Lihat ke Halaman Asli

Syukri Muhammad Syukri

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

[Sopir Maut] Masihkah Trotoar Menjadi Hak Penuh Pejalan Kaki?

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1327469280497654069

[caption id="attachment_158281" align="aligncenter" width="640" caption="Begitu nyamannya dua orang anak ini berjalan di trotoar Kota Takengon Aceh Tengah"][/caption]

Tragedi Tugu Tani tanggal 22 Januari 2012 lalu merupakan tragedi kelam bagi pejalan kaki di tanah air. Biasanya, kecelakaan lalu lintas terjadi saat pejalan kaki sedang menyeberang atau berjalan di wilayah jalan raya. Tragedi Tugu Tani berbeda kasusnya, pejalan kaki yang sedang berjalan di trotoar malah jadi korban kelalaian seorang sopir mabuk. Sebenarnya, di lokasi kejadian perlu dibangun “tugu pejalan kaki” untuk mengenang ketaatan pejalan kaki berjalan di trotoar.

Trotoar sengaja dibangun lebih tinggi dari permukaan jalan supaya pejalan kaki aman dari kemungkinan “diseruduk” mobil dan motor. Demikian pula bagi pengemudi mobil dan motor, dengan pembedaan permukaan trotoar dan permukaan jalan yang begitu ekstrem untuk menandakan bahwa trotoar adalah hak penuh pejalan kaki.

Dijalanan Jakarta atau kota besar lainnya di Indonesia, tidak jarang ditemukan sejumlah pengemudi motor memanfaatkan trotoar untuk menghindari kemacetan. Sering pula terlihat sejumlah mobil dengan seenaknya diparkir di atas trotoar. Akhirnya, trotoar itu tidak bisa lagi dilalui oleh para pejalankaki.

Dengan sangat terpaksa, para para pejalan kaki selaku pemilik hak trotoar harus turun ke jalan raya, karena sebagian trotoar sudah dijadikan sebagai tempat parkir mobil. Saat pejalan kaki itu melangkahkan kakinya ke jalan raya, maka seorang pejalan kaki sudah mengambil resiko kecelakaan. Sangat sering pejalan kaki yang melangkah ke jalan raya tersambar motor atau mobil sehingga mereka terluka atau meninggal dunia.

Sepertinya, masih banyak pengemudi atau pemilik kenderaan bermotor yang belum memahami fungsi trotoar. Kita tidak pernah tahu, apakah mereka telah lulus dalam ujian SIM atau sama sekali belum memiliki SIM. Kalau mereka yang belum memiliki SIM sangat wajar jika mereka belum tahu bahwa trotoar itu untuk pejalan kaki. Sebaliknya, bagi mereka yang sudah punya SIM tetapi tetap memarkir kenderaannya di trotoar, maka dia bisa dianggap “kurang sehat.”

Disamping itu, pedagang kaki lima atau warteg sering memanfaatkan trotoar sebagai lapak berjualannya. Barangkali kalau malam hari, saat arus lalu lintas sudah berkurang, boleh-boleh saja trotoar  dijadikan tempat usaha. Seringnya, disiang hari ketika arus lalu lintas sedang sangat padat, malah trotoarpun dimanfaatkan untuk tempat berdagang. Para pejalan kaki yang memiliki hak penuh terhadap trotoar, terpaksa masuk ke wilayah jalan raya yang merupakan hak mobil atau motor.

Bayangkan tragedi Tugu Tani yang melibatkan sopir maut Apriani Susanti dan tewasnya sembilan orang pejalan kaki.  Padahal, para korban sedang berjalan di trotoar, namun masih saja bisa ditabrak oleh sebuah mobil yang sedang melaju kencang. Bagaimana pula resiko mereka yang terpaksa masuk ke permukaan jalan karena hak berjalan di trotoar sudah dirampas oleh pengendara motor, pemarkir mobil dan pedagang kaki lima. Ini artinya, kita membiarkan resiko kematian akan terus membayangi para pejalan kaki.

Salah seorang teman korban tragedi Tugu Tani yang selamat bernama Zulhendri, kemarin kepada sebuah stasion televisi menuturkan. Saat peristiwa itu terjadi,  mereka baru pulang bermain futsal. Rombongan mereka dipastikan sedang berjalan di trotoar. Dia sempat tertinggal dibelakang karena kakinya tersandung sesuatu. Tiba-tiba datang sebuah mobil warna hitam dengan kecepatan tinggi menerobos trotoar dan menabrak teman-temannya yang sedang berjalan beberapa meter di depannya. Mereka semua tewas di tempat kejadian perkara (TKP).

Berangkat dari tragedi sopir maut di Tugu Tani Jakarta, pertanyaannya: masihkan trotoar menjadi tempat aman bagi para pejalan kaki? Barangkali selama ini fungsi trotoar tidak lagi sepenuhnya menjadi hak pejalan kaki. Oleh karena itu, perlu menjadi bahan renungan kita semua untuk mengembalikan fungsi trotoar sebagai hak mutlak para pejalan kaki.

Sebab, menghormati para pejalan kaki adalah menghormati hak azasi manusia. Trotoar yang dibangun negara untuk para pejalan kaki, bukan sebagai tempat parkir dan tempat berusaha. Mari hormati  nyawa para pejalan kaki, karena mereka juga punya keinginan untuk tetap hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline