Lihat ke Halaman Asli

Syukri Muhammad Syukri

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Sagu, Sumber Bahan Pangan yang Terlupakan

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1362023863156070062

[caption id="attachment_239200" align="aligncenter" width="640" caption="Abdullah memperlihatkan bahan baku untuk membuat sagu"][/caption] Bumi, menyediakan bahan pangan yang berlimpah kepada makhluk yang bermukim di planet ini. Sumber bahan pangan itu bukan hanya berbentuk protein hewani, tetapi terdapat banyak sumber bahan pangan nabati yang tumbuh sendiri di rawa-rawa. Itulah yang dikenal dengan sagu. Hanya saja, bahan pangan dengan sumber karbohidrat tinggi itu, kini dianggap sebagai pakan ternak.

Era makan beras telah mengubah orientasi sumber bahan pangan warga. Kawasan Indonesia Timur  dan beberapa tempat di tanah air yang dahulunya menempatkan sagu sebagai bahan pangan utama, kini telah beralih ke beras. Tanpa makan nasi sama dengan belum makan. Padahal, kawasan tersebut terkadang tidak memiliki areal persawahan sehingga warga disana harus memasok beras dari luar daerah.

Gerakan one day no rice atau diversifikasi pangan, sepertinya langkah mendesak yang perlu segera diwujudkan. Perlu sosialisasi serius bahwa sumber bahan pangan utama bukan hanya berasal dari  beras, makan boleh saja dengan sagu, ketela, singkong atau talas. Sebab, sumber bahan pangan  itu, oleh warga dianggap sebagai pakan ternak, bukan untuk dimakan oleh manusia.

[caption id="attachment_239201" align="aligncenter" width="640" caption="Dedak sagu yang telah diolah oleh Abdullah, dijual seharga Rp.1000 per Kg"]

13620239691673859220

[/caption] Demikianlah ungkapan Abdullah (56) minggu lalu, warga Simpang Tiga Meureudu-Pidie Jaya yang mengolah sagu untuk pakan ternak. Bagi Abdullah, sagu yang diolahnya menjadi dedak itu dijual kepada warga seharga Rp.1000 per Kg. Dia hanya mengetahui bahwa oleh warga sagu itu dijadikan pakan itik dan pakan sapi.

Sagu yang berasal dari pohon rumbia itu, oleh Abdullah diparut dan dijemur didepan kios kecil miliknya. Bahan baku sagu itu dibelinya dari warga seharga Rp.25 ribu per gril (ukuran 1,5 meter). Sepuluh tahun lalu, kata Abdullah, bahan baku sagu itu tidak perlu dibeli. Kini, setelah dijadikan pakan ternak, para pemilik pohon sagu mulai menjualnya. Padahal, pohon sagu itu tumbuh sendiri di rawa-rawa sekitar desa mereka.

Ketika kompasianer menjelaskan bahwa warga di Indonesia Timur memanfaatkan sagu sebagai makanan pokok. Abdullah sedikit kaget mendengar penjelasan itu. Soalnya, kata Abdullah,  di desanya sagu selain sebagai pakan ternak juga dijadikan bahan pembuat kue sejenis ongol-ongol atau bubur. “Pantas fisik mereka itu kuat-kuat, makanannya juga sagu,” kata Abdullah.

[caption id="attachment_239203" align="aligncenter" width="640" caption="Gril pohon rumbia yang menjadi bahan baku sagu, satu gril dibeli dari petani Rp.25 ribu"]

13620241091859597163

[/caption] Di Papua, lanjut saya, dalam sebuah siaran televisi diliput aktivitas memanggang ulat sagu. Mereka memakan ulat sagu seperti kita memakan udang panggang. Ulat sagu menjadi sumber protein, sementara sagunya menjadi bahan pangan.

Sebenarnya, kita tidak perlu khawatir akan kekurangan sumber bahan pangan. Sekarang,  bagaimana mengajarkan masyarakat untuk  memanfaatkan bahan pangan itu sebagai pengganti beras. Saran saya kepada Abdullah, sebaiknya dia harus berinisiatif mengolah sagu itu menjadi tepung sagu. Harganya bisa lebih mahal daripada menjual dedak sagu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline