Dalam agama Islam, terdapat konsep yang sangat penting dan memegang peranan sentral dalam menyebarkan dan memperkuat ajaran Islam, yaitu wali Allah atau tokoh penyebar agama Islam. Wali Allah adalah individu yang dipilih oleh Allah sebagai pemimpin spiritual dan penjaga ajaran agama, yang memiliki pemahaman mendalam terhadap Islam dan berdedikasi untuk menyebarluaskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam kepada umat manusia.
Peran utama wali Allah adalah menyebarkan pesan Islam dengan berbagai cara, termasuk dakwah, penulisan karya-karya ilmiah, dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Mereka juga memainkan peranan penting dalam memberikan nasihat dan bimbingan kepada umat Islam dalam menghadapi tantangan dan perubahan dalam kehidupan mereka. Pemahaman dan interpretasi Islam yang diperoleh oleh wali Allah dapat menjadi acuan bagi umat Islam dalam menjalankan keyakinan mereka serta menghadapi permasalahan yang dihadapi di dunia modern. Salah satunya dari kisah seorang wali Allah yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan Islam yakni Ki ageng Bramasari, seorang tokoh ulama sentral yang sampai saat ini masih dikenang perjuangannya tepatnya di desa Sususkan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawatengah.
Ki Ageng Bramasari merupakan seorang tokoh Ulama juga seorang pejuang Kemerdekaan. Beliau menyebarkan islam disalah satu desa yang terdapat di wiliayah Banjarnegara, tepatnya di Desa Susukan, Kec. Wanayasa. Yang sampai saat ini masih dikenang eksistensinya melalui peninggalannya oleh warga setempat maupun warga dari luar Desa Susukan yang berdatangan untuk berziarah, melakukan aktivitas spiritual, atau sekedar mengunjungi situs-situs peninggalan. Ki Ageng Bramasari adalah salah satu tokoh disebut sebagai Ulama atau Wali Allah yang memiliki kontribusi besar dalam sejarah peradaban perkembangan islam di Desa Susukan, dari sekian banyak situs peninggalan Ki Ageng Bramasari memiliki makna sejarah tersendiri, adapun situs bersejarah tidak hanya berada di Desa Susukan, akan tetapi ada beberapa Desa lain yang masih dalam lingkup Kabupaten Banjarnegara pun memiliki situs-situs bersejarah dari peninggalan Ki Ageng Bramasari.
Sejarah Ki Ageng Bramasari
Ki Ageng Bramasari merupakan seorang tokoh Ulama, sekaligus tokoh pejuang Kemerdekaan, namun beliau tidak memiliki gelar pahlawan. Ki Ageng Bramasari memiliki nama lain yaitu "Syekh Abdurrahim", akan tetapi warga lebih setempat mengenal beliau dengan nama Ki Ageng Bramasari yang lebih terdengar familiar dalam telinga masyarakat. Beliau disebut sebagai Wali Allah yang melakukan aktivitas penyebaran peradaban Agama Islam yang beraqidah Ahussunnah Wal Jama'ah tepatnya di Desa Susukan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjaregara. Beliau hadir di Desa Susukan sekitar tahun 1850-an lebih, di era Pangeran Diponegoro, Ki Ageng Bramasari juga termasuk salah satu jajaran prajurit pangeran Diponegoro, yang diutus oleh Pangeran Diponegoro untuk mempertahankan Kerajaan di wilayah Jawa Tengah bagian barat arah selatan, tepatnya di Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen. Dalam perjalanan penyebaran Islam Beliau tidak hanya menyebarkan Islam di satu daerah saja, ada beberapa Kabupaten di Jawa Tengah yang pernah Beliau singgahi untuk melaksanakan tugas penyebaran Agama Islam.
Ki Ageng Bramasari berasal sebuah kerjaan yang terdapat di Mataram yakni Kerajaan Mataram Islam. Beliau tidak masuk dalam Kasultanan Jogja, akan tetapi Beliau masuk di Kasunanan Solo atau Surakarta, karena Beliau bersebrangan dengan Kolonial Belanda, yang pada saat itu Mataram terbagi menjadi 2 (dua) yaitu; Mataram Kasultanan dan Mataram Kasunanan. Dalam perspektif lain, terdapat asumsi yang mengklaim bahwasanya Ki Ageng Bramasari merupakan seorang tokoh memiliki garis keturunan Prabu Siliwangi yang berasal dari Kerajaan Pajajaran, namun dari asumsi tersebut belum memiliki referensi maupun bukti kongkret yang memvalidasi sumber tersebut. Selain itu Ki Ageng Bramasari juga masih seperjuangan dengan beberapa tokoh penyebar Agama islam yang terdapat di Banjarnegara termasuk Raden Walang Sungsang yang terdapat di Dieng, kemudian Sunan Gripit diwiliayah Gripit Kecamatan Banjarmangu, Syekh Nurijan yang berada di Desa Suwidak, dan Nyai Sekati yang berada di Karangtengah.
Dalam sejarah penyebaran Islam yang dilakukan oleh Ki Ageng Bramasari, ketika Beliau sedang melaksanakan aktivitas dakwah dalam pengembangan ajaran Islamnya, beliau selalu menggunakan Ageman (pakaian jubah serba putih) layaknya sorang Syekh Masyayikh, tetapi ketika Beliau sedang melakukan tugasnya sebagai seorang prajurit, Beliau menggunakan pakaian kebesaran yang serba berwarna hitam, mulai dari ikat kepala sampai baju Beliau. Ki Ageng Bramasari termasuk salah satu pejuang tertua di Banjarnegara. Beliau mengasingkan diri dan mendirikan sebuah perkumpulan penduduk kecil yang diberi nama Kedawung, tempat awal mula Ki Ageng Bramasari menyebarkan peradaban Islam dan mengembangkan ekosistem. Kedawung letaknya tidak jauh dari Desa Susukan yang sekarang. Awal mula perpindahan penduduk Kedawung ke Desa Susukan yang sekarang konon pada saat itu Ki Ageng Bramasari berupaya untuk memindahkan penduduk Kedawung untuk mengantisipasi bencana alam dan peristiwa lain, sehingga beliau merekayasa peristiwa, bahwa disana rawan terhadap maling atau pencurian dan binatang buas. Ki Ageng Bramasari bermaksud untuk menghindari bencana alam karena tanah yang labil , tentunya disisi lain maksud dari Ki Ageng Bramasari memiliki rahasia-rahasia yang tersembunyi dibalik pernyataan Beliau. Karena orang pada zaman itu jika diberitahu dengan bahasa yang lugas tanpa pembuktian terlebih dahulu tidak mungkin akan mau pindah. Selain itu minimnya air bersih yang menjadi faktor dipindahnya penduduk Kedawung ke Desa Susukan yang sekarang. Upaya perpindahan penduduk tersebut juga termasuk dari kontribus Mbah Gedong dan Eyang Susuk atas saran dari sesepuh.
Pada saat Ki Ageng Bramasari datang membawa perabadaban Islam di Desa Susukan Beliau sudah berstatus Suami, namun Beliau tidak mempunyai Dzuriyah (Keturunan). Beliau memiliki rumah disana yang pada zaman Kerajaan disebut sebagai Pasibanagung, yang kemudian oleh orang-orang sepuh dan tokoh masyarakat dahulu menyebutnya Pagenen. Ki Ageng Bramasari datang bersama Istrinya dalam menyebarkan ajaran Islam. Istri beliau yaitu Nyi Ageng memiliki perspektif yang berbeda dari pada pendapat Ki Ageng Bramasari. Karena berselisih paham dengan suaminya yakni Ki Ageng Bramasari, sehingga makam sang Istri ditempatkan ditempat yang berbeda. Nyi Ageng berpulang terlebih dahulu sekitar 17-an tahun sebelum Ki Ageng Bramasari akhirnya berpulang. Makam Nyi Ageng berada disebuah puncak yang disana terdapat batu kecil dan panjang, konon batu tersebut digunakan oleh Ki Ageng Bramasari sebagai tempat Mujahadahnya ketika berkomunikasi atau bertelepati dengan para tokoh yang ada di Kerajaan Mataram.
Seiring dengan berjalannya waktu, Ki Ageng Bramasari masih menetap di Susukan, untuk menyelesaikan tugas penyebaran Islamnya. Pengembangan keilmuannya, baik Ilmu Agama maupun Ilmu Umum---dalam hal ini adalah ilmu pertanian, Beliau mengajari masyarakat untuk bertani menanam cabai serta tumbuhan lainnya---tetap eksis bahkan meluas sampai Dukuh Gunung Putih Desa Pandansari, kemudian di Desa Plumbungan, Karekan, yang masih dalam lingkup Kecamatan Pagentan, Kemudian di Kecamatan Pejawaran, tepatnya di Giritirta, Desa Biting, dan terdapat juga di dua Desa lagi yang ada di Kecamatan Pejawaran. Selain itu di Kecamatan Karangkobar terdapat disalah satu Desa yang bernama Binangun. Selain itu di Kecamatan Madukara, tepatnya di Desa Kenteng, Dukuh Ciledok. Beberapa daerah tersebut merupakan wilayah yang masih dalam lingkup Kabupaten Banjarnegara yang pernah disambangi (disinggahi) oleh Beliau Ki Ageng Bramasari, yang kemudian memunculkan banyak petilasan yang eksistensinya masih ada hingga saat ini.
Selain wilayah yang pernah di singgahi Ki Ageng Bramasari di Kabupaten Banjarnegara, di Kabupaten Kebumen sendiri terdapat beberapa petilasan yang salah satunya bertepatan Karanganyar, Kecamatan Karanganyar. Petilasan Beliau berdiri di sebelah jalan dekat dengan salah satu instansi SMK di Karanganyar. Kemudian juga ada di Banjarnegara, yang wilayah selatan berbatasan dengan Kebumen. Tepatnya di Gunung Alang. Selain itu rekam jejak Beliau meluas sampai ke Kabupaten Pekalongan. Tepatnya di Kecamatan Petungkriono. Ki Ageng Bramasari disana ditandai dengan Kewasisannya (Kecerdasan spiritual), yang dipercaya tidak semua orang memiliki kemampuan khusus seperti Beliau, tentunya Kewasisan tersebut dimiliki oleh Ki Ageng Bramasari karena Beliau merupakan seorang yang bergelar Ulama sekaligus Wali Allah. Kemudian juga terdapat bukti sejarah Ki Ageng Bramasari yaitu tanaman bambu yang banyak membawa manfaat untuk masyarakat setempat.
Dalam sumber Sejarah menurut tokoh setempat, Ki Ageng Bramasari menyebarkan Agama Islam melalui media pertanian, Beliau mengetahui kebutuhan dan menyesuaikan potensi yang terdapat di Desa Susukan. Beliau tidak menggunakan sarana lain seperti halnya Wali-wali masyhur yang ada di Tanah Jawa, karena pada masa perjuangan Ki Ageng Bramasari terjadi benturan budaya-budaya Hindu maupun Budha yang masih kental dengan kultur Masyarakat setempat. Sehingga metode pendekatan penyebaran agama Islam oleh Ki Ageng Bramasari berupaya untuk tidak menyinggung ataupun bertentangan dengan kultur Masyarakat setempat, namun masih tetap berorientasi untuk kesuksesan perkembangan Islam di Desa Susukan dan tidak menghilangkan tradisi yang sudah melekat dimasyarakat. Maka dari itu Ki Ageng Bramasari berkonsentrasi di sektor pertanian, tentunya metodenya dengan Ritual-ritual keagamaan ataupun Syariat yang ada didalam Islam. Konon katanya pada saat itu budaya Masyarakat setempat ketika menanam menggunakan ritual Budha.