Lihat ke Halaman Asli

Syukri Muhammad Syukri

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Berkurban: Berikan yang Paling Dicintai!

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Idul Adha yang dirayakan setiap tanggal 10 Zulhijjah, identik dengan penyembelihan hewan kurban. Momentum itu dirayakan ketika jutaan jamaah haji telah selesai melaksanakan wukuf di Arafah. Saat itu, para jamaah haji sedang bersiap-siap untuk melempar jamarah di Mina. Sedangkan kita di tanah air bersiap-siap melaksanakan shalat ied, kemudian dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban.

Berkurban, untuk apa? Kurban identik dengan Nabi Ibrahim AS, seorang nabi yang mencintai Sang Khalik melebihi segala-galanya. Cinta Ibrahim kepada Sang Khalik bukan lips service,  tetapi cinta sepenuh hati dari seorang hamba kepada Sang Maha Pencipta. Inilah cinta sejati (endless love), cinta tanpa pamrih yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan mengurbankan sesuatu yang sangat dicintai.

Begitu Ibrahim diminta Sang Khalik untuk mengurbankan putra tercinta semata wayang, Ibrahim siap sedia. Dia ikhlas mengurbankan anaknya yang bernama Ismail (tempatnya di Mina, lokasi melempar jamarah saat ini) demi membalas cintanya kepada Sang Khalik. Ibrahim lulus dari tes atau uji kadar cinta kepada Sang Khalik. Ismail tidak jadi dikurbankan. Posisi Ismail diizinkan diganti dengan seekor kibas. Begitulah kisah Ibrahim Al Khalil, kisah cinta sejati seorang hamba kepada Sang Khalik.

Tradisi cinta sejati model Ibrahim Al Khalil itu, kemudian diikuti kaum muslimin setiap memasuki Hari Raya Idul Adha. Mengapa harus berkurban? Pernahkah disadari betapa Sang Khalik begitu mencintai semua makhluk ciptaan-Nya. Sebaliknya, manusia terkadang begitu egois, bahkan tidak jarang rela mengubah wujudnya menjadi monster. Akhir-akhir ini manusia telah kehilangan rasa cinta, malah manusia telah menjadi “srigala” terhadap manusia yang lain.

Apa wujud cinta Sang Khalik kepada kita? Ditengah pembangkangan dan kemaksiatan yang terus dilakukan manusia, Sang Khalik tidak pernah menghentikan nikmat-Nya kepada manusia. Sang Khalik malah menganugerahkan bumi nusantara ini dengan alam yang indah, menyediakan sumberdaya alam yang melimpah, lautan yang luas dengan segala isinya, menurunkan air dari langit dan memancarkan air dari bumi, membiarkan tanaman terus menerus berbuah. Pendeknya, tak terhingga wujud cinta-Nya kepada kita. Padahal, kalau Dia berkehendak, “kun fayakun” maka musnahlah tanah nusantara (bumi) yang indah ini.

Cinta Sang Khalik kepada hamba-Nya adalah cinta yang tak bertepi, cinta suci, cinta sejati, cinta memberi tetapi tidak berharap diberi. Meskipun dikhianati, perintahnya dibangkang, toh Sang Khalik tidak mengurangi kadar cinta-Nya. Terkadang, Sang Khalik hanya meminta manusia untuk membagi nikmat yang telah dianugerahkan-Nya untuk kita. Dibagi pun bukan untuk Sang Khalik, tetapi untuk manusia lain yang kurang beruntung. Begitulah!

Adakah manusia yang mampu mencintai manusia lain seperti Sang Khalik mencintai makhluk-Nya? Mengatakan cinta secara lisan sering dilakukan orang, mewujudkan cinta yang tak bertepi, sungguh sesuatu yang jarang terjadi. Idul Adha menjadi momentum untuk membalas cinta Sang Khalik. Momentum ini disimbolkan dengan mengurbankan ternak terbaik yang paling dicintai agar dagingnya dapat dinikmati oleh manusia lain yang ada disekitar kita.

Intinya, berkurban adalah kerelaan “memberikan”  yang paling dicintai kepada makhluk disekitar kita. Itulah yang dituntut dari seorang manusia dalam posisinya sebagai khalifah yang bertugas memakmurkan dan menyejahterakan bumi. Sanggupkah? Dengan semangat dan keikhlasan, semua dapat dilakukan manusia. Selamat Idul Adha untuk semua kompasianer, mohon maaf lahir bathin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline