Boy, pejantan thoroughbred asal Australia sedang dikawinkan dengan kuda lokal.
Pekan ini, Indonesia dihebohkan oleh terungkapnya praktek prostitusi kelas atas yang melibatkan sejumlah artis. Keberhasilan polisi mengungkap kasus ini, mengagetkan semua pihak. Malah, hal yang paling mencengangkan adalah tarifnya yang sangat fantastis, antara Rp 80 juta sampai Rp 200 juta.
Berbeda dengan kasus yang menghebohkan itu, di Takengon Aceh Tengah, tarif memanfaatkan jasa seekor kuda pejantan hanya Rp 1 juta. Dalam sehari, sang pejantan thoroughbred Australia itu mampu melayani 4 ekor betina yang sedang birahi.
Ini juga pejantan menghebohkan. Minggu (10/5/2015), penulis berkunjung lokasi penyilangan kuda lokal Gayo dengan kuda pejantan thoroughbred asal Australia. Lokasinya berada di Geldok, Desa Asir-asir, sekitar 2 Km arah selatan KotaTakengon, Aceh Tengah.
Kedatangan penulis langsung diterima oleh Nasir Pirang (58), lelaki yang tetap setia merawat Boy, nama kuda pejantan thoroughbred Australia itu. Kuda pejantan itu berwarna hitam mengkilat yang tingginya 1,65 Cm. Kuda itu telah dirawatnya selama 6 tahun.
“Anak hasil penyilangan pejantan thoroughbred Australia dengan kuda lokal atau dikenal dengan istilah G1 sudah mencapai 200 ekor,” ungkap Nasir sambil mengaduk-aduk pakan tambahan yang siap disajikan untuk si Boy.
Melihat campuran pakan tambahan kuda pejantan thoroughbred Australia itu, Nasir sepertinya harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Pakan utamanya memang rumput hijau. Sedangkan pakan tambahan untuk menjaga stamina si pejantan, Nasir memberi sagu yang dicampur dengan ampas tahu, dedak, jagung, dan 15 butir telor itik setiap harinya.
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pakan tambahan itu? Nasir tidak menyebutnya secara pasti, dia hanya menjelaskan jumlah bahan pakan yang digunakan untuk jangka waktu sebulan. Dari penjelasan itu, dapat ditaksir bahwa Nasir harus mengeluarkan uang untuk pakan tambahan itu sekurang-kurangnya Rp 2 juta per bulan.
“Biaya pakan tambahan ini memang mahal dibandingkan menu sehari-hari saya di rumah. Isteri saya biasanya mendadar 2 butir telor, itupun dibagi empat,” banding Nasir tertawa.
Terkait dengan hal tersebut, Nasir terpaksa memungut biaya kawin silang tersebut sebesar Rp 1 juta per seekor betina. Kadangkala ada juga yang tidak membayar, ikhlas saja kata Nasir. Biaya itu untuk menutupi kebutuhan pakan tambahan dan upah 4 orang tenaga kerja. Pasalnya, kata Nasir, oleh organisasi dia ditugaskan merawat si pejantan itu tetapi tidak mendapat biaya subsidi untuk pakan tambahan dan upah tenaga kerja.
Berat memang. Bagi mereka yang tidak hobi merawat kuda, barangkali pekerjaan seperti yang dilakoni oleh lelaki ini tergolong rugi. Lebih-lebih harus mengawasi 20 ekor kuda betina milik orang lain yang sedang antri diatas lahan seluas 1 hektar itu. Hebatnya, Nasir malah mencintai pekerjaan itu. Alasannya, merawat kuda membuat pikirannya plong dan hilang rasa stres.
Dalam proses penyilangan itu ada aturan tidak tertulis. Betina yang lebih dahulu masuk, itu yang terlebih dahulu dikawinkan. Sebab, pemilik kuda betina itu bukan hanya berasal dari Kota Takengon, banyak dari luar kota. Ada yang dari Desa Rawe, 12 Km dari Kota Takengon.
“Kasihan yang dari luar kota jika kuda betinanya dinomorduakan. Semua pemilik kuda sudah memahami aturan itu,” jelasnya.
Nasir menunjuk kuda betina yang ditambat di lapangan itu. Kuda-kuda itu sedang menunggu antrian. Prosesnya terkadang lama, bisa sebulan atau lebih, tergantung masa birahi kuda betina. Tanda memasuki masa birahi kuda betina, sebut Nasir, ekornya terangkat dan intensitas buang air kecilnya meningkat.
“Ketika didekati si pejantan, kuda betina itu diam, itu tandanya sedang birahi,” pungkas mantan pekerja Terminal yang beralih menjadi peternak kuda.
Geldok, lokasi tempat penyilangan kuda pejantan thoroughbred Australia
Nasir sedang menyiapkan pakan tambahan untuk si Boy, pejantan thoroughbred Australia
Contoh kuda betina yang sedang birahi
Kuda betina sedang antri untuk dikawinkan dengan Boy, pejantan thoroughbred Australia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H