nampaknya tidak menjadikan pangan sebagai perhatian utama. Namun, bukan berarti masalah pangan bukan sekedar urusan Kementerian Pertanian.

Sebagai petani di pedesaan, saya tidak melihat masalah pangan bukan sebagai urusan produksi alias tanam-menanam hingga panen. Masalah pangan juga masalah kultural.

Maksud saya, kalau bicara pangan jangan melulu "menyalahkan" petani atau "membela" petani. Bahkan, saya cenderung melihat masalah pangan sebagai masalah yang lebih filosofis.

Saya contohkan kultur Jepang dimana mereka begitu "menghargai" sebutir nasi dalam mangkuk sehingga tidak mau menyisakannya begitu saja. Entah adakah hubungan logis atau tidak antara sikap menghargai sebutir nasi dengan kualitas dan kuantitas produksi pertanian di suatu negeri. Tetapi, itu nyata terjadi.

Jadi, peringatan hari pangan bukan lagi melulu berbicara masalah produksi pertanian atau harganya yang naik turun seperti jalan raya di dataran tinggi. Masalah pangan sudah harus merasuk ke dalam pikiran dan jiwa manusia Indonesia bahwa ini "masalah harga diri bangsa".

Malu, Tanahnya Luas Makan Saja Kok Terus-terusan Dibahas

Kurang bersyukur, itulah yang ada pada bangsa ini. Memandang makanan sebagai urusan sepele karena "jumawa" punya tanah yang luas.

Kita suka bangga karena punya tanah dan air yang sangat luas. Kekayaan alamnya melebihi negara lain. Tapi, sikap jumawa itu malah membuat kita lupa bagaimana mengolah tanah yang luas itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline