Lihat ke Halaman Asli

Syukri Muhammad Syukri

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Posisi Anas Seperti Game “Membunuh Bebek Lumpuh”

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Posisi Anas Urbaningrum, tokoh muda yang diharapkan dapat melanjutkan kepemimpinan di Indonesia benar-benar sangat sulit. Dia “ditembak” dari semua sudut yang membuatnya sangat kewalahan keluar dari jepitan politik. Mantan sohib kentalnya, M. Nazaruddin tidak pernah berhenti melepaskan “peluru” ke arahnya. Walaupun mantan Ketua HMI itu sudah tiarap habis, namun “peluru” berupa tuduhan-tuduhan terus datang silih berganti ke wajahnya.

Bukan hanya M. Nazaruddin yang “menembak” Anas, ternyata Rosalina dan Yulianis di depan pengadilan Tipikor ikut menambah “mortir” dan “granat” sehingga opini keterlibatan Anas dalam kasus itu makin membimbangkan. Kemarin, seorang anggota DPR-RI yang berinisial AF melalui siaran televisi kembali melempar sebuah “TNT” yang terkait isu ketegangan rapat pimpinan KPK ke publik, sehingga opini keterlibatan Anas sungguh makin membingungkan kita.

Ibarat permainan catur, Anas sudah berada dalam posisi skak-ster (menteri). Dia harus memilih, menyerahkan “menteri” atau “raja” akan mati. Situasi yang dihadapi oleh Anas Urbaningrum mirip dengan situasi yang dihadapi oleh Letjen (Purn) Soeyono saat terjadinya kasus 27 Juli 1996 (penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro Jakarta). Dalam otobiografinya yang berjudul “Bukan Puntung Rokok,” Soeyono menggambarkan posisinya saat itu seperti “killing the sitting duck game” atau sebuah permainan membunuh bebek lumpuh.

Dalam buku itu, Soeyono yang sedang sakit karena kecelakaan moge (motor gede) di Manado dihujani berbagai isu tentang dirinya, antara lain: dia dituduh tidak bisa mengeluarkan uang untuk operasional pasukan mengatasi kerusuhan 27 Juli. Luka-luka yang diderita akibat kecelakaan moge itu diklaim sejumlah elite sebagai cacat permanen sehingga dia dianggap tidak bisa lagi menjalankan tugas sebagai Kasum ABRI.

Soeyono pun dicopot dari jabatan Kasum ABRI. Dia menulis, "Pak Harto konon terpengaruh oleh laporan yang sudah didramatisir sehingga tidak mengecek kebenaran berita tentang keadaan dirinya di rumah sakit. Soeyono sendiri menganggap laporan itu sebagai fitnah untuk menelikung dirinya. Inilah yang disebut Soeyono sebagai killing the sitting duck game yaitu sebuah permainan untuk membunuh bebek lumpuh."

Akankah permainan membunuh bebek lumpuh yang pernah dialami Soeyono akan berulang kepada Anas Urbaningrum? Sampai saat ini belum ada yang mengetahui, kecuali Anas dan Nazaruddin yang tahu persis tentang keterlibatan mereka. Dalam beberapa kesempatan di televisi, Anas selalu menyatakan bahwa pernyataan yang disampaikan Nazaruddin, Rosalina dan Yulianis adalah fitnah.

Sebagai orang biasa yang menginginkan negara ini kedepan dipimpin oleh anak muda energik merasa sangat sedih. Kalaulah tuduhan itu benar maka bangsa akan kehilangan tokoh muda sekelas Anas Urbaningrum. Melihat serangan dari delapan arah mata angin, sungguh dia sangat tidak berdaya menghadapi “badai” tuduhan atas dirinya. Apabila tuduhan Nazaruddin terhadap dirinya memang sebuah fitnah, biasanya seorang aktivis memiliki solusi untuk keluar dari labirin itu.

Hal-hal seperti itu paling sering dihadapi oleh seorang aktivis dalam berorganisasi. Ada-ada saja trik dan langkah untuk keluar dari jepitan politik dan tuduhan itu. Mungkin kita masih ingat, bagaimana seorang Anas Urbaningrum bisa lolos dari “badai” korupsi yang pernah mengobrak abrik anggota KPU beberapa tahun yang lalu. Dengan langkah jitu, dia keluar dari KPU dan beralih menjadi anggota sebuah partai, sampai akhirnya duduk sebagai ketua umum partai pemenang pemilu.

Kalaupun dia harus menjadi korban karena masuk dalam sebuah permainan membunuh bebek lumpuh, maka kejatuhannya adalah resiko menjadi seorang politisi. Ibarat kata pepatah, makin tinggi sebuah pohon akan makin keras ditiup angin. Jika tidak ingin ditiup angin jadilah rumput yang setiap hari dipijak orang.

Mari kita lihat, bagaimana kepiawaian seorang Anas Urbaningrum untuk keluar dari problem skak-ster (menteri) itu. Mampukah dia menyelamatkan “raja” dan “menteri” atau dia akan mengorbankan “menteri” demi menyelamatkan “raja.” Permainan ini nampaknya belum berakhir, sangat mungkin sejumlah “bidak” dan “perwira” terpaksa dikorbankan demi keluar dari dilema ini. Bidak mana yang jadi korban...wallahualam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline