Lihat ke Halaman Asli

Syukri Muhammad Syukri

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Singapura Gusar, Upes Api Sabung Nyawa

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13922202451329431564

[caption id="attachment_311720" align="aligncenter" width="512" caption="Pak Jaya, Upes Api asal Aceh Tengah berjuang memadamkan api dengan sepotong ranting."][/caption]

Kabut asap atau smog tergolong bukan masalah baru bagi Indonesia. Saat memasuki musim kemarau, titik api muncul dari sejumlah tempat. Banyak yang menduga, titik api itu muncul akibat land clearing sejumlah perkebunan besar di Riau. Kabut asap yang dihasilkan kebakaran hutan itu membuat Singapura gusar. Sebenarnya, penduduk Pulau Sumatera juga gusar dengan kabut asap itu karena dapat mengganggu pandangan dan kesehatan.

Apa yang dapat diperbuat ketika kabut asap sudah memenuhi langit tempat kita tinggal? Seperti langit kota Takengon yang paginya masih biru cerah, memasuki sore hari berubah menjadi mendung. Gunung yang sebelumnya jelas terlihat, seketika itu hilang dari pandangan. Mendung itu bukan pertanda akan datangnya hujan, tetapi akibat diselimuti kabut asap.

Sudah seminggu wilayah Takengon dan sekitarnya memasuki musim kemarau. Suhu udara dimalam hari turun sampai titik 12 derajat Celcius, dan disiang hari panas terik dengan suhu mencapai 24 derajat Celcius. Suhu yang cukup ekstrim ini sangat mengkhawatirkan, terutama karena dapat menimbulkan penyakit ISPA dan penyakit lainnya.

Kekeringan yang melanda Aceh Tengah maupun daerah lain di Sumatera, sebenarnya sangat rawan terjadinya kebakaran hutan. Sedikit saja percikan api jatuh ke ilalang kering itu sertamerta memicu kebakaran hutan. Seperti yang terjadi di Kampung Mendale Aceh Tengah, Selasa (11/2/2014), hanya karena puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh orang tak dikenal, hanguslah hutan pinus dan ladang warga diatas bukit Mendale tersebut.

Api ditambah angin yang bertiup dari arah barat, ilalang dan ranting kering yang ada disana menjadi media yang menyebabkan nyala api makin besar. Dalam tempo dua jam, api itu telah menghanguskan bahu bukit hampir seluas 50 hektar. Asap yang timbul dari kebakaran hutan itu menambah pekatnya langit Takengon yang sebelumnya sudah dipenuhi oleh asap kiriman dari wilayah lain.

Pak Jaya (54), upes api (relawan pemadam kebakaran hutan) dengan peralatan tradisional berupa cabang kayu berdaun berusaha memadamkan api. Pak Jaya memukul cabang kayu berdaun itu ke arah api yang sedang menjalar di lantai hutan. Upaya Pak Jaya bersama sejumlah warga Mendale membuahkan hasil. Api di bukit Mendale akhirnya bisa dipadamkan pada pukul 17.00 WIB.

Pak Jaya yang kompasianer temui di lokasi kebakaran tidak berharap hutan dipinggir kampungnya itu terbakar. Dia mengaku, sangat berbahaya memadamkan api dengan alat sederhana berupa cabang kayu berdaun. Pasalnya, dia harus berada diantara kobaran api sehingga asap itu membuat dada Pak Jaya terasa sesak. "Saya sulit bernafas, ditambah panas api yang membuat saya sangat lelah," ungkap lelaki paruh baya itu.

Sementara warga Mendale yang berada di lokasi kebakaran itu sependapat dengan Pak Jaya. Mereka tidak ingin lahan didekat kampungnya terbakar. Kebakaran yang hari ini terjadi adalah pekerjaan orang iseng. Kalau lahan hutan sudah terbakar, api dengan cepat akan menjalar ke ladang kopi mereka. “Tidak tertutup kemungkinan, rumah warga juga bisa dilalap si jago merah jika tidak secepatnya dipadamkan,” tutur Aman Iko.

[caption id="attachment_311721" align="alignright" width="300" caption="Langit kota Takengon menjadi gelap diselimuti kabut asap."]

1392220330172177163

[/caption]

Memang, sebelum api dapat dipadamkan, terlihat dua unit mobil pemadam kebakaran di lokasi permukiman warga Mendale tersebut. Petugas pemadam kebakaran itu berjaga-jaga jika api meluas ke permukiman warga. “Alhamdulillah, api sudah dapat dipadamkan. Mobil pemadam sudah kita perintahkan kembali ke posko,” sebut Nurul Ahya, komandam pemadam kebakaran Kabupaten Aceh Tengah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline