[caption id="attachment_381301" align="aligncenter" width="512" caption="Afwina Yusuf didepan Animasia Studio (Foto: dok pribadi)"][/caption]
Siapa pernah menduga, ternyata ada jemari halus perempuan Indonesia dibalik film animasi yang diproduksi oleh Animasia Studio, Malaysia. Sosok itu bernama Afwina Yusuf, perempuan berdarah Aceh kelahiran Duri Riau, 29 tahun yang lalu.
Sejak kecil, sosok semampai bertangan kidal ini sudah menggemari dunia menggambar. Kamarnya dipenuhi sketsa tokoh kartun idola remaja dan anak-anak. Padahal, kedua orang tuanya Yusuf Mahmud dan Laina Widad bukan pekerja seni. Mereka juga heran, bakat siapa yang mengalir dalam darah putrinya itu.
Selepas SMA Cendana Duri tahun 2003, gadis yang lebih suka mengantongi sampah dari pada membuang disembarang tempat ini, kemudian melanjutkan pendidikan ke ITB Bandung. Disana, dia mengambil program studi desain komunikasi visual. Tahun 2008, gadis penyuka kucing ini menyelesaikan studi di ITB dengan karya akhir sebuah film animasi berjudul: Anti Smoking (ini VIDEO-nya).
Setelah menyandang gelar S-1 dari ITB, dia bekerja pada sebuah studio animasi di Bandung. Karya animasinya terus mengalir memenuhi khazanah film animasi Indonesia. Karya itu ada yang dipublikasikan melalui You Tube, termasuk melalui media televisi. Begitu banyaknya karya yang sudah dihasilkan, gadis ini sampai lupa judul karya animasinya.
“Karya film animasi yang saya ingat diantaranya Zeta, zebra sahabat kita, sebuah serial animasi tentang keselamatan berlalu lintas yang ditayangkan di televisi Trans7. Ada juga animasi untuk buku Bubi Beruang yang diterbitkan oleh PT Sygma Bandung,” jelas Afwina sambil menikmati secangkir cappucino di OZ Cafe, Takengon, beberapa waktu lalu.
[caption id="attachment_381302" align="aligncenter" width="300" caption="Kuda dan kucing adalah hewan yang disukainya"]
[/caption]
Komisi Beasiswa Aceh memberi kesempatan kepada Afwina Yusuf untuk melanjutkan pendidikan S-2 di University of Adelaide, Australia. Salah satu syaratnya, calon penerima beasiswa harus mengirimkan karyanya kepada universitas yang dituju. Dia memutuskan untuk mengirimkan film animasi berjudul Anti Smoking, hasil karyanya sewaktu menyelesaikan pendidikan S-1 di ITB.
Gadis penyuka pelembab Citra lotion itu akhirnya diterima belajar di program studi Design in Digital Media pada University of Adelaide. Seluruh biaya selama kuliah di Australia ditanggung oleh Pemerintah Aceh. Dia juga memperoleh biaya hidup dari Pemerintah Aceh sebesar Aus$ 736 per dua minggu.
“Biaya hidup yang saya terima lumayan besar, bisa ditabung untuk beli kamera dan wacom intuos,” ungkap Afwina yang tetap berhijab sampai saat ini.
Memasuki semester dua di University of Adelaide, dia membuat sebuah karya animasi yang diberi judul The Canned Cat (ini videonya). Sementara untuk tugas akhir di perguruan tinggi itu, dia membuat jenis film animasi stop motion/puppet animation. Perjuangannya membuahkan hasil, medio 2012, gadis pendiam itu berhasil menyandang gelar MDDM dari University of Adelaide, Australia.
Selulus dari University of Adelaide, setahun lebih Afwina Yusuf menganggur. Waktunya diisi dengan membuat sejumlah karya animasi. Dia bertekad akan berkarya di tanah air dengan memproduksi film animasi sebanyak-banyaknya. Namun, pengerjaan film animasi tergolong berat, butuh tim yang besar dengan sejumlah animator.
“Di Indonesia masih jarang yang mau membiayai pembuatan film animasi, makanya banyak animator andal yang pindah ke luar negeri,” ungkapnya. Fakta ini yang akhirnya mendorong Afwina untuk menerima tawaran Animasia Studio yang bermarkas di Kuala Lumpur.
Sejak tahun 2013, dia resmi menjadi TKI di Malaysia. Kehadirannya di negeri jiran sebagai Citra Cantik Indonesia, mewakili perempuan kreatif Indonesia. Dalam posisi itu, dia bisa mempositifkan citra tenaga kerja wanita, karena kehadirannya ke negeri jiran itu bukan sebagai PRT. Dia bekerja di Kuala Lumpur sebagai animator, skill employee.
Dalam posisi sebagai animator, dia dikontrak untuk jangka waktu dua tahun oleh Animasia Studio, sebuah perusahaan yang memproduksi film animasi untuk kawasan Asia. Dengan penghasilan yang lumayan besar serta fasilitas kerja yang memadai, dia terbukti masih bertahan di negeri jiran. Betahkah gadis itu menjadi TKI di Malaysia?
“Betah, karena perjalanan Aceh-Kuala Lumpur butuh waktu satu jam. Kini, dia sudah setuju memperpanjang kontrak untuk dua tahun ke depan,” ungkap ibunya Laina Widad via telepon seluler, Rabu sore (29/4/2015).
Pekan lalu, tutur sang bunda, dia menjenguk putrinya di Kuala Lumpur. Selain memastikan sang putri betah di negeri jiran, dia juga membawa oleh-oleh pelembab kulit, pesanan sang putri. Meskipun berada di negeri jiran, kata sang bunda, putrinya tetap setia menggunakan produk Indonesia.
Ditambahkan ibunya, animator yang bekerja di Animasia Studio itu berasal dari berbagai bangsa. Animator yang berasal dari Indonesia hanya putrinya seorang. Oleh karena itu, ibunya selalu menekankan kepada sang putri agar tidak terpengaruh dengan prilaku dan budaya asing.
“Berprilakulah sebagai seorang putri Aceh, dan banggalah sebagai bangsa Indonesia,” begitu pesan ibunya kepada Afwina Yusuf. Pesan itulah yang menjadi panduan sang animator selama kuliah di Bandung, Australia, maupun selama bekerja di Malaysia.
[caption id="attachment_381303" align="aligncenter" width="531" caption="Wisuda untuk meraih gelar MDDM di University of Adelaide, Australia (Foto: dok pribadi)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H