Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf Ansori

Mari berkontribusi untuk negeri.

Politik Dagang Sapi

Diperbarui: 26 Juli 2019   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Dokumen Pribadi


Istilah politik dagang sapi saya kenal ketika reformasi baru saja bergulir 20 tahun lalu. Istilah itu kayaknya relevan juga dengan saat ini ketika kaum elit kembali ramai bagi-bagi kursi.

***

Belajar sistem pemerintahan di sekolah dulu, saya masih dibingungkan dengan sistem presidensial dan sistem parlementer. Sedikit-sedikit tahu dan mulai ketahuan sisi gelapnya.

Sistem perpolitikan kita yang tidak memiliki "oposisi sejati" sepertinya akan terus memainkan gaya berdagang sapi, adu tawar. Seperti orang Minang membeli sapi, tawar-menawarnya tersembunyi dan penuh kode-kode.

Oposisi sejati yang digadang-gadang menjadi alternatif perubahan malah bermain mata dengan petahana. Ya, saya sih tidak bisa tebak-tebak buah manggis apa yang dibicarakan Bu Megawati dan Pak Prabowo di Jalan Teuku Umar. Tapi, kalau menurut tradisi sepertinya tidak akan jauh dari acara bagi-bagi kursi.

Kursi kekuasaan bukan hanya dalam kabinet tetapi juga diluar kabinet. Mungkin saja, di Pilkada nanti Bu Mega akan lebih mesra dengan Pak Prabowo untuk mengusung calon kepala daerah. Ya, tidak bisa dipersalahkan kalau sikapnya seperti itu karena sistem perpolitikan kita memperbolehkan itu.

Pendukung Prabowo sepertinya akan semakin sakit hati karena ke depan gaya politik Prabowo dan Gerindra akan lebih 'damai' dengan Jokowi sebagai presiden terpilih.

Ah, saya sih hanya melihat sisi manfaatnya saja. Lagian, sejak dahulu saya sudah tahu kalau perpolitikan nasional seperti itu. Jadi kegiatan dukung-mendukung tidak seekstrem tetangga sebelah. Biasa saja.

Lagipula, Pak Jokowi perlu 'menjinakan' para penentang kebijakannya. Tahu kan, urusan investasi asing yang banyak ditentang kubu sebelah. Lalu masalah sensitifitas agama yang dibawa ke ranah pidana. Itu urusan yang bakal jadi batu sandungan kalau Pak Prabowo 'sulit diajak bicara'.

Saya sih pragmatis saja, lakukan saja adu tawar itu selama bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Daripada terkesan menentang padahal sebenarnya hanya ingin dibilang 'paling lantang'.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline