Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Syarifuddin

Mahasiswa S1 pendidikan Teknologi Informasi Universitas Brawijaya

Permainan Mahasiswa UB Ini dapat Memunculkan Pemikiran Computational Thinking Anak

Diperbarui: 3 Juli 2019   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Sistem pendidikan Indonesia masih jauh dari posisi atas. Menurut laporan Program for International Student Assessment (PISA), program yang mengurutkan kualitas sistem pendidikan di 72 negara, Indonesia menduduki peringkat 62 pada tahun 2015. Dua tahun sebelumnya (PISA 2013), Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah atau peringkat 71.

Tidak seperti negara-negara di peringkat atas, sistem pendidikan di Indonesia belum menerapkan metode pembelajaran yang menuntun para peserta didiknya untuk memiliki kemampuan berpikir Computational Thinking (CT). Metode pembelajaran Computational Thinking adalah metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk memikirkan problem solving secara terstruktur, kritis dan logis.

Kemampuan berpikir seperti itu sangat diperlukan agar bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Untuk memecahkan problematika tersebut, tiga mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya (FILKOM UB) membuat sebuah permainan Algorithm for Life Kids (GORLIDS) untuk anak usia 4 - 6 tahun yang berfungsi memunculkan sifat berpikir CT.

Mereka adalah Azifatul Istna Hanifah (Sistem Informasi/2016), Diva Fardiana Risa (Teknik Informatika/2016), dan Muhammad Syarifuddin (Pendidikan Teknologi Informasi/2017).

Pemilihan usia 4 - 6 tahun untuk penerapan permainan berdasarkan Piaget Teori yang mengungkapkan bahwa anak usia 4 - 6 tahun berada dalam tahap praoperasional di mana anak masih berpikir konkret.

"Jika diterapkan hal yang positif pada anak usia tersebut, maka anak-anak akan bertumbuh dengan cara berpikir alamiah," ujar Syarifuddin.

Dengan kata lain, nilai-nilai dan cara berpikir yang ditanamkan akan menjadi default cara berpikir anak dan menjadi kebiasaan yang akan dilakukan secara otomatis tanpa memerlukan waktu berpikir panjang.

Penelitian dalam penerapan GORLIDS tersebut dilakukan Syarifuddin beserta tim dengan menggunakan metode True Design Experimental yaitu metode yang mengetahui sebab dan akibat dari suatu tindakan.

Hal pertama yang dilakukan tim tersebut adalah menentukan sasaran yaitu peserta didik di Taman Kanak-Kanak (TK) Cempaka dan TK Brawijaya Smart School (BSS).

Kemudian tim mempelajari kondisi CT anak melalui wawancara dengan empat guru di kedua TK tersebut dan melakukan observasi secara langsung untuk membandingkan hasil ulasan guru TK dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline