Awal kisah cerita berawal dari tempat dimana cara kita bernalar dan bermoral itu ditempa selama bertahun tahun,namun ditempat itu selain kujadikan tempat aku diajarkan rasa hormat dan menghargai namun aku sebagai insan yang hidup memiliki naluri yang indah seperti aku hidup bernafas,aku pun memiliki hasrat untuk mencintai.Tibalah disaat aku diberikan suatu amanah yang harus kukerjakan sebagaimana kewajiban yang harus dipenuhi.
Disaat rasa putus asa menguliti pikiranku datang bunga mawar yang penuh keindahan,menemaniku disaat titik lemahku bergejolak dan memberiku angan angan langkah untuk berani menuju kedepan,dengan penuh keberanian aku berani untuk melangkah secara bersamaan selama behari hari dan berminggu minggu hingga pada saatnya ada getaran direlung hati yang terdalam,namun aku sudah memahami mawar ini sudah memiliki tangkai yang menyatu sebelum aku mengenalnya. sesampai aku melangkah bersamaan aku bertemu dengan tuan yang membesarkan mawarnya dan kita berinteraksi satu sama lain.
Diwaktu yang berlanjut sang mawar harus menerima keadaan dengan bunga yang sudah tidak mekar lagi harus layu dengan tangkai yang sudah lagi tak kuat menopang bunganya.Tibalah dimana waktunya sang tuan yang membesarkan mawar ditakdirkan pulang kepangkuan sang pencipta,hari dimana sang mawar ini sedih tak terurai harus ditinggalkan sosok yang membesarkannya,aku yang bersamaanya beberapa waktu sering bersamaan mendapatkan pelukan hangat dari sang mawar karena dianggap sebagai tempat dimana bersandar paling nyaman setelah sang tuan sudah tiada,disaat posisi tersebut hatiku tak tergambarkan betapa kerasnya jantungku berdebar.
Waktu yang terus berlalu dijalani dua insan yang tidak tahu menahu arah dan tujuannya,saling memiliki perasaan namun memiliki ketakutan hilangnnya sebuah pertemanan,pasca ditinggal sang tuan,mawar selalu kesepian dan bersamaku untuk menemaninya disela kesepian dan hanya diriku yang meyakinkan sepeninggalan sang tuan bahwa diriku dianggap pantas untuk bersama sosok yang dibesarkannya.Sampai dimana titik sang mawar mulai gundah dengan keadaan bersama sama namun tidak memiliki ikatan yang untuk saling menguatkan,hingga akhirnya ia sang mawar menanyakan terhadap diriku apa ikatan yang lebih pantas dari sekedar teman untuk dua insan yang berjalan selalu bersamaan.
Namun aku tak pernah befikir mawar ini akan pantas menemaniku secara seutuhnya dan untuk kumiliki,karena aku sadar dengan keadaan bahwasaanya dapur milikku yang tak pantas bersanding dengan mawar yang indah bagai tuhan yang menciptakan surganya,dengan kata lain aku mencintainya namun aku merasa tidak pantes dengan dirinya seiring dengan kenyataannya aku harus mengatakan akan lebih pantas aku sebagai pendamping teman bukan sebagai apa yang harus dirimu khawatirkan,hingga pada hakikatnya sadar akan keadaan akan lebih terhormat dibanding dengan cinta disertai sebuah alasan.
Kutipan Penutup Yang Aku Ambil Dari Salah Satu Seniman (Emha Ainun Nadjib)
"Cinta itu suatu keadaan di dalam jiwa manusia. Suatu situasi yang bergulung-gulung di batas kedalaman jiwamu. Sedangkan mencintai adalah keputusan sosial. Mencintai adalah perilaku, langkah perbuatan kepada yang bukan dirimu. Bentuknya tidak lagi seperti yang ada di dalam dirimu. Ia sebuah dinamika aplikasi keluar diri, bisa berupa benda, barang, jasa, pertolongan, kemurahan, dan apapun sebagaimana peristiwa sosial di antara sesama manusia."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H