Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Umar ibnu malik

mahasiswa semester 3, Program studi Pendidikan Agama Islam, UIN. Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Moderasi Beragama sebagai Basis Pembentukan Karakter Mahasiswa di Era Disrupsi Teknologi Informasi

Diperbarui: 23 Juni 2024   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://pin.it/ojwTee8Uk

Indonesia sebagai negara majemuk yang memiliki beragam kebudayaan, suku, ras, ideologi bahkan kepercayaan harus terus mempertahankan keutuhan dan keberlanjutan kemajemukan tersebut untuk menjaga stabilitas bangsa. Penanaman nilai moderasi beragama di Indonesia dapat membantu meminimalisir adanya sikap-sikap keras. Hal ini tentu memberikan sebuah upaya preventif terjadinya sikap radikalisme yang disebabkan oleh ajaran yang terlalu keras menanggapi sebuah perbedaan. Moderasi sendiri merupakan sikap yang mengambil jalan tengah, tidak ekstrem kanan maupun kiri. Dalam artian, tidak mengambil sudut pandang subjektif dan merasa paling benar. Namun, bertindak adil dan berfikir komprehensif (menyeluruh) terhadap sebuah perbedaan. Oleh karenanya, upaya proses internalisasi atau penanaman nilai-nilai moderasi beragama terhadap bangsa Indonesia sangat perlu digencarkan. Terlebih ketika berbicara pada konteks lingkungan mahasiswa, yang merupakan lingkungan multikultural dengan beragam perbedaan dalam pemikirannya, ideologinya, atau bahkan budaya dan kebisaannya. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Badan Intelejen Negara (BIN) (dalam Ali dkk., 2021) menunjukan indikasi mahasiswa yang terpapar mengikuti gerakan radikalisme sekitar 39% dan tiga institusi perguruan tinggi menjadi cikal bakal basis penyebaran pemahaman radikal terhadap mahasiswa. Padahal seharusnya perguruan tinggi menjadi peranan vital terhadap pembentukan karakter mahasiswa yang toleran, moderat, dan mengharagai perbedaan, karena usia mahasiswa sangatlah rentan terhadap dogma-dogma dan sosialisasi politik serta kepentingan tertentu yang dipengaruhi oleh sekelompok golongan penyebar radikalisme.

Di sisi lain, penyebarluasan radikalisme dalam lingkungan mahasiswa tidak hanya dilakukan secara fisik. Namun, masih banyak sekali distribusi informasi yang memuat radikalisme dengan melalui sistem teknologi informasi yang dapat diakses oleh siapapun. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali konten dan penyebaran informasi yang memuat berita penggiringan opini dan dogmatis yang tersebar lewat media sosial. Akhir-akhir banyak sekali isu yang melibatkan media informasi sebagai jalur untuk mendistribusikan informasi tentang ajakan dan penggiringan opini yang mengacu pada sikap radikalisme. Dilansir dari laman Kominfo, bahwa sepanjang tanggal 7 Juli 2023 s.d. 21 Maret 2024, kementrian Kominfo mengidentifikasi konten yang berjumlah 5.731 konten yang memuat IRET (Intolerasi, Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme) (Kominfo, 2024). Berdasarkan data yang diperoleh dari kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) menunjukan bahwa konten digital dan penyebaran informasi sangatlah membawa pengaruh signifikan terhadap pola pikir, tindakan, dan karakter seseorang. Di tengah dinamika seperti ini, moderasi beragama hadir sebagai kompas moral bagi mahasiswa yang menuntun menuju pembentukan karakter yang berakhlak mulia, mencintai perdamaian, menjaga keutuhan bangsa dengan menanamkan nilai moderasi beragama, yaitu; toleransi; menghormati sesama; bersikap pluralisme; dan inklusif.

Di era disrupsi teknologi informasi yang sangat pesat ini, teknologi informasi memberikan sebuah tantangan baru kepada mahasiswa dalam mempertahankan nilai- nilai moral dan spiritual. Banyak sekali bereder arus informasi yang memuat berita hoaks, ujaran kebencian, dan penggiringan opini. Hal ini dapat menjerumuskan pola pikir mahasiswa yang intoleran atau bahkan ekstrem. Contohnya di era sekarang banyak sekali beredar informasi isu-isu yang bermuatan radikalisme dan ajakan untuk bergabung dalam golongan eksrem seperti ISIS dan golongan radikal lain yang menyebar luas di aplikasi media sosial "X" yang semula bernama "Twitter" konten- konten yang dibuat oleh sekelompok oknum untuk mengajak dan memberikan doktrin secara tidak langsung terhadap pengguna media sosial tersebut. Bahkan di media sosial lain seperti Instagram, Facebook, dan aplikasi media sosial lain juga banyak yang

memuat ujaran kebencian, narasi bermuatan intimidasi dan saling menyalahkan umat atau kepercayaan orang lain. Sehingga susah untuk menerima perbedaan pendapat dan selalu merasa paling benar. Dalam hal inilah moderasi beragama hadir sebagai benteng moral mahasiswa yang memberikan upaya preventif terhadap tindakan ekstrem tersebut. Moderasi beragama membangun sikap kritis dan selektif terhadap informasi yang semakin tersebar di manapun dan mudah di akses. Di era digital ini, mahasiswa perlu didodorong untuk tidak mudah percaya terhadap sumber informasi yang tidak kredibel di media sosial. Mereka perlu memiliki kemampuan analisis informasi, dan memvalidasi informasi sebelum memberikan kepercayaan terhadap suatu informasi.

Moderasi beragama mendorong mahasiswa untuk dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tepat. Di tengah dinamika media informasi yang menyangkut hal-hal berbau agama di internet, mahasiswa perlu menerapkan sikap moderasi beragama untuk mengambil jalan tengah agar tidak terjerumus pada sikap radikalisme yang dipengaruhi oleh konten-konten digital. Dalam hal ini, Islam mendefinisikan moderasi beragama sebagai sikap yang mengambil jalan tengah, yang dikenal dengan istilah wasathiyah. Konsep wasathiyah sendiri merupakan suatu sikap toleransi yang mengedepankan keseimbangan dengan menghindari sikap keras, ekstrem, dan radikal. Hal ini terdapat dalam Firman Allah SWT. Q.S Al-Baqarah Ayat 143. Adapun beberapa indikator Islam wasathiyah (moderat) yakni diantarannya: a). Tawazun (seimbang), b). I'tidal (lurus dan tegas), c). Tawasuth (mengambil jalan tengah), d). Tasamuh (toleransi), e). Musawah (persamaan), f). Syura (musyawarah), g). Islah (reformasi), h). Awlawiyah (mendahulukan prioritas), i). Tathawur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), j) Tahaddur (berkeadaban). Dalam konteks di era saat ini, prinsip yang terdapat dalam indikator moderasi beragama perlu ditanamkan kepada mahasiswa untuk membangun karakter yang toleran, seimbang, cinta damai, adil, dan menghormati ketika dihadapkan dengan sebuah fenomena yang ada di media sosial.

Di era distupsi ini, mahasiswa dihadapkan oleh berbagai perbedaan, baik dalam hal agama, budaya, ataupun ideologi. Moderasi beragama memberikan wawasan kepada mahasiswa untuk menghormati setiap perbedaan dan tidak merasa benar.

Sejalan dengan prinsip Tawasuth dan Tasamuh yang menekankan pada sikap mengambil jalan tengah dan toleransi. Pertanyaannya, bagaimana indikator mahasiswa yang moderat di era saat ini? Tentunya seorang mahasiswa yang moderat adalah mahasiswa yang tidak mudah terpengaruh oleh penyebaran berita yang tidak kredibel dan tidak faktual. Mahasiswa yang menanamkan nilai moderasi beragama akan meninjau kembali berbagai sumber informasi yang perlu diverifikasi kebenarannya. mahasiswa yang mampu menananamkan sikap moderat tidak mudah menyalahkan dan tidak mudah membenarkan, ia akan selalu mencari sumber informasi berdasarkan perspektif yang holistik (menyeluruh). Selain itu, mahasiswa moderat juga memiliki sikap yang insklusif dan berorientasi pada kemaslahatan. Hal ini menunjukan bahwa moderasi beragama dapat membentuk karakter mahasiswa untuk menekankan sikap inklusif dalam menanggapi disrupsi teknologi informasi dan dalam dunia realitas.

Dapat disimpulkan, bahwa moderasi beragama bukan hanya sekedar konsep teoritis. Namun, modrasi beragama merupakan sebuah konsep yang perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa sebagai generasi agen muda yang memiliki sebuah peran penting membangun peradaban yang lebih baik dengan menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama dan membentuk karakter yang toleran, inklusif, dan pluralis. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan mampu berperan sebagai sosial kontrol untuk membangun masyarakat inklusif di era disrupsi teknologi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. N., Bakri, R., Aryuni, M., & Effendy. (2021). An analysis of psychological dynamics and factors causing the formation of the radicalism attitude among university students in palu. Journal of Educational and Social Research, 11(6), 34--46. https://doi.org/10.36941/jesr-2021-0126

Kominfo. (2024). Menkominfo: Kami Sudah Take Down 5.731 Konten Radikalisme. https://www.kominfo.go.id/content/detail/55486/siaran-pers-no- 225hmkominfo032024-tentang-menkominfo-kami-sudah-take-down-5731- konten-radikalisme/0/siaran_pers. Diakses: 26 Mei 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline