Riba atau bunga telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan dalam masyarakat modern. Namun akibat riba tidak hanya terlihat pada kehidupan pribadi, tetapi juga berdampak pada struktur sosial dan ekonomi masyarakat secara umum. Riba dapat diartikan sebagai bunga pinjaman, konsep keuangan yang dilarang keras dalam Islam karena bertentangan . Larangan ini tidak hanya berasal dari alasan teologis, namun juga potensi implikasi individu dan sosial yang signifikan. Dalam konteks perekonomian saat ini, dimana sistem keuangan global sangat bergantung pada suku bunga, memahami dampak riba menjadi sangat penting.
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti "menambah" atau "berlebih". Dalam prakteknya, riba berarti bunga atau keuntungan yang diperoleh secara tidak adil dari transaksi pinjaman. Riba adalah penambahan, pengembangan, perbaikan dan perluasan pinjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam atas penangguhan atau pemisahan sebagian modal untuk jangka waktu tertentu. Riba dibagi menjadi dua yaitu riba nasiah (bunga atas keterlambatan pembayaran) dan riba fadhl (perdagangan yang tidak setara dalam kualitas dan kuantitas). Kedua bentuk riba tersebut dilarang dalam Islam karena dianggap merugikan keadilan sosial dan kesenjangan perekonomian.
Dampak Riba terhadap Kehidupan Pribadi
Riba mempunyai beberapa dampak pribadi, yaitu tekanan finansial. Orang yang memiliki utang berbunga tinggi cenderung lebih mengalami stres dibandingkan orang yang tidak berhutang atau utang tanpa bunga. Tekanan finansial ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, berujung pada gangguan kecemasan, depresi, bahkan penyakit fisik seperti hipertensi dan penyakit jantung.
Dampak selanjutnya yaitu kekurangan rezeki yang diberikan oleh Allah swt. Dalam kebanyakan kasus, orang yang melakukan riba mengalami ketidakseimbangan keuangan. Kemampuan untuk menabung atau berinvestasi dalam aset produktif dapat berkurang jika bunga pinjaman terus meningkat. Tingkat tabungan orang dengan utang berbunga lebih rendah dan lebih cenderung menghabiskan pendapatan mereka untuk membayar bunga daripada untuk kebutuhan dasar atau investasi masa depan.
Dari sudut pandang agama Islam, melakukan riba dianggap sebagai pelanggaran moral dan etika. Dalam penelitiannya, Mohamed (2023) menemukan bahwa orang yang melakukan riba sering mengalami rasa bersalah dan kehilangan kesejahteraan spiritual. Ini dapat menyebabkan konflik internal dan ketidakpuasan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dampak Riba terhadap Masyarakat
Terdapat beberapa dampak pribadi dari riba yaitu ketimpangan sosial semakin besar. Sangat mungkin bahwa ketimpangan sosial diperburuk oleh sistem keuangan yang berbasis riba. Terdapat ketimpangan pendapatan yang signifikan, di mana orang kaya memperoleh lebih banyak uang sementara orang miskin yang membutuhkan pinjaman harus membayar bunga yang tinggi.
Praktik riba juga dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi yang luas. Krisis keuangan dapat menyerang sistem perbankan yang bergantung pada bunga. Menurut laporan Bank Dunia, sistem keuangan berbasis riba dapat menyebabkan gelembung aset dan krisis utang, yang pada akhirnya dapat menyebabkan resesi ekonomi dan ketidakstabilan pasar.
Riba juga dapat merusak nilai-nilai sosial seperti solidaritas dan keadilan. Dalam penelitiannya, Farooq (2023) menemukan bahwa hubungan antara orang-orang dalam masyarakat yang didominasi oleh sistem keuangan riba cenderung berpusat pada keuntungan finansial daripada kerja sama dan bantuan satu sama lain. Tingkat kepercayaan dan solidaritas sosial yang penting untuk kestabilan masyarakat dapat terganggu karena hal ini.
Solusi Yang Bisa Diterapkan